Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Hilang Bremer, Datang Negroponte

Pemerintahan transisional Irak masih berada di balik bayang-bayang Amerika. Salah satu bantuan yang masih amat diperlukan Irak dari Amerika adalah mengamankan aset ekonomi—terutama minyak.

19 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjamuan itu dilangsungkan di kawasan Al-Faw. Tepatnya di bekas istana Saddam Hussein—mantan Presiden Irak—di Bagdad. Di ruang istana yang anggun itu, Duta Besar Amerika untuk Irak, John Negroponte, mendapat kehormatan menempati kursi di bagian tengah meja. Mengapit Negroponte adalah Panglima Angkatan Bersenjata Irak Jenderal Omar Bakar serta Menteri Pertahanan Irak. Lalu ada Komandan Komando Sentral Pasukan Koalisi Jenderal Abizaid, Letnan Jenderal George Casey, serta Letnan Jenderal Ricardo Sanchez. Sembari berjamu, mereka menggelar diskusi terbatas pada akhir Juni lalu seusai serah-terima jabatan komandan pasukan koalisi di Irak, dari Letnan Jenderal Ricardo Sanchez ke Letnan Jenderal George Casey. TEMPO tak dapat berlama-lama dalam ruangan itu karena para juruwarta segera dihalau dari ruangan itu ketika suhu diskusi mulai menghangat. Satu yang menarik, suasana pertemuan pada hari itu seakan membenarkan rumor yang telah lama beredar di Irak: Negroponte bakal menjadi tokoh penting di balik kebijakan pemerintahan transisional di Irak. Sumber di kabinet Allawi—dia mati-matian menolak disebut namanya—mengatakan kepada TEMPO via telepon internasional pada pekan lalu bahwa Perdana Menteri Iyad Allawi dan Presiden Ghazi Yawer secara rutin melakukan koordinasi dengan diplomat Amerika tersebut. Apalagi, ketika menyampaikan surat diplomatik kepada Presiden Yawer, sehari setelah serah terima kekuasaan pada 28 Juni, Negroponte menegaskan ada tiga hal utama yang menjadi pekerjaan rumah di negeri tersebut. Pertama, membantu rakyat Irak membekuk para teroris dan kriminal pengacau keamanan. Kedua, merekonstruksi dan meningkatkan pembangunan ekonomi. Ketiga, mengembangkan demokratisasi dan penegakan hukum di Irak. Jadi, apa bedanya tugas Negroponte dengan Bremer? Sejatinya, tidak jauh berbeda. Sebelum Allawi memegang kendali, otoritas kekuasaan berada di tangan Coalition Provisional Authority (pemerintahan koalisi) pimpinan Paul Bremer. Dalam lembaga ini tercangkok pula pemerintahan transisi yang terdiri atas representasi kelompok-kelompok di Irak. Dulu, CPA yang di depan, tapi pasca-serah-terima, pemerintahan transisi Irak yang pegang kuasa. Namun kendali Amerika belum sepenuhnya retas dari Irak. Mengutip ucapan Senator Joseph Lieberman kepada TEMPO: ”Kekuasaan memang belum sepenuhnya bisa diserahkan.” Menurut Lieberman, rakyat Irak mesti bersyukur karena CPA bubar dan diganti dengan pemerintahan Irak. Dia menggarisbawahi, kekuasaan (pemerintahan baru Irak—Red.) belum sepenuhnya utuh, sampai pemerintahan hasil pemilu terbentuk. ”Tunggu sampai akhir Januari tahun depan,” Lieberman menambahkan. Berada di balik bayang-bayang Amerika barangkali juga tak terlalu menjadi soal bagi Allawi. Apalagi, hingga akhir pekan lalu, peledakan dan pembunuhan masih merajalela. Sasarannya tak hanya gedung-gedung utama di Bagdad. Bahkan Gubernur Mosul Kashmula tewas digranat pejuang tak dikenal dalam perjalanannya menuju ibu kota Irak. Alhasil, pasukan koalisi dengan tulang punggung tentara Amerika masih sangat dibutuhkan oleh pemerintahan baru Irak. Serangan teroris bahkan merambat hingga ke jaringan pipa minyak. Pertengahan pekan lalu, pipa minyak di kawasan selatan Irak luluh-lantak akibat ledakan. Selain menurunkan kapasitas produksi, peledakan ini dinilai akan mempengaruhi proses tender yang berlangsung pada akhir Agustus mendatang. Menurut kantor berita BBC, pemerintahan transisional pimpinan Allawi yang akan menetapkan pemenang tender pengilangan minyak. Ketiga kilang itu, ladang Khurmala dan Hamrin, keduanya di kawasan utara, serta ladang Suba-Luhais di bagian selatan, memang layak dilirik oleh perusahaan kilang minyak. Irak tercatat sebagai produsen minyak kedua terbesar setelah Arab Saudi. Hingga saat ini tercatat baru Petrel, perusahaan Irlandia, dan Shell dari Inggris yang sudah mengajukan penawaran. Sedangkan British Petroleum (BP), perusahaan minyak Inggris, belum unjuk perhatian. Jim Finn, Sekretaris Perusahaan Petrel, mengaku telah memasukkan penawaran sejak Maret hingga pertengahan Mei silam. Artinya, tender terjadi saat pemerintahan koalisi masih berkuasa. Beberapa kalangan menilai, pemerintahan transisional tak akan berani mengambil keputusan sendiri, tanpa melibatkan Negroponte. Ini bisa dipahami, mengingat sejak Januari hingga April silam, CPA pun telah mengucurkan kontrak senilai US$ 367 juta (setara Rp 3,3 triliun). Kontrak itu meliputi pembangunan sarana-prasarana seperti gedung sekolah, masjid, rumah sakit, instalasi air minum, dan pembangkit listrik. Juga, fasilitas olahraga, perbekalan polisi dan militer. Di antara aneka kontrak itu ada yang nilainya kecil tapi mendatangkan utang budi yang besar: US$ 31 ribu (atau Rp 285 juta) untuk penyediaan telepon seluler semua anggota pemerintahan transisional. Semua proyek ini berada di bawah koordinasi USAID (lembaga donor Amerika) dan Departemen Pertahanan. Satu hal, mayoritas kucuran dana pembangunan Irak pasca-perang dilibas perusahaan-perusahaan asing. Tengok saja siapa perusahaan yang mendapat tender pembangunan infrastruktur senilai US$ 1,8 miliar (Rp 16 triliun) pada Januari silam. Bechtel dan Parsons. Kedua perusahaan ini dikenal sebagai donatur utama Partai Republik dan kampanye Presiden George Walker Bush dalam pemilu 2000. Namun pihak Presiden Bush menolak ada kongkalikong di balik penunjukan tender itu. ”Tender diseleksi lewat USAID, tak ada intervensi dari siapa pun,” kata Direktur Procurement USAID, Tim Beans. Bechtel dan Parsons terhitung perusahaan konstruksi terbesar di Amerika. Keduanya sudah banyak makan asam garam menggarap sejumlah proyek besar bersama-sama di kawasan Teluk. Umpama, daerah mega-industri Jubail dan Yanbu—kota kembar di pesisir pantai timur dan barat Arab Saudi. Latar belakang ekonomi dan keamanan diduga menjadi faktor utama mengapa Amerika masih kuat dominasinya di pemerintahan Irak yang baru. Amerika membantu mengamankan berbagai potensi ekonomi Irak, termasuk minyak. Dan jika Amerika berhasil mendapatkan kompensasi pangkalan militer di negeri itu, konstelasi geopolitik di Timur Tengah pasti akan berubah. Sumber TEMPO dalam kabinet Allawi mengabarkan adanya perpecahan dalam tubuh pemerintahan baru itu. Sebab, sebagian anggota kabinet menginginkan keterlibatan negara-negara Eropa dalam restrukturisasi Irak. ”Untuk perimbangan pengaruh,” katanya. Apa pun bentuk pro dan kontra di kabinet yang baru terbentuk itu, harus diakui, sulit bukan main bagi Allawi dan kawan-kawan untuk menipiskan warna Amerika dalam pemerintahan baru Irak. ”Utang budi” teman baru dari seberang itu telanjur bertumpuk-tumpuk: dari urusan menumbangkan Saddam hingga urusan ”menjaga” Irak dari hantaman para teroris baru yang kini amat anarkis mendera Bagdad dan sejumlah kota lain—selepas serah-terima kekuasaan. Rommy Fibri (Bagdad)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus