Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH kesepakatan besar dicapai di Gedung Kongres Amerika Serikat Capitol Hill, Washington, Jumat pekan lalu. Inilah, katanya, langkah "Jumat Hijau", sebuah ikhtiar untuk mengatasi krisis ekonomi dunia yang sudah berlangsung empat minggu, tercatat sejak guncangan harga saham di pasar modal AS "Senin Hitam" 19 Oktober yang lalu. "Inilah cetak biru yang merupakan pertanda kuat baik bagi Amerika maupun dunia, untuk keluar dari kesulitan," ujar Presiden Ronald Reagan. "Bersama-sama kita bisa mengontrol defisit." Kendati berbagai teori masih bertarung dalam menentukan penyebab merosotnya secara gila harga saham di pasar-pasar modal seluruh dunia, tudingan paling santer jatuh pada Amerika Serikat. Defisit anggaran belanja negara itu sebesar US$ 165 milyar adalah pangkal kejatuhan perekonomian AS yang kemudian mempengaruhi harga saham di pasar modal. Maka, harapan terbesar pun dicantolkan pada negara itu, agar segera menyehatkan perekonomiannya. Tindak perbaikan yang paling awal memang seharusnya datang dari sana. Usaha pengamanan sudah ditunggu dunia sejak "Senin Hitam", hari yang menggetarkan itu. Tapi "Jumatijau" baru disodorkan empat minggu kemudian, setelah Kongres dan pejabat-pejabat pemerintahan Ronald Reagan berkutat dalam perundingan yang alot. Semua sektor politik di AS terlibat. Bukan hanya pemerintah dan lembaga legislatif yang bertarung melakukan tawar-menawar, tapi juga kubu-kubu Partai Republik dan Partai Demokrat ikut mengadu argumentasi. Tawar-menawar yang berkepanjangan akhirnya selesai juga. Semua pihak bersepakat, memotong defisit anggaran belanja sebesar US$ 76 milyar. Pemotongan pertama, sebesar US$ 30,2 milyar, dilakukan pada tahun fiskal 1987-1988 dan US$ 46 milyar pada tahun fiskal 1988-1989. Defisit anggaran belanja negara pada tahun fiskal 1987 tercatat US$ 156 milyar, sementara proyeksi defisit pada tahun fiskal 1988-1989 diperkirakan Kongres, US$ 149,7 milyar -- ini andai kata tidak dilakukan pemotongan. Dengan ketegasan seperti itu, diharapkan AS mampu menolong perekonomiannya, sekaligus bisa membangkitkan kepercayaan investor di pasar modal. Tapi banyak kalangan menilai, pemotongan defisit US$ 76 milyar yang bertujuan menolong perdagangan dan industri AS, masih jauh dari memadai. Di samping itu, ikhtiar AS untuk memperbaiki keadaan sangat terlambat, hingga kepercayaan di pasar modal sudah sulit dibangkitkan. Jumat pekan lalu harga saham di pasar-pasar modal masih saja merosot. Bagaimana perekonomian AS bisa terangkat juga masih jadi tanda tanya. Hingga kini rincian pemotongan defisit anggaran belanja, yang jumlah seluruhnya sudah disepakati, masih belum bisa ditentukan. Dalam perdebatan di Capitol Hill, Presiden Ronald Reagan dan Partai Republik cenderung bertahan tidak menaikkan pajak. Kelompok Partai Demokrat sebaliknya bertahan untuk tidak melakukan pemotongan tunjangan kesejahteraan. "Ikhtiar ini pada akhirnya adalah sebuah paket berimbang," ujar Jim Wright, dari Partai Demokrat. "Semua merelakan tuntutannya, semua tak mendapatkan apa yang mereka kehendaki. Presiden tidak, Kongres tidak, juga Demokrat dan Republik." Sejumlah spekulasi meramalkan, pemotongan defisit anggaran belanja akan didapat dari menurunkan dana anggaran persenjataan menaikkan pemasukan dari pajak dan pengurangan dana program-program domestik. Konsep pemotongan ini mengikuti Ketetapan Kongres Gramm-Rudman, yang digariskan di tahun 1986 dan bertujuan menjadi klep pengaman. Dalam ketetapan itu digariskan bila terjadi keguncangan ekonomi, defisit anggaran belanja negara akan mengalami pemotongan otomatis sebesar US$ 23 milyar, melalui pengurangan anggaran militer dan pembiayaan program domestik. Ketetapan Gramm Rudman yang resminya mulai berlaku 20 November lalu -- memasuki tahun fiskal 1988, 1 Oktober lalu -- akan dinyatakan gugur bila telah dicapai kesepakatan baru untuk mengatasi keadaan. Kesepakatan "Jumat Hijau" adalah kesepakatan baru yang dimaksud itu. Namun, sebelum perinciannya disetujui, Presiden Ronald Reagan menyatakan Ketetapan Giramm-Rudman tetap berlaku. Para analis berkata, masih terlalu pagi untuk memperkirakan apakah tindakan AS mampu meredakan krisis ekonomi dunia. Ada pendapat anjloknya nilai saham di pasar modal bukan karena merosotnya perekonomian AS, tapi akibat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Lantaran kecanggihan teknologi, jual beli saham kehilangan faktor manusianya. Transaksi di pasar modal akhirnya hanya mengikuti perhitungan komputer. Toh banyak negara industri kuat seperti Inggris, Prancis, Jepang, dan Jerman Barat menyambut tindakan pemotongan defisit AS, dan menyebutkannya sebagai membawa harapan. Jerman Barat dan Jepang sudah sangat mencemaskan keadaan ekonomi maslng-masing, karena menguatnya nilai mata uang mereka terhadap dolar. Pekan lalu industri mobil sport Jerman Barat, Porche, sudah mengumumkan akan memotong angka produksinya, karena ekspornya ke AS menurun tajam. Amerika tercatat menyerap 60% produksi Porche. Yang ditunggu dunia kini dari tindakan AS, seperti harapan Jepang dan Jerman Barat, adalah tertolongnya kejatuhan dolar. Dengan demikian, AS bisa menyehatkan perdagangannya dengan negara lain, sampai ke tingkat yang saling menguntungkan dan mengurangi proteksi. Agustus lalu misalnya, AS bisa menekan defisit neraca perdagangannya dari US$ 15,7 milyar ke US$ 14,1 milyar. Menaikkan ekspornya sebesar 3,8% dan menekan impornya sampai 2,4%. Dan masih pula harus dibuktikan, apakah tindakan pemotongan defisit anggaran AS itu sekadar gebrakan taktis untuk mengatasi keadaan darurat atau sebuah strategi yang mampu mengangkat perekonomian dunia. Jim Supangkat, kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo