Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak warga Palestina untuk bersatu di tengah perang Israel di Gaza setelah pembicaraan selama berjam-jam dengan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Istanbul pada Sabtu, 20 April 2024, kata kantornya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Erdogan telah gagal membangun pijakan sebagai mediator dalam konflik Gaza yang telah mengguncang wilayah tersebut, dengan wilayah Palestina yang dikuasai Hamas itu bersiap-siap untuk serangan Israel yang baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Erdogan mengatakan persatuan Palestina "sangat penting" setelah pembicaraan di istana Dolmabahce di tepi selat Bosphorus, yang menurut laporan media Turki berlangsung lebih dari dua setengah jam.
“Tanggapan terkuat terhadap Israel dan jalan menuju kemenangan terletak pada persatuan dan kesatuan," kata Erdogan dalam sebuah pernyataan kepresidenan Turki.
Hamas - yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Israel - adalah pesaing faksi Fatah yang memerintah Otoritas Palestina semi-otonom di Tepi Barat yang diduduki.
Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran akan perang regional yang lebih luas, Erdogan mengatakan bahwa kejadian-kejadian yang terjadi baru-baru ini antara Iran dan Israel tidak boleh membiarkan Israel "mendapatkan kekuatan dan bahwa penting untuk bertindak dengan cara yang tetap memperhatikan Gaza".
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengutuk pertemuan tersebut, dengan menulis di X: "Aliansi Ikhwanul Muslimin: pemerkosaan, pembunuhan, penodaan terhadap mayat-mayat dan pembakaran bayi-bayi. Erdogan, memalukan!"
Hamas didirikan oleh para anggota Ikhwanul Muslimin pada 1987.
Hubungan Erat dengan Haniyeh
Dengan Qatar yang mengatakan akan mengkaji ulang perannya sebagai mediator antara Hamas dan Israel, Erdogan mengutus Menteri Luar Negeri Hakan Fidan ke Doha pada Rabu sebagai pertanda bahwa ia menginginkan peran tersebut.
"Bahkan jika hanya saya, Tayyip Erdogan, yang tersisa, saya akan melanjutkan selama Tuhan memberi saya hidup saya, untuk membela perjuangan Palestina dan menjadi suara rakyat Palestina yang tertindas," kata presiden pada hari Rabu saat mengumumkan kunjungan Haniyeh.
Hamas telah memiliki kantor di Turki sejak 2011 ketika Turki membantu mengamankan kesepakatan bagi kelompok tersebut untuk membebaskan tentara Israel Gilad Shalit.
Erdogan telah mempertahankan hubungan dengan Haniyeh, yang telah sering berkunjung.
Fidan adalah mantan kepala intelijen Turki dan negara itu memberikan informasi dan paspor kepada para pejabat Hamas, termasuk Haniyeh, menurut Sinan Ciddi, seorang spesialis Turki di Foundation for Defense of Democracies di Washington.
Namun, hal ini tidak pernah dikonfirmasi oleh pihak berwenang Turki.
Erdogan Mengecam Israel
Jika Qatar menarik diri dari upaya mediasi, Turki dapat berusaha untuk meningkatkan profil mediasinya berdasarkan hubungannya dengan Hamas.
Fidan, Sabtu, mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry yang sedang berkunjung, dengan keduanya menekankan perlunya mengirimkan lebih banyak bantuan kemanusiaan ke Gaza yang hancur di mana ancaman kelaparan membayangi.
Turki adalah salah satu mitra bantuan kemanusiaan utama bagi Gaza, yang mengirimkan 45.000 ton suplai dan obat-obatan di kawasan itu.
Israel telah mengatakan bahwa mereka sedang mempersiapkan serangan terhadap kota Rafah di Gaza dan serangan Israel yang dilaporkan terhadap provinsi Isfahan di Iran, menyusul serangan langsung Iran terhadap Israel, hanya mengaburkan harapan akan adanya terobosan perdamaian.
Namun Erdogan hanya dapat mengharapkan peran yang "sangat terbatas" karena kecamannya yang lantang terhadap Israel dan tindakannya di Gaza, menurut Ciddi.
Tahun lalu, pemimpin Turki ini menyamakan taktik Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan taktik pemimpin Nazi Adolf Hitler dan menyebut Israel sebagai "negara teroris" karena serangannya terhadap Hamas setelah serangan 7 Oktober terhadap Israel.
Ciddi mengatakan bahwa Erdogan tidak akan diterima di Israel dan paling-paling hanya dapat menyampaikan pesan-pesan antara para perunding Palestina dan Israel.
Serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memicu perang Gaza mengakibatkan kematian 1.170 orang di Israel selatan, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan angka resmi Israel oleh AFP.
Hamas juga menyandera sekitar 250 orang. Israel memperkirakan 129 orang masih berada di Gaza, termasuk 34 orang yang diperkirakan tewas.
Serangan balasan Israel telah menewaskan 34.049 orang di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas.
NDTV
Pilihan Editor: 800.000 Orang Berisiko Hadapi Bahaya Ekstrem di Sudan