Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Washington – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memerintahkan akses keamanan dari bekas direktur lembaga intelijen CIA, John Brennan, untuk dicabut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca:
Brennan merupakan pejabat intelijen di era pemerintahan Presiden Barack Obama dan mengepalai CIA dari 2013 – 2017. Pencabutan akses keamanan tingkat tinggi bekas bos intelijen belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah AS.
“Brennan memiliki sejarah yang menimbulkan pertanyaan mengenai obyektivitas dan kredibilitasnya,” kata Sarah Sanders, juru bicara Gedung Putih, dalam jumpa pers seperti dilansir CBS News, Rabu, 15 Agustus 2018.
Pengumuman ini merupakan lanjutan dari pernyataan Gedung Putih sebelumnya, yang menyatakan sedang menjajaki pencabutan akses keamanan tingkat tinggi milik sejumlah bekas pejabat intelijen, yang kerap mengkritik Trump secara terbuka di berbagai acara publik termasuk wawancara televisi.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Mantan FBI James Comey. REUTERS/Carlos Barria, Jonathan Ernst/File Photos
Menurut Sanders, Gedung Putih sekarang mengevaluasi akses keamanan tingkat tinggi yang dimiliki sejumlah individu secara kasus per kasus. Ada sembilan individu dari bekas pejabat di bidang intelijen dan penegakan hukum, yang masuk dalam pemantauan Gedung Putih.
Mereka adalah James Clapper, yang merupakan bekas Direktur Intelijen Nasional, James Comey, bekas direktur FBI, Michael Hayden, bekas direktur CIA, Sally Yates, bekas pejabat sementara Jaksa Agung, dan Susan Rice, bekas penasehat keamanan nasional.
Lalu ada Andrew McCabe, yang merupakan bekas deputi direktur FBI, Peter Strzok, bekas agen senior FBI, Lisa Page, bekas pengacara FBI, dan Bruce Ohr, yang merupakan bekas Associate Deputy Attorney General.
Menurut CBS, sebagian dari nama di dalam daftar itu sudah tidak lagi memiliki akses keamanan begitu berhenti dari posisinya. Ini seperti Comey dan McCabe.
Trump mencuit soal Brennan lewat akun @realdonaldtrump sambil mengutip pernyataan seorang penulis buku baru dan mengucapkan terima kasih.
“’John Brennan adalah noda di negara ini. Kita layak mendapatkan lebih baik dari ini.’ Bekas agen rahasia dan penulis buku baru ‘Spygate, the Attempted Sabotage of Donald J. Trump.’ Don Bongino. Terima kasih Dan. Dan Selamat untuk buku barunya!”
Presiden AS, Donald Trump (kiri) dan bekas kepala kontra intelijen FBI Peter Strzok (kanan)
Mengenai ini, John Brennan menanggapi langsung lewat cuitan di Twitter lewat akun @JohnBrennan dengan mengutip berita terkait dari akun Twitter NBC News.
“Tindakan ini adalah bagian dari usaha yang lebih luas dari Trump untuk menekan kebebasan berbicara dan menghukum pengkritik. Ini sudah selayaknya membuat khawatir semua orang Amerika, termasuk profesional di bidang intelijen, mengenai ongkos yang harus dibayar jika berbicara terbuka. Prinsip saya jauh lebih berharga dibandingkan akses keamanan. Saya tidak akan melunak,” kata Brennan.
This action is part of a broader effort by Mr. Trump to suppress freedom of speech & punish critics. It should gravely worry all Americans, including intelligence professionals, about the cost of speaking out. My principles are worth far more than clearances. I will not relent. https://t.co/TNzOxhP9ux
— John O. Brennan (@JohnBrennan) August 15, 2018
Baca:
Secara terpisah, Rudy Giuliani, bekas Wali Kota New York yang sekarang menjadi pengacara pribadi Trump, mengatakan dalam sebuah acara di Fox News bahwa investigasi atas Trump soal dugaan intervensi Rusia pada pilpres 2016 merupakan kebijakan dari Brennan saat masih menjabat sebagai direktur CIA.
“Dia sebagai quarterback-nya,” kata Giuliani. Menurut dia, Brennan menggunakan dokumen hasil kompilasi seorang bekas agen intelijen Inggris dan dukungan dua orang senator Republik untuk memulai investigasi ini secara formal.
Trump berulang kali meminta investigasi ini disudahi dan menyebutnya sebagai perburuan penyihir, yang dilakukan untuk merugikannya. Menurut Trump, investigasi rekayasa ini sengaja dilakukan untuk mengalihkan perhatian pubik dari kesalahan Hillary Clinton terkait penggunaan server pribadi untuk email saat menjabat sebagai menlu pada pemerintahan Obama.