Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA namanya diumumkan sebagai presiden terpilih, Mikhail Gorbachev, 5 tahun, bangkit dari kursinya diiringi tepuk tangan riuh dari anggota parlemen Uni Soviet yang memberikan suara secara rahasia, Kamis pekan lalu. "Hanya dia yang mampu mengguncang kerajaan yang terlelap selama ini," kata penulis terkemuka Soviet, Chingiz Aitmatov, mengomentari jalannya pemilihan. "Ia memiliki keberanian untuk memulai sebuah revolusi baru." Tidak heran bila tak tersirat keraguan dari hampir semua anggota parlemen itu dalam memberikan suara mereka untuk Gorbachev: 2.128 pemilih. Hanya 87 suara yang tak menghendakinya sebagai presiden. "Disiplin Partai tak memungkinkan saya melawan Gorbachev," ujar Boris Yeltsin. Wakil dari daerah pemilihan Moskow ini, yang semula disebut-sebut sebagai saingan berat Gorbachev untuk kursi kepala negara, gagal bertarung setelah parlemen memutuskan mencoret namanya sebagai kandidat presiden. Kandidat lain, Alexander Obolensky, 46 tahun, juga dicoret parlemen. Meski insinyur bangunan yang melontarkan ide penghapusan golongan elite dalam pemerintahan dan Partai ini sempat menarik simpati banyak anggota parlemen, toh itu tak menolongnya untuk bersaing dengan Gorbachev. "Saya sadar bahwa saya tak akan menang melawan Mikhail Sergeyevich," pidato Obolensky di depan parlemen. "Tapi setidaknya sejarah mencatat bahwa pemilihan kali ini menyertakan kandidat lain." Tidak hanya itu yang berubah dalam sidang pemilihan kepala negara Soviet kali ini. Kritik terhadap tokoh nomor satu Soviet tak lagi dilakukan secara tersamar seperti di masa lalu. Kecaman yang dilontarkan ke alamat Gorbachev terutama menyangkut kebijaksanaannya di bidang ekonomi, sosial, politik, dan penanganan kerusuhan-kerusuhan antaretnis di Tblisi, yang menelan 21 korban orang Georgia bulan lalu. "Dapatkah dibenarkan bila tentara dikirim untuk menumpas rakyat?" begitu kritik Marju Lauristin terhadap cara-cara penguasa Kremlin meredam aksi di Tblisi. Lauristin, yang mewakili Estonia, minta peserta sidang berdiri mengheningkan cipta bagi korban bentrokan antaretnis maupun oleh tentara. Lebih berani lagi adalah pertanyaan yang diajukan utusan dari Leningrad dan Ukraina. Mereka mendengar selentingan bahwa Raisa, istri Gorbachev, minta dibangunkan vila di tempat kelahirannya. "Benarkah ada vila mewah dibangun untuk Anda di Crimea?" tanya mereka kepada Gorbachev. Gorbachev menjawab semua kritik atas dirinya dengan tenang. "Banyak kekurangan dan kekhilafan telah terjadi," katanya. "Dan itu tak dapat saya hindari." Gorbachev, yang memimpin sidang dengan tangkas, menyelipkan humor untuk mengalihkan perhatian anggota parlemen yang mengkritik dirinya. "Saya tahu, ada kartun yang menggambarkan Brezhnev dengan banyak bintang jasa di dadanya," ujarnya. "Sementara itu, di dada saya tertempel banyak kupon makanan." Peserta sidang tertawa riuh mendengar guyonan itu, dan lupa ada pertanyaan mereka yang tak dijawab Gorbachev. Debat kusir antara delegasi Armenia dan Azerbaijan, yang berseteru dalam soal antaretnis tahun lalu, sampai-sampai beberapa anggota parlemen terpaksa datang ke meja pimpinan sidang minta debat itu dihentikan saja, dinilai Gorbachev sebagai buah perestroika yang dicanangkannya. "Saya menyadari bahwa proses ini merupakan hal baru bagi kita semua," ujarnya. "Tapi hal itu menunjukkan bahwa perestroika telah melangkah ke depan." Sekalipun suasana sidang parlemen makin hidup, tak berarti kerja petugas persidangan kian rapi. Dalam suatu sidang yang berakhir dengan pemungutan suara, Gorbachev, selaku pemimpin sidang, terpaksa meminta agar diadakan penghitungan jumlah tangan yang diangkat. Padahal, mereka yang hadir tak sedikit: 2.115 dari dari 2.250 anggota parlemen. Dalam pertemuan-pertemuan penting biasanya peserta sidang tinggal memencet bel pilihan mereka (memberikan suara atau menolak), dan perimbangan angkanya akan terhitung secara elektronik. Beda dengan presiden pendahulunya, kedudukan kepala negara yang dipegang Gorbachev bukan lagi sebagai simbol semata. Sebagai presiden, untuk masa jabatan lima tahun dan bisa diperpanjang, Gorbachev punya wewenang menunjuk perdana menteri dan menentukan kebijaksanaan luar negeri. Ia juga mengetuai Majelis Tertinggi (semacam Majelis Permusyawaratan Rakyat di sini), yang anggotanya dipilih parlemen. Selain itu, Gorbachev punya wewenang tertinggi dalam hal pertahanan dan keamanan nasional. Melihat kekuasaan yang dihimpun di tangan Gorbachev besar sekali, tak heran bila tokoh pembangkang Andrei Sakharov, yang diberi Gorbachev kesempatan pertama untuk berpidato di parlemen seusai pemilihan anggota Majelis Tertinggi, mengimbau agar kekuasaan legislatif berda di tangan parlemen, bukan pada Majelis Tertinggi. Pembicara lain malah meminta agar Gorbachev melepaskan jabatan Sekjen Partai Komunis Uni Soviet (PKUS). "Ini untuk mencegah campur tangan Partai pada masalah kenegaraan yang berada di tangan Presiden," kata pembicara itu. Pemilihan anggota Majelis Tertinggi, yang berjumlah 542 orang. memang berjalan alot. Yeltsin, yang semula gagal terpilih sebagai anggota Majelis Tertinggi ia menduduki urutan ke-12 dari 11 kursi kelompok Federasi (nasionalis) -- akhirnya terpilih, setelah salah seorang anggotanya mengundurkan diri Senin lalu. Padahal. kegagalan Yeltsin itu sempat membuat para pendukungnya, sekitar 70.000 orang, turun ke jalan Ahad lalu. Mereka memprotes hasil pemilihan Majelis Tertinggi dan minta agar Gorbachev mengundurkan diri dari semua jabatannya. "Kenapa wakil-wakil kami ditolak parlemen?" tulis sebuah spanduk yang dibawa pendukung Yeltsin. Sakharov, yang berada di antara para demonstran yang berkumpul di Stadion Luzhniki, Moskow, ikut menuduh pemilu yang disaksikannya sebagai tindakan manipulasi parlemen. "Rakyat tak percaya lagi pada penguasa. Demikian juga sebaliknya," katanya. Keberhasilan Yeltsin disusul dengan terpilihnya Anatoly Lukyanov sebagai wakil presiden. Kawan akrab Gorbachev sejak di bangku kuliah ini, dengan mudah terpilih dalam pemilihan tertutup oleh anggota Kongres, Senin lalu. Calon tunggal berusia 59 tahun ini, memenangkan suara mutlak dengan 179 suara menentang, dan 137 suara kosong, meski sebelumnya ditentang mayolitas Majelis Tertinggi.Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo