Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Gedung Putih: Facebook dan Youtube Bersalah atas Misinformasi Vaksin Covid-19

Gedung Putih anggap Youtube dan Facebook bertanggung jawab atas penyebaran misinformasi tentang vaksin Covid-19 dan tak cukup berupaya mencegahnya.

24 Juli 2021 | 12.30 WIB

Ilustrasi Facebook (REUTERS)
Perbesar
Ilustrasi Facebook (REUTERS)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Gedung Putih menganggap Youtube dan Facebook bertanggung jawab atas penyebaran misinformasi tentang vaksin Covid-19 dan tak cukup berupaya untuk menghentikannya. Seorang sumber yang berada di sekitar pemerintah Amerika Serikat menyatakan, dua platform media sosial itu ada dalam daftar yang dianggap bertanggung jawab oleh para pejabat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Presiden Joe Biden sebelumnya menyebut Facebook dan media sosial lainnya sebagai "pembunuh" karena gagal memperlambat penyebaran informasi yang salah tentang vaksin. Menuai kritik, Presiden Biden telah memperhalus pernyataannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang pejabat senior pemerintah menyatakan, salah satu masalah utama adalah penegakan aturan yang tidak konsisten. Youtube--sebagai bagian dari Google--dan Facebook dapat memutuskan sendiri apa yang termasuk misinformasi di platform mereka. Namun, hasilnya tak membuat Gedung Putih senang.

"Facebook dan Youtube adalah hakim, juri, dan algojo atas apa yang terjadi di platform mereka," kata seorang pejabat pemerintah menjelaskan pendekatan mereka terhadap misinformasi Covid-19, dikutip dari Reuters, Sabtu, 24 Juli 2021. "Mereka menilai pekerjaan mereka sendiri."

Beberapa isu utama dari misinformasi yang diperangi pemerintahan Biden adalah bahwa vaksin tak efektif, klaim palsu tentang microchip, dan mengganggu kesuburan perempuan.

Perusahaan media sosial baru-baru ini memang mendapat kecaman dari Biden, Sekretaris Pers Jen Psaki, dan ahli bedah umum Vivek Murthy. Mereka menyatakan penyebaran kebohongan tentang vaksin membuat upaya penanganan pandemi dan menyelamatkan nyawa manusia menjadi lebih sulit.



Ilustrasi Facebook. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo

Laporan teranyar dari Center for Countering Digital Hate (CCDH), yang juga disorot oleh Gedung Putih, menunjukkan 12 akun antivaksin menyebarkan hampir dua pertiga misinformasi antivaksin secara online. Enam di antaranya masih aktif mengunggah di Youtube.

Pertarungan melawan misinformasi vaksin telah menjadi prioritas utama bagi pemerintahan Biden saat kecepatan vaksinasi di negara Abang Sam itu melambat. Kendati ada risiko varian delta, orang-orang di banyak negara bagian menolak divaksinasi.

Permintaan kepada Facebook dan Youtube disampaikan setelah Gedung Putih menghubungi Facebook, Twitter, dan Google pada Februari lalu agar menekan misinformasi tentang Covid-19. Ketika itu, seorang pejabat menyatakan pemerintah meminta bantuan platform menghentikan misinformasi agar tidak viral.

"Facebook seperti gorila seberat 800 pound di ruangan ketika kita bicara tentang misinformasi vaksin. Namun Google harus menjawab banyak hal dan entah bagaimana berhasil lolos, karena orang lupa mereka punya Youtube," kata pendiri dan Kepala Eksekutif CCDH Imran Ahmed.

Juru bicara Youtube Elena Hernandez mengatakan, sejak Maret 2020 perusahaannya telah menghapus lebih dari 900.000 video yang memuat misinformasi membatasi kanal-kanal dari orang yang teridentifikasi dalam laporan CCDH. Dia menyebut, kebijakan perusahaan berbasis pada konten video, bukan siapa yang berbicara.

"Jika masih ada kanal yang tersisa yang disebutkan dalam laporan melanggar kebijakan kami, kami akan mengambil tindakan, termasuk penghentian secara permanen," kata Hernandez. Pada Senin lalu, Youtube juga menyatakan akan menambahkan informasi kesehatan yang lebih kredibel untuk pemirsa.



Ilustrasi menonton video di Youtube. (Pixabay.com)

Seorang pejabat senior mengatakan pemerintah meminta data tertentu dari Facebook menyangkut empat masalah, tetapi perusahaan enggan mematuhi permintaan itu.

Empat isu itu menyangkut berapa banyak misinformasi vaksin yang ada di platform mereka, siapa yang melihat klaim-klaim tidak akurat tersebut, apa yang dilakukan perusahaan untuk menjangkau mereka, dan bagaimana Facebook mengetahui berhasil tidaknya langkah yang mereka ambil. Pejabat ini mengatakan, jawaban yang diberikan Facebook tidak "cukup baik".

Juru bicara Facebook Kevin McAlister mengatakan, perusahaannya telah menghapus lebih dari 18 juta misinformasi tentang Covid-19 sejak awal pandemi. Menurut data mereka, sejak Januari lalu keraguan terhadap vaksin telah menurun 50 persen di antara orang-orang Amerika Serikat yang menggunakan Facebook. Penerimaan terhadap vaksin juga disebutnya tinggi.

Dalam sebuah unggahan terpisah pada Sabtu lalu, Facebook meminta pemerintah untuk berhenti mengarahkan jari menuding mereka dan menjabarkan langkah-langkah yang telah diambil untuk mendorong para pengguna agar bersedia divaksin. Namun para pejabat pemerintah mengatakan tak ada ukuran keberhasilan dari unggahan tersebut.

Kekhawatiran besar pemerintahan Amerika adalah para platform media sosial itu berbohong atau tidak menganggap persoalan tersebut serius.

"Entah berbohong kepada kami atau menyembunyikan bola, atau mereka tidak menganggapnya serius sehingga tak ada analisis mendalam tentang apa yang terjadi di platform mereka," kata seorang pejabat Amerika. "Itu membuat setiap solusi yang mereka miliki dipertanyakan."

BUDIARTI UTAMI PUTRI | REUTERS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus