Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Indonesia Perlu Waspada Tiga Hal Ini Jika Donald Trump Menang Pilpres AS

Mantan dubes AS untuk RI menilai ada tiga hal yang Indonesia perlu waspadai jika Donald Trump terpilih menjadi presiden Amerika untuk kedua kalinya.

21 Mei 2024 | 13.00 WIB

Former President Donald Trump  Manhattan Criminal Court room during trial  in  NYC  May 13 2024. Trump faces 34 counts of falsifying business records related to the hush money payment to adult film actress Stormy Daniels. He has pleaded not guilty and denied a relationship with Daniels.    Mark Peterson/Pool via REUTERS
Perbesar
Former President Donald Trump Manhattan Criminal Court room during trial in NYC May 13 2024. Trump faces 34 counts of falsifying business records related to the hush money payment to adult film actress Stormy Daniels. He has pleaded not guilty and denied a relationship with Daniels. Mark Peterson/Pool via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) akan berlangsung pada 5 November 2024, dengan duel ulang antara Presiden Joe Biden dari Partai Demokrat dan mantan presiden Donald Trump dari Partai Republik. Mantan Duta Besar AS untuk Indonesia periode 2014 – 2016 Robert Blake menilai ada beberapa hal yang akan menjadi kekhawatiran bagi Indonesia jika Trump menang untuk masa jabatan kedua.

Blake menilai persiapan Trump dalam pilpres AS kali ini “jauh lebih disiplin” dibandingkan pada 2020, saat ia maju sebagai kandidat dan kalah melawan Biden. Keduanya mengalami pertarungan sengit dalam jajak pendapat terbaru Mei 2024, termasuk survei Economist/YouGov, Fox News, Reuters/Ipsos dan Morning Consult. Dalam jajak pendapat tersebut, Trump unggul dari Biden dengan selisih kecil di sebagian besar swing states, yakni negara bagian di mana Partai Demokrat dan Republik memiliki tingkat dukungan yang sama.
 
Menurut Blake, jika Trump menang dan memberi jabatan pemerintahan kepada para loyalisnya dalam masa jabatan kedua, maka akan muncul beberapa risiko “salah perhitungan” dalam kebijakan. Indonesia pun berisiko terdampak dalam tiga bidang yakni Laut Cina Selatan, perdagangan dan perubahan iklim.
 
AS secara rutin mengadakan operasi kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan yaitu wilayah perairan strategis yang menjadi objek sengketa antara Cina dan negara-negara yang juga mengklaim wilayah laut tersebut. Cina belakangan ini telah beberapa kali mengalami bentrokan di wilayah laut tersebut dengan Filipina, yang didukung AS.
 
“Jika ada insiden kapal Angkatan Laut AS ditabrak oleh kapal Cina atau semacamnya, di tangan yang salah dengan orang-orangnya tidak begitu berpengalaman, kejadian seperti itu bisa saja dibesar-besarkan,” kata Blake dalam sebuah diskusi dengan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta Selatan pada Senin, 20 Mei 2024.
 
Hal lain yang menurutnya perlu menjadi perhatian bagi Indonesia jika Trump terpilih adalah perdagangan. Trump, yang memberlakukan tarif meluas pada masa kepemimpinannya dan memicu perang tarif dengan Cina, kali ini kembali mengusulkan ide yang sama. Sebagai bagian dari kampanye kepresidenannya, ia mengatakan akan menerapkan sedikitnya 60 persen tarif untuk semua barang Cina, dan 10 persen tarif bagi impor dari semua negara ke AS.
 
“Jelas risikonya adalah memicu perang dagang. Oleh karena itu, negara-negara seperti Indonesia yang sangat bergantung pada perdagangan akan mengalami dampak buruk jika terjadi skenario seperti itu,” kata Blake.
 
Isu ketiga yang akan berpengaruh pada Indonesia adalah perubahan iklim. Trump, seorang konservatif yang tidak percaya perubahan iklim, diyakini akan menarik AS dari semua proses dan kerangka kerja perubahan iklim global. Hal ini mencakup pendanaan iklim, yang diberikan oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang.
 
Indonesia memiliki Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (JETP), perjanjian senilai US$20 miliar untuk mendekarbonisasi perekonomian bertenaga batu bara, yang melibatkan seluruh negara G7 sebagai mitra. Menurut beberapa wadah pemikir (think tank), dana US$20 miliar saja bahkan tidak cukup untuk Indonesia mencapai target emisi nol bersih pada 2050.
 
“Jika Trump memutuskan untuk menarik kembali semua hal tersebut, maka ini akan menjadi masalah yang sangat serius bagi upaya iklim global,” ujar Blake.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

Nabiila Azzahra

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menjadi reporter Tempo sejak 2023 dengan liputan isu internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus