Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Irak Gelar Pemilu Setelah Kalahkan ISIS

Sekitar 24 juta warga Irak akan memberikan suaranya dalam pemilihan umum yang digelar pada hari ini.

12 Mei 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGDAD - Sekitar 24 juta warga Irak akan memberikan suaranya dalam pemilihan umum yang digelar pada hari ini. Ini merupakan pemilu pertama Irak sejak mengalahkan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) pada Desember lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga Irak akan memilih perdana menteri dan anggota parlemen yang baru agar terbentuk pemerintahan inklusif, sehingga dapat menangkal skandal korupsi yang meluas dan mengakhiri kekerasan sektarian yang menewaskan banyak orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perdana Menteri Haider al-Abadi akan menghadapi dua penantang, yaitu bekas Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mantan Menteri Transportasi Hadi al-Ameri. Hampir 7.000 kandidat dari partai yang berbeda akan berebut mengisi 329 kursi di parlemen Irak.

"Kami menginginkan keamanan. Di sini terjadi pembunuhan, pencurian, dan penculikan. Kami tidak pernah mengalami ini sebelumnya. Dalam 15 tahun terakhir, orang-orang telah dihancurkan," kata seorang buruh di Bagdad, Khalid Radi, kepada Reuters, kemarin.

Para pemilih diprediksi bakal memenuhi tempat pemungutan suara yang dibuka mulai pukul 07.00 hingga 18.00 waktu setempat, meski ISIS mengancam akan menyerang lokasi-lokasi tersebut.

Kemarin, pasukan keamanan telah memilih karena akan bertugas untuk mengamankan jalannya pemilu nasional. Sekitar 1 juta tentara, polisi, dan personel keamanan di seluruh Irak berpartisipasi dalam pemungutan suara yang ditutup pada pukul 18.00 waktu setempat.

"Saya memberikan suara untuk masa depan keluarga saya. Jadi, orang baik akan mengisi posisi yang tepat," ujar Khaled, yang berprofesi sebagai polisi.

Sejumlah antisipasi di bidang keamanan telah dipersiapkan. Di antaranya, bandara dan penyeberangan di perbatasan akan ditutup selama 24 jam selama pelaksanaan pemilu.

Selama 15 tahun terakhir, setelah jatuhnya diktator Saddam Hussein, tiga kelompok etnis dan agama utama di Irak-mayoritas Arab Syiah, minoritas Arab Sunni dan Kurdi-terus berselisih, sehingga menimbulkan korban jiwa.

Siapa pun yang memenangi pemilihan pada 12 Mei akan menghadapi tantangan membangun kembali Irak setelah empat tahun berperang melawan ISIS, mendorong ekonomi yang lesu, menyeimbangkan kepentingan para pendukung asing, serta mempertahankan persatuan rapuh negara itu dalam menghadapi ketegangan sektarian dan separatis.

"Tentu saja ada persaingan antara tiga kandidat utama untuk jabatan perdana menteri. Tapi hal itu tidak akan berdampak pada sistem yang dikontrol oleh kelompok tertentu," kata analis yang berbasis di Yordania, Adel Mahmud. REUTERS | AP | SITA PLANASARI AQUADINI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus