Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HONG KONG - Hong Kong kembali bersiap menghadapi aksi unjuk rasa besar-besaran menjelang pembahasan putaran kedua amendemen Undang-Undang Ekstradisi di parlemen hari ini. Warga bertekad mengumpulkan massa lebih besar dibanding aksi protes yang digelar pada Ahad lalu. Saat itu, sekitar 1 juta warga Hong Kong turun ke jalan untuk menentang amendemen tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan pengusaha Hong Kong kemarin dilaporkan mengizinkan karyawannya mengikuti demonstrasi penolakan pembahasan amendemen itu. Para pengusaha itu ialah pebisnis kedai kopi dan restoran, toko kamera, toko mainan, salon kuku, studio yoga, hingga toko hiburan dewasa. Ini menjadi langkah yang langka di negara yang dikenal dengan semangat ekonomi kapitalisme itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah petisi online dibuat, menyerukan 50 ribu warga untuk mengepung gedung parlemen Hong Kong pada Selasa, pukul 22.00 waktu setempat, dan bertahan hingga hari ini. Mereka juga menyerukan agar massa mendesak Kepala Eksekutif Hong Kong yang pro-Beijing, Carrie Lam, mengundurkan diri.
Seorang pemilik studio Meet Yoga menulis di akun Instagram pribadinya, "Hong Kong dibangun dari berbagai generasi dengan kerja keras. Hong Kong tanpa kebebasan? Mengapa tidak sekalian hapus saja dari peta dan sebut itu Cina?"
Sementara itu, seorang pemilik toko bunga menulis, "Saya seorang gadis Hong Kong yang tidak mengenal politik dan menemukan kesenangan dalam hal-hal kecil di kehidupan. Namun bahkan saya tahu politik mempengaruhi semua aspek kehidupan kami."
Pengacara di Hong Kong, Michael Vidler, mengatakan dalam kesempatan terpisah bahwa ia akan mengizinkan para karyawannya "bertindak sesuai dengan keinginan mereka" jika memang ingin ikut berunjuk rasa.
Gerakan ini ramai menjadi perbincangan sejak kemarin setelah para pebisnis menggaungkan tagar 612strike dalam bahasa lokal di berbagai platform media sosial untuk menunjukkan dukungan mereka atas aksi pada 12 Juni.
Saat ini, Hong Kong tengah menggodok aturan yang memungkinkan proses ekstradisi ke mana pun, termasuk ke Cina. Proposal aturan ini menyulut amarah warga setempat karena khawatir akan sistem pengadilan Cina yang kerap bias dan dipolitisasi.
Amarah publik memuncak hingga ratusan ribu warga menggelar unjuk rasa besar-besaran yang berujung ricuh pada Ahad lalu. Rencana ini tak hanya menyulut emosi para pelaku bisnis, tapi juga para pekerja. Lebih dari 1.600 pegawai maskapai penerbangan, misalnya, meneken petisi agar perserikatan mereka ikut serta dalam unjuk rasa.
Sementara itu, salah satu serikat sopir bus di Hong Kong juga menyerukan agar anggotanya ambil bagian dalam demonstrasi hari ini. Para guru, perawat, pekerja sosial, hingga siswa sekolah juga sudah mengumpulkan kekuatan untuk meramaikan demonstrasi besok.
"Kami hanya ingin melindungi Tanah Air kami. Mengapa ini disebut salah? Saya mendesak semua orang Hong Kong mogok massal besok dan menolak amendemen jahat terhadap Undang-Undang Ekstradisi ini," tutur seorang siswa.
Namun Lam memastikan pemerintahannya tidak akan membatalkan pembahasan RUU Ekstradisi tersebut. Dia bahkan memastikan parlemen akan kembali membahas amendemen ini dalam rapat hari ini meskipun mendapat aksi oposisi besar-besaran dari dalam dan luar negeri.
"Saya menyerukan kepada sekolah, orang tua, institusi, korporasi, dan serikat pekerja untuk mempertimbangkan secara serius jika mereka mendukung aksi-aksi radikal," ujar Lam kepada media, seperti dilansir Reuters, kemarin.
Polisi antihuru-hara berjaga di sekeliling gedung parlemen sejak Senin pagi. Kelompok hak asasi manusia memperingatkan aparat dan pemerintah agar tidak menggunakan tindak kekerasan ketika menghadapi para pengunjuk rasa.
Amendemen Undang-Undang Ekstradisi Hong Kong memungkinkan tersangka kriminal yang diburu Beijing diekstradisi atau dihukum di Cina. RUU itu mulai diperdebatkan parlemen setempat hari ini dan kemungkinan besar akan disahkan.
Kelompok aktivis dan kubu oposisi menentang amendemen itu dengan alasan sistem hukum di Cina sarat akan penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, pengakuan paksa, dan masalah akses untuk pengacara.
Hong Kong telah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan 20 negara, termasuk Inggris dan Amerika Serikat. Namun belum ada perjanjian ekstradisi yang telah dicapai dengan Cina daratan meskipun negosiasi sudah berlangsung dalam dua dekade terakhir. GUARDIAN | REUTERS | CNN | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo