Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“SELAMAT pagi.” Sapaan itu keluar dari Mantra, tentara Ukraina, saat bertemu dengan Tempo di sebuah lokasi pelatihan militer di Inggris selatan pada Jumat, 1 Desember lalu. Mantra adalah satu dari sekitar 3.000 tentara Ukraina yang dilatih oleh militer dari 11 negara di bawah payung program Interflex dalam menghadapi perang Rusia-Ukraina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti banyak orang Ukraina lain, hidup Mantra berubah drastis sejak invasi Rusia pada 24 Februari 2022. Ia meninggalkan kehidupan sipilnya sebagai pebisnis yang mengelola sebuah kantin di Kota Cherkasy, kota di Ukraina tengah. Ia pun memilih bergabung menjadi tentara untuk membela negaranya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantra lahir di Cherkasy, sekitar 157 kilometer arah tenggara Ibu Kota Kyiv. Ia pernah bekerja di Kroasia sebagai koki dan berkawan dengan orang Indonesia sehingga bisa mengucapkan “selamat pagi” dengan baik. Saat pulang pada akhir 2021, ia meneruskan bisnisnya di bidang kuliner. Semuanya berubah saat Rusia datang.
Awalnya ia mendengar kabar serangan Rusia itu dari kakeknya, yang berada di Kota Bucha, Kyiv Oblast. “Ketika saya menyalakan televisi, saya melihat helikopter terbang di atas bekas rumah saya,” katanya melalui seorang penerjemah. Anak perempuan dan bekas istrinya berada di sana. Peristiwa itu menggerakkan niatnya untuk mendaftar sebagai tentara.
Saat Mantra mendaftar di pos militer, antreannya panjang. Saat gilirannya tiba, ia menyampaikan keinginannya dan berharap ditugaskan di Bucha. Saat ditanyai apakah ia punya pengalaman menjadi tentara, ia bilang tidak. Sang perekrut lantas meminta nomor kontaknya dan berjanji menghubunginya.
Bucha jatuh ke tangan Rusia. Mantra mendapat kabar bahwa anak perempuannya berhasil keluar dari kota itu pada 9 Maret 2022 setelah dievakuasi oleh Pasukan Keamanan Ukraina dan Gereja Protestan. Rusia hengkang setelah dipukul mundur tentara Ukraina pada akhir Maret. Bucha kemudian menjadi pembicaraan dunia karena ada dugaan pembantaian warga sipil di sana.
Mantra baru bisa bergabung sebagai tentara lima bulan kemudian. Ia mendapat pelatihan dasar militer pada November 2022 di sebuah tempat di Inggris. Ia mengatakan berterima kasih atas pelatihan tersebut. Pelatihan itu membantu dia, dan juga tentara Ukraina lain, bisa bertahan dan lebih efektif bertempur di medan perang.
Lokasi penugasan pertama Mantra adalah wilayah Bakhmut pada musim dingin akhir tahun lalu. Di sana ia berhadapan dengan pasukan Wagner, tentara bayaran Rusia. “Mereka punya tentara lima kali lebih banyak,” ujarnya. Selain menang jumlah, Wagner menggunakan senjata mematikan yang dilarang secara internasional, yaitu bom fosfor.
Penugasan Mantra berakhir setelah sebuah tembakan artileri Rusia jatuh di sebuah rumah tak jauh dari posisinya. Pecahan metal mengenai wajah, kepala, dan bagian kiri badannya. Ia tak sadarkan diri dan segera dievakuasi dari Bakhmut dan dirawat selama tiga pekan. “Hingga saat ini saya kadang-kadang masih mendengar seperti suara peluit di telinga,” katanya.
Bakhmut menjadi daerah yang mematikan bagi kedua pihak. Setelah lebih dari 220 hari pertempuran, sebagian besar area seluas 41 kilometer persegi itu jatuh ke tangan Rusia pada Mei lalu. Ukraina kini berusaha merebutnya kembali. Pertempuran itu menyebabkan daerah tersebut menjadi kota mati.
Setelah pulih dari luka, Mantra ditugasi oleh komandan militer Ukraina sebagai instruktur. Ini bagian dari perubahan kebijakan untuk mengganti semua instruktur dengan mereka yang punya pengalaman perang secara langsung. Pelatihannya di Inggris ini juga sebagai instruktur. Mantra berharap dunia internasional mendesak Rusia keluar dari Ukraina segera agar perang ini berakhir.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Veteran Perang Bakhmut"