Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WASHINGTON - Gulchehra Hoja-jurnalis Uighur yang menetap di Amerika Serikat-mencoba menelepon keluarganya di wilayah Xinjiang, Cina, setiap hari. Kadang-kadang, dia mencoba hingga 20 nomor berbeda, berharap bahwa seseorang akan menerimanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya tahu mereka tidak akan mengangkat telepon, tapi saya terus mencoba," katanya kepada CNN dalam sebuah wawancara dari kantornya di Washington, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia memang tidak mengharapkan jawaban karena 23 anggota keluarganya-termasuk bibi, saudara laki-laki, dan sepupu-sepupunya-telah menghilang bersama sekitar 1 juta warga etnis Uighur lain ke dalam "kamp pendidikan ulang" yang dikendalikan negara.
Hoja, wartawan Radio Free Asia (RFA) yang didanai pemerintah Amerika, mengatakan saudara laki-lakinya adalah yang pertama di keluarganya yang "menghilang" pada 28 September 2017. Bibinya, yang membesarkannya, dan sepupunya juga menghilang ke sistem penahanan massal Xinjiang tanpa penjelasan atau persidangan.
Laporan Kongres Amerika memperkirakan 1 juta warga Uighur, minoritas etnis muslim di Cina barat, ditahan di kamp-kamp di seluruh wilayah itu. Pemerintah Cina tidak pernah menjelaskan penahanan yang dimulai pada 2017 itu ataupun mengatakan berapa banyak orang yang ditahan di kamp-kamp itu. Namun ​​mereka berkukuh ini hanyalah "pusat pelatihan kejuruan", dan "siswa" lokal senang menghadirinya.
"Kamp-kamp ini menjadi pusat transformasi untuk mengubah budaya dan identitas Uighur. Ini belum pernah terjadi di mana pun pada abad ke-21," ujar Sean Roberts, Direktur Program Studi Pembangunan Internasional di George Washington University, kepada CNN.
Hoja bahkan menegaskan kamp ini adalah "genosida budaya".
Sebelum 2017, Sekretaris Partai Komunis Xinjiang, Chen Quanguo, telah memerintahkan pihak berwenang menindak keras keyakinan dan praktik muslim penduduk Uighur. Larangan ini mencakup penutupan wajah bagi muslimah dan janggut panjang bagi pria, kelompok belajar Al-Quran, serta mencegah pegawai pemerintah berpuasa saat Ramadan.
Adapun di kamp pendidikan ulang, mereka diwajibkan menyanyikan lagu komunis setiap hari sebelum makan dan mengucapkan terima kasih kepada Xi Jinping (Presiden Cina) atau Partai Komunis.
Membela kebijakan pemerintah, penyiar negara Cina, CCTV, menyiarkan rekaman dalam "kamp pelatihan kejuruan". Di sana, warga Uighur tersenyum sambil belajar keterampilan seperti menjahit.
Tapi Hoja menantang gagasan bahwa keluarganya sangat membutuhkan pelatihan kejuruan hingga mereka harus dibawa ke kamp. "Bibi saya dapat berbicara dalam tiga bahasa. Dia juga pensiunan dari Museum Xinjiang. Jadi pendidikan seperti apa yang perlu dia ambil?" ujarnya.
Pemerintah Cina mengklaim tindakannya di Xinjiang, termasuk penahanan massal, dirancang untuk membuat provinsi ini lebih aman. Gubernur Xinjiang, Shohrat Zakir, seorang Uighur, mengatakan kepada Xinhua pada Oktober lalu, bahwa sejak tindakan keras itu, "Xinjiang tidak hanya cantik, tapi juga aman dan stabil."
Kecurigaan terhadap motif tersembunyi Beijing atas upaya mengubah warga Uighur menjadi warga negara Cina tulen dilontarkan Profesor Roberts. "Jika Anda melihat rencana The Belt and Road Initiative (Sabuk dan Inisiatif Jalan), Xinjiang adalah lokasi penting yang akan berfungsi sebagai titik lompatan untuk semua ekspansi ekonomi ke Asia Tengah, Asia Barat Daya, dan Eropa," tuturnya.
The Belt and Road Initiative, yang menjadi kebijakan utama Presiden Xi, akan menciptakan koridor perdagangan antara Beijing dan seluruh dunia. Nama itu merujuk pada Jalur Sutra Maritim, yang akan menghubungkan Afrika melalui Asia Tenggara, dan Jalur Sutra, yang akan menghubungkan Xinjiang dengan mitra penting, seperti Pakistan, Turki, dan Rusia.
"The Belt and Road adalah alasan adanya urgensi untuk membersihkan populasi Uighur di Xinjiang pada saat ini," kata Roberts.
Dilansir Reuters kemarin, sekelompok duta besar negara-negara Barat di Cina, yang dipelopori Kanada, sedang mengusahakan pertemuan dengan pejabat tinggi di wilayah Xinjiang tentang dugaan pelanggaran hak terhadap etnis Uighur. Surat bersama ke-15 duta besar tersebut dikirim kepada Chen Quanguo.
"Kami sangat prihatin dengan laporan perlakuan terhadap etnis minoritas, khususnya warga etnis Uighur, di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang," demikian tertulis di surat tersebut menggunakan ejaan alternatif untuk Uighur. "Untuk memahami situasi dengan lebih baik, kami meminta pertemuan dengan Anda sesegera mungkin untuk mendiskusikan masalah ini." CNN | REUTERS | XINHUA | SITA PLANASARI AQUADINI
Upaya Kongres AS Selamatkan Uighur
Anggota parlemen di Kongres Amerika Serikat dilaporkan akan mengeluarkan undang-undang bipartisan untuk menghukum Cina atas penganiayaan terhadap warga Uighur, minoritas etnis muslim yang menghuni wilayah barat negara itu.
Beijing dilaporkan mengirim satu juta warga Uighur ke kamp pendidikan ulang. Cina juga dilaporkan berusaha mengumpulkan informasi pribadi, seperti surat nikah dan surat izin mengemudi, dari diaspora Uighur dan mengancam keluarga mereka di rumah jika tidak bersedia menyediakannya.
Rancangan undang-undang itu menjabarkan berbagai langkah yang direncanakan untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia oleh Cina terhadap warga Uighur. Berdasarkan RUU itu, Gedung Putih diminta mengutuk penganiayaan terhadap warga Uighur, mengutus "koordinator khusus" perihal masalah Uighur, melarang ekspor teknologi Amerika yang digunakan Beijing dalam kasus Uighur, hingga menjatuhkan sanksi kepada pihak berwenang, termasuk Chen Quanguo, yang diyakini sebagai arsitek penindasan Uighur.
Senator Marco Rubio dari Florida, Chris Smith dari New Jersey, dan Senator Bob Menendez dari New Jersey merupakan tiga tokoh yang mensponsori RUU itu. Rubio dan Smith bekerja sama dengan Komisi Eksekutif Kongres di Cina, dan merupakan dua pengkritik Cina paling vokal di Kongres AS.
Namun Beijing kemarin mengecam rencana tersebut dan menuduh Kongres AS ikut campur dalam politik domestik Cina. "Saya berharap bahwa anggota parlemen Amerika dapat lebih peduli tentang urusan domestik mereka sendiri," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying. BUSINESS INSIDER | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo