Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Ekuador pada Kamis mengumumkan bahwa enam pria yang ditangkap dan seorang lainnya yang tewas ditembak sebagai tersangka dalam pembunuhan calon presiden Fernando Villavicencio, adalah warga negara Kolombia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pihak berwenang masih menyelidiki motif kejahatan dan memburu aktor intelektual yang mendalangi pembunuhan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keenam pria itu ditangkap bersembunyi di sebuah rumah di Quito, ibu kota Ekuador, kata laporan itu. Petugas juga menyita empat senapan, senapan 5,56 mm, amunisi dan tiga granat, bersama dengan kendaraan dan sepeda motor, katanya.
Villavicencio, 59 tahun, yang dikenal menentang kartel narkoba, dibunuh di Quito pada Rabu, kurang dari dua minggu sebelum pemilihan presiden khusus.
Dia bukan korban tewas pertama, tetapi kematiannya memperdalam krisis seputar kejahatan terorganisir yang telah merenggut ribuan nyawa dan menggarisbawahi tantangan yang akan dihadapi pemimpin Ekuador berikutnya.
Menteri Dalam Negeri Ekuador, Juan Zapata, sebelumnya telah mengkonfirmasi penangkapan beberapa orang asing dalam kasus tersebut, meskipun dia tidak memberikan kewarganegaraan mereka.
Zapata menggambarkan pembunuhan itu sebagai "kejahatan politik yang bersifat teroris" yang bertujuan menyabotase pemilihan presiden 20 Agustus.
Laporan polisi tidak mengatakan apakah warga Kolombia itu diduga anggota kelompok kriminal. Zapata mengatakan mereka yang ditangkap terkait dengan kejahatan terorganisir, meskipun dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Sebelum tewas, Villavicencio mengatakan dia diancam oleh afiliasi kartel Sinaloa Meksiko, salah satu dari banyak kelompok kejahatan terorganisir internasional yang sekarang beroperasi di Ekuador. Dia mengatakan kampanyenya merupakan ancaman bagi kelompok-kelompok tersebut.
Video unjuk rasa di Quito yang diposting di media sosial menunjukkan Villavicencio berjalan keluar dari unjuk rasa dikelilingi oleh penjaga. Rekaman kemudian menunjukkan kandidat masuk ke truk pickup putih sebelum terdengar suara tembakan, diikuti oleh teriakan dan keributan di sekitar truk.
Urutan kejadian dikonfirmasi oleh Patricio Zuquilanda, penasihat kampanye Villavicencio.
Kandidat itu telah menerima setidaknya tiga ancaman pembunuhan sebelum penembakan dan melaporkannya ke pihak berwenang, mengakibatkan satu penahanan, kata penasihat itu.
“Rakyat Ekuador menangis, dan Ekuador terluka parah,” kata Zuquilanda. “Politik tidak dapat menyebabkan kematian anggota masyarakat mana pun.”
Mantan Wakil Presiden Otto Sonnenholzner, yang juga mencalonkan diri sebagai presiden, mengutuk pembunuhan rivalnya dalam konferensi pers: “Kami sekarat, tenggelam dalam lautan air mata, dan kami tidak pantas hidup seperti ini.”
Pembunuhan Presiden Haiti
Capres Ekuador Fernando Villavicencio. REUTERS
Keterlibatan warga negara Kolombia mengingatkan pada pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moïse pada 2021, yang ditembak belasan kali di rumah pribadinya. Di antara orang-orang yang ditangkap dalam kasus tersebut adalah 18 mantan tentara dari Kolombia.
Para pembunuh melemparkan sebuah granat ke jalan untuk menutupi pelarian mereka, tetapi tidak meledak, kata Presiden Guillermo Lasso. Polisi kemudian menghancurkan granat dengan ledakan terkendali.
Seorang tersangka tewas dalam tahanan karena luka yang dideritanya dalam baku tembak, kata kantor jaksa agung. Pihak berwenang telah melaporkan pada Rabu bahwa enam orang telah ditahan, tetapi mereka tidak memberikan perincian sampai Kamis.
Presiden Ekuador Guillermo Lasso menyebut pembunuhan itu dapat dikaitkan dengan kejahatan terorganisir dan bersikeras untuk melanjutkan pemilihan yang dijadwalkan pada 20 Agustus. Dia mengumumkan tiga hari berkabung nasional dan keadaan darurat yang melibatkan pengerahan personel militer tambahan di seluruh negeri.
“Mengingat hilangnya seorang demokrat dan pejuang, pemilu tidak ditunda. Sebaliknya, pemilu harus diadakan, dan demokrasi harus diperkuat, ”kata Lasso, Kamis.
Dalam pidato terakhirnya sebelum dia dibunuh, Villavicencio berjanji kepada orang banyak bahwa dia akan memerangi korupsi dan memenjarakan lebih banyak penjahat.
Villavicencio, salah satu dari delapan kandidat yang mencalonkan diri sebagai presiden, adalah kandidat dari Gerakan Membangun Ekuador.
Ketika para pengedar narkoba mulai menggunakan pelabuhan pesisir negara itu, warga Ekuador terguncang oleh kekerasan yang tidak terlihat selama beberapa dekade. Tembakan terdengar di banyak kota besar saat geng-geng saingan berebut kendali, dan geng-geng telah merekrut anak-anak.
Baru bulan lalu, wali kota pelabuhan Manta ditembak dan dibunuh. Pada 26 Juli, Lasso mengumumkan keadaan darurat yang meliputi dua provinsi dan sistem penjara negara dalam upaya membendung kekerasan.
Villavicencio adalah salah satu suara paling kritis di negara itu melawan korupsi, terutama selama pemerintahan Presiden Rafael Correa 2007-2017.
Dia adalah jurnalis independen yang menyelidiki korupsi di pemerintahan sebelumnya sebelum terjun ke dunia politik sebagai juru kampanye antikorupsi.
Villavicencio mengajukan banyak tuntutan hukum terhadap pejabat tinggi pemerintahan Correa, termasuk terhadap mantan presiden itu sendiri. Dia dijatuhi hukuman 18 bulan penjara karena pencemaran nama baik atas kritiknya terhadap Correa, dan melarikan diri ke wilayah Pribumi di Ekuador, kemudian menerima suaka di negara tetangga Peru.
Pilihan Editor:
REUTERS | ARAB NEWS