Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ingin Jadi Anggota PBB, Palestina Minta Dewan Keamanan Gelar Pemungutan Suara

Palestina berencana mengajukan usulan pemungutan suara Dewan Keamanan PBB bulan ini untuk menentukan keanggotaan penuhnya dalam PBB.

2 April 2024 | 10.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Nasional Palestina akan mengajukan permohonan agar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan pemungutan suara pada April 2024. Dilansir dari Reuters, Senin, 1 April 2024, utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengatakan, pemungutan suara itu dilakukan guna menentukan keanggotaan penuh Negara Palestina dalam PBB.
 
"Palestina ingin Dewan Keamanan mengambil keputusan pada pertemuan tingkat menteri mengenai Timur Tengah pada 18 April 2024, namun pemungutan suara belum dijadwalkan," katanya.
 
“Tujuannya adalah untuk mengajukan permohonan tersebut melalui pemungutan suara di Dewan Keamanan bulan ini,” ujarnya.
 
Mansour, yang memiliki status pengamat tetap di PBB, mengatakan permohonan Palestina untuk keanggotaan penuh pada 2011 silam masih tertunda karena dewan beranggotakan 15 negara itu tidak pernah mengambil keputusan resmi.
 
Pengumuman rencana Palestina ini datang ketika perang Israel di Jalur Gaza masih berlangsung sejak 7 Oktober 2023, dan Israel kian memperluas permukiman di Tepi Barat yang diduduki.
 
Permohonan untuk menjadi anggota penuh PBB harus disetujui oleh Dewan Keamanan, dan setidaknya dua pertiga dari 193 anggota Majelis Umum PBB. Amerika Serikat sebagai sekutu Israel dalam hal ini diperkirakan mungkin menggunakan hak vetonya sebagai negara anggota tetap Dewan Keamanan.
 
Dewan Keamanan PBB diketuai oleh Malta untuk periode April 2024. Duta Besar Malta untuk PBB Vanessa Frazier mengatakan dia belum menerima permintaan tindakan resmi dari Palestina.
 
Sementara, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan bahwa Otoritas Palestina belum memenuhi kriteria yang disyaratkan untuk menjadi negara sejak permohonannya pada 2011, dan sejak itu justru telah menjauh dari tujuan tersebut.
 
“Selain itu, siapa pun yang mendukung pengakuan negara Palestina pada saat seperti ini tidak hanya memberikan hadiah kepada teror, namun juga mendukung langkah-langkah sepihak yang bertentangan dengan prinsip perundingan langsung yang disepakati,” kata Erdan.
 
Sebuah komite Dewan Keamanan sempat menimbang permohonan Palestina pada 2011 selama beberapa pekan. Namun komite tersebut tidak mencapai posisi bulat, dan dewan tidak pernah melakukan pemungutan suara mengenai resolusi yang merekomendasikan keanggotaan Palestina.
 
Saat itu, para diplomat mengatakan Palestina tidak mempunyai dukungan yang cukup di Dewan Keamanan, dan Amerika Serikat dikatakan menentang tindakan tersebut. Resolusi di Dewan Keamanan memerlukan setidaknya sembilan suara setuju dan tidak ada veto dari negara-negara anggota tetap yaitu AS, Rusia, Cina, Prancis, atau Inggris untuk dapat diadopsi.
 
Alih-alih mendorong pemungutan suara di Dewan, Palestina berpaling ke Majelis Umum untuk mengupayakan status negara pengamat non-anggota. Majelis tersebut menyetujui pengakuan de facto atas negara berdaulat Palestina pada November 2012.
 
Hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam mencapai status negara Palestina sejak penandatanganan Perjanjian Oslo antara Israel dan Otoritas Palestina pada awal 1990-an. Salah satu hambatannya adalah perluasan pemukiman Israel di wilayah Palestina.
 
REUTERS

Pilihan editor: Xi Jinping Bertemu Prabowo: Cina Ingin Hubungan dengan Indonesia Kian Erat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nabiila Azzahra

Nabiila Azzahra

Reporter Tempo sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus