Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI Ethiopia, 46 negara Afrika pekan silam gagal menemukan jalan
keluar bagi kekacauan di Angola. Selasa dinihari pekan silam,
pemimpin Organisasi Persatuan Afrika (OAU), Marsekal Idi Amin,
keluar dari gedung pertemuan di Addis Ababa dengan muka yang
berusaha kelihatan senyum. "Ini merupakan hari yang menyedihkan.
Kami telah mengecewakan harapan rakyat Angola dan Afrika", kata
Daniel Arab Moi, Wakil Presiden Kenya. Dan para pembesar Afrika
itu secara resmi bubar sembari menunda soal Angola yang mendesak
itu hingga ke pertemuan mereka yang berikut di Mauritania.
Beberapa jam sebelum dinihari, Marsekal Idi Amin masih berusaha
mengatasi kemacetan dengan sebuah usul kompromi tujuh pasal.
Tapi anggota-anggota OAU yang terbagi dua dalam jumlah yang sama
akhirnya toh tidak sanggup menghindari jalan buntu lewat usul
Amin itu. Dan ketika mereka bubar, tercatat 22 negara yang pro
MPLA yang didukung Soviet, sedang jumlah yang sama mendukung
usaha penyatuan Angola lewat pengusiran pasukan-pasukan yang
berada di kawasan itu.
Brezhnev & Castro
Lucunya, Idi Amin yang netral terhadap dua pendapat dalam
organisasi yang dipimpinnya itu, beberapa hari sebelum
pemungutan suara sempat pula mengutuk Uni Soviet sembari memuji
peranan Amerika Serikat di Angola. "Pasukan OAU akan ke Angola
untuk menyingkirkan setiap pangkalan Uni Soviet yang ada di
sana", kata Amin. Dan meskipun hubungan diplomatik
Kampala-Washington terputus sejak tahun 1973, Amin toh memuji
Amerika Serikat. Katanya: "Saya setuju sepenuhnya dengan politik
Amerika Serikat di Angola. Dengan menolak untuk memberikan
bantuan kepada negara Afrika tertentu, Amerika hanya akan
memaksa mereka menjadi Komunis". Dan menurut Amin selanjutnya:
"Negara-negara itu tidak ingin jadi Komunis".
Ingin atau tidak, nyatanya Rusia makin mempunyai banyak pijakan
di Afrika. Sebagian negara Afrika sebenarnya juga tidak senang
dengan keterlibatan Soviet di Angola. Tapi karena Afrika Selatan
yang lebih mereka benci ternyata membantu musuh-musuh MPLA yang
terdiri atas dua golongan yang anti Komunis, MPLA sajalah yang
mereka bantu. Sudah tentu keadaan semacam ini amat menguntungkan
Kremlin. Apalagi kalau diketahui bahwa Washington berada dalam
posisi yang lebih sulit akibat tekanan keras Kongres yang
mencegah keterlibatan AS di Angola. "Jangan sampai tercipta
Vietnam kedua", kata seorang anggota Kongres. Usaha Presiden
Ford untuk m engingatkan PM Brezhnev terhadap peredaan
ketegangan, dengan lihai tapi diam-diam dijawab dari Moskow.
Ahli-ahli mengirimkan pasukan Rusia ke Angola, untuk menangani
senjata-senjata super moderen buatan Soviet, Moskow mendesak
Kuba untuk mengirimkan pasukan. Kini tentara Fidel Castro
terlibat secara tetbuka di Angola, persis seperti terlibatnya
pasukan kulit putih dari Afrika Selatan di pihak yang lain. Maka
kedua belah pihak dari orang-orang hitam yang saling baku bunuh
itu pun sama-sama menggunakan kulit putih sebagai tenaga
bantuan. Dan tak seorang tahu kapan perang itu selesai. Terutama
setelah muncul laporan-laporan kwat mengenai keterlibatan Rusia
dan AS serta Afrika Selatan yang ternyata lebih besar dari yang
diduga semula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo