Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gelombang Kedua Corona Ancam Benua Biru
Gelombang Kedua Corona Ancam Benua Biru
Gelombang Kedua Corona Ancam Benua Biru
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JENEWA - Angka infeksi virus corona atau Covid-19 di sejumlah negara di Eropa meningkat dalam beberapa hari terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta otoritas setempat bekerja lebih keras demi menghentikan penyebaran virus menjelang musim dingin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Eropa memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menstabilkan situasi dan mengendalikan penularan,” ujar Mike Ryan, Direktur Kedaruratan WHO, dalam keterangan persnya, akhir pekan lalu. “Secara keseluruhan, di wilayah yang sangat luas itu, kami melihat peningkatan jumlah terinfeksi penyakit yang mengkhawatirkan.”
Ketua Tim Teknis WHO untuk penanganan Covid-19, Maria Vab Kerkhove, khawatir penanganan kasus corona di Benua Biru berjalan ke arah yang salah. Saat ini sudah memasuki akhir September dan bahkan belum mulai musim dingin, dengan influenza sebagai salah satu penyakit yang mewabah. "Jadi, yang kami khawatirkan adalah kemungkinan tren ini terjadi ke arah yang salah," kata dia.
Jumlah kasus Covid-19 di beberapa negara Eropa, seperti Spanyol, Prancis, Belanda, dan Inggris, mencatatkan rekor harian. Spanyol mencatat lebih dari 10 ribu kasus baru setiap hari. Prancis bahkan mencatat rekor infeksi virus corona dengan lebih dari 16 ribu kasus, yang terjadi pada Kamis lalu dalam 24 jam. Perkembangan kondisi ini pun dikhawatirkan menjadi pertanda tibanya gelombang kedua pandemi corona di Eropa.
Angka dari Dinas Kesehatan Umum (Public Health) Prancis menunjukkan bahwa 16.096 orang telah dites positif Covid-19 selama 24 jam terakhir. Jumlah ini merupakan rekor, meskipun para ahli memperkirakan bahwa pengujian selama gelombang pertama virus corona pada Maret-April hanya menangkap sebagian kecil kasus. Pada dua pekan lalu, Dinas Kesehatan mencatat 14.412 kasus baru selama 24 jam. Jumlah ini sedikit lebih rendah pada Kamis lalu.
Dengan jumlah orang terinfeksi corona yang terus meningkat, Prancis akan menghadapi pandemi selama berbulan-bulan jika tidak melakukan perubahan dalam sistem kesehatan nasional. "Gelombang kedua datang lebih cepat dari yang kita duga," kata Patrick Bouet, Kepala Dewan Dokter Nasional Prancis, kepada mingguan Journal du Dimanche, kemarin.
Bouet mengatakan kepada surat kabar itu bahwa peringatan yang disampaikan Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran belumlah cukup untuk mengantisipasi hal tersebut. "Dia tidak mengatakan bahwa dalam tiga sampai empat pekan, jika tak ada perubahan, Prancis akan menghadapi wabah yang meluas di seluruh wilayahnya. Pandemi akan terjadi selama beberapa bulan di musim gugur dan musim dingin yang panjang," ujar Bouet.
Pemerintah Presiden Emmanuel Macron mengumumkan serangkaian langkah untuk mencoba memperlambat penyebaran corona. Otoritas setempat meminta penutupan semua bar dan restoran di Marseille dan waktu tutup lebih cepat yang diterapkan di Paris dan beberapa tempat lainnya. Hal yang sama dilakukan Madrid, yang segera menerapkan pembatasan atau lockdown lebih ketat.
Namun pembatasan untuk memperlambat penyebaran penyakit di daerah-daerah yang paling parah dilanda di negara itu, termasuk Kota Marseille di Mediterania dan wilayah Paris, telah menimbulkan perlawanan lokal. Sejumlah pemilik bar dan restoran di Marseille berdemonstrasi di luar gedung pengadilan kota. Mereka menentang penutupan tersebut.
Dihadapkan dengan kritik dari Wali Kota Paris dan Marseille, Perdana Menteri Prancis Jean Castex menyerukan "tanggung jawab" bersama dari lawan-lawan politik. "Yang tidak kita inginkan adalah kembali seperti pada Maret lalu," katanya. Pada Maret lalu, Prancis menerapkan lockdown ketat di Eropa. Warga Prancis diharuskan mengisi formulir ketika hendak meninggalkan rumah mereka.
Baik Ryan maupun Kerkhove sepakat bahwa penguncian atau lockdown seharusnya menjadi upaya terakhir bagi sejumlah negara dalam menangani pandemi. Ryan mengatakan, sebagian dari peningkatan kasus di Eropa terjadi karena kemampuan negara-negara dalam mendeteksi kasus lebih baik. "Lockdown secara nasional merupakan pilihan terakhir. Ini sudah akhir September, awal musim gugur, dan memerlukan pemikiran yang serius," kata Ryan.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan bahwa sekitar 70 persen kematian akibat Covid-19 berasal hanya dari 10 negara. Dia menegaskan, negara-negara ini perlu menurunkan jumlah kasus. Sepuluh negara dengan kematian terbanyak akibat Covid-19 adalah Amerika Serikat, Brasil, India, Meksiko, Inggris, Italia, Peru, Prancis, Spanyol, dan Iran.
REUTERS | FRANCE24 | EURONEWS | SUKMA LOPPIES
6
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo