Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Iran 1979 taruhan di teheran

Mahasiswa pendukung khomeini menyandera warga as di teheran. akibatnya, pm. mehdi bazargan dan seluruh anggota kabinetnya mengundurkan diri. gaya syah membangun negeri akan ditinggalkan. (ln)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARENA alasan berobat, pemerintahan Carter pada mulanya mengira bahwa kehadiran Mohammed Reza Pahlevi di New York akan berjalan tenang saja. Ternyata kaum ulama di Teheran bahkan semakin galak menuntut supaya Amerika Serikat mengembalikan Syah itu segera ke Iran. Ketika tuntutan itu jelas dianggap sepi, sejumlah 450 mahasiswa berdemonstrasi ke kedutaan-besar AS di Teheran. Minggu itu (4 November), demonstrasi mereka bukanlah sekedar untuk berteriak-teriak dan membawa berbagai poster anti-Amerika Sekali ini mereka menyerang para marlnir yang mengawal kedutaan besar itu. Perkelahian berlangsung selama hampir tiga jam dan berakhir dengan para demonstran menduduki kedutaan besar itu dan menyandera 60 warganegara AS di situ. Kasus penyanderaan itu menjadi serius sekali, apalagi dikaitkan dengan soal apakah AS mau memenuhi tuntutan Teheran atau tidak. Pemerintahan Carter jelas dihadapkan pada suatu dilema: Di satu pihak ia tidak boleh membiarkan sekian banyak warganegara AS disandera. Tapi di lain pihak ia tidak pantas untuk menyerah pada tuntutan Ayatollah Ruhollah Khomeini supaya Syah dikembalikan. Syah Iran yang digulingkan dari tahtanya 9 bulan lalu sedang dirawat di rumah sakit Cornell Medical Centre, New York, karena menderita kanker Limfoma (kelenjar getah bening). Dr Hibbard Williams, kepala tim dokter yang merawatnya, mengatakan bahwa Syah memerlukan perawatan selama 6 bulan di AS. Apakah penyanderaan di Teheran berlanjut selama itu pula? Keesokan harinya (5 November) puluhan ribu mahasiswa berkumpul di depan kedutaan besar itu untuk memperkuat dukungan terhadap aksi penyanderaan itu. Mereka meneriakkan yel anti Amerika. Hajatoleslam Ahmad Khomeini, putra Ayatollah Khomeini pagi itu mengunjungi para mahasiswa yang sedang berdemonstrasi. "Kita harus memutuskan segala hubungan dengan AS,"kata Ahmad Khomeini 46 tahun kepada mahasiswa yang mengerubunginya. Sementara itu mahasiswa yang lam menunjukkan foto-foto para sandera yang berada di dalam wilayah kedutaan kepada para wartawan. Tak seorang wartawan pun yang diperkenankan memasuki tempat penyanderaan itu. Malam harinya, serombongan mahasiswa mendatangi pula kedutaan besar Inggeris. Mereka menyandera staf kedutaan dan beberapa orang wanita serta anak-anak dan menuntut agar bekas Perdana Menteri Syahpur Bakhtiar dikembalikan ke Iran. Padahal pimpinan mahasiswa sebelum itu sudah menghimbau rekan-rekannya untuk tidak meluaskan front dengan menyerang kedutaan lainnya. Di antara para sandera terdapat Kuasa Usaha Inggeris Arthur Wyatt. Penyanderaan ini terjadi karena beberapa jam sebelumnya Ayatollah Khomeini menuduh Inggeris memberi perlindungan kepada Syahpur Bakhtiar. Tapi itu tak berlangsung lama. NAMUN akibat aksi mahasiswa ini Perdana Menteri Mehdi Baargan terpaksa mengundurkan diri bersama seluruh anggota kabinetnya (lihat Sesudab Bazargan Bersuara Ulama). Dia rupanya tak mampu mengatasi krisis yang terjadi akibat gerakan mahasiswa yang didukung para ulama itu. Juga ikut berhenti Menlu Ibrahim Yazdi, tokoh di luar kalangan agama yang dekat dengan Khomeini sejak masa pengasingannya di Paris. Dan sampai pada pembentukan kabinet baru yang direncanakan akan berlangsung minggu ini, Khomeini telah menunjuk Abulhassan Bani Sadr sebagai Menlu. Dia dikenal sebagai tokoh anti-Amerika nomor wahid. Reaksi AS terhadap tuntutan para mahasiswa agar dikembalikannya Syah Iran cukup tegas juga. "Kami tidak akan menyerahkannya," kata Hodding Carter, jurubicara Deplu AS. Dalam usaha membebaskan para sandera itu Presiden Carter menunjuk bekas Jaksa Agung Ramsey Clark sebagai utusan khusus untuk menemui Ayatollah Khomeini. Tapi Khomeini rupanya tak bersedia menerima utusan Carter itu. "Saya tak ingin bertemu dengan setiap orang Amerika dalam waktu ini," kata Khomeini. Hal yang sama juga terjadi dengan delegasi PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) yang juga berusaha menjadi penengah untuk membebaskan para sandera. Radio Teheran yang dimonitor di Kuwait memberitakan bahwa para mahasiswa telah menolak utusan PLO untuk merundingkan pembebasan para sandera itu. "Dengan amat menyesal kami tak bersedia merundingkannya dengan anda," kata jurubicara mahasiswa itu. Di AS, mahasiswa Iran yang berdiam di sana juga menunjukkan solidaritasnya dengan rekan mereka di tanah air. Suatu gelombang demonstrasi terjadi di beberapa kota di AS, antara lain di Los Angeles, New York dan Washington. Bahkan suatu bentrokan hampir terjadi ketika seribu mahasiswa Iran yang sedang berdemonstrasi bertemu dengan kelompok demonstran Amerika di Washington pekan lalu. Para demonstran Iran yang meneriakkan 'Syah adalah- pembunuh' dan 'Hidup Khomeini' sempat diteriaki 'Hancurlah Khomeini, Hitler Baru' oleh para demonstran Amerika. Dan penduduk yang melihat kejadian itu tampaknya lebih bersimpati dengan para demonstran Amerika. Mereka juga ikut mengejek para mahasiswa Iran itu, 'Ambil minyak kalian' dan 'Bom Iran'. Di Houston dan Texas, ratusan orang Amerika berpawai dengan membawa bendera dan foto bintang film John Wayne -- yang menjadi simbol nasionalisme Amerika. Bahkan demonstran Amerika itu juga membawa poster yang bertuliskan 'Biarkan Syah tetap di sini, Kirimkan Carter kepada mereka'. Selama beberapa hari Gedung Putih juga cukup disibuki dengan dering telepon yang terus menerus dari rakyat Amerika. Mereka mendesak Presiden Carter agar mengambil tindakan tegas untuk menyelamatkan para sandera itu. "Sekali pun dengan kekerasan," begitu pesan mereka kepada Carter lewat telepon. Di Universitas St Louis, Missouri, seorang pria bersenjata datang meminta daftar nama mahasiswa Iran. Dia bermaksud membunuh mereka, namun dia dengan cepat akhirnya dilucuti oleh petugas yang berada di situ. Reaksi orang Amerika ini agak mengagetkan juga. Tapi Presiden Carter tampaknya berhati-hati dalam menentukan sikap. Dia telah menghimbau rakyat Amerika agar bersabar dan mencegah segala macam tindakan kekerasan. "Tindakan mereka (mahasiswa di Iran) itu memang terlalu kejam dan tidak berperikemanusiaan," kata Carter. Beberapa Senator malah mendesak Carter agar mengambil tindakan kekerasan. Umpamanya Senator Larry Mac Donald menganjurkan suatu penyerbuan militer ke Iran. Ada juga yang mengusulkan agar menggunakan cara pasukan komando Israel ketika membebaskan sandera di lapangan terbang Entebbe, Uganda. "Saya pikir kita harus mencari seorang perwira Israel yang merencanakan penyerbuan ke Entebbe untuk diangkat sebagai komandan penyerbuan ke Teheran," kata Senator Herman Talmadge. Namun kalangan yang dekat dengan Gedung Putih mengatakan, "kesabaran Carter ini sebagaimana yang dimiliki seorang negarawan hanya sepanjang tidak tertumpahnya darah orang Amerika yang disandera itu. " PERISTIWA penyanderaan ini cukup banyak melibatkan tokoh dunia. Antara lain Paus John Paul 11 menghimbau Ayatollah Khomeini supaya menyelamatkan jiwa mereka yang disandera. Bahkan Paus, memerintahkan Dubes Vatikan di Teheran, Mgr. Annibale Bugnini untuk menyampaikan pesan tersebut langsung kepada Ayatollah Khomeini. Kantor Berita Pars dari Teheran memberitakan bahwa Khomeini telah menerima utusan Paus itu, tapi tetap menolak untuk membebaskan para sandera. "Selama 50 tahun, 35 juta rakyat Iran menjadi permainan imperialisme terutama Amerika Serikat," kata Khomeini. "Selama ini tidak seorang pun yang berusaha jadi penengah untuk membantu bangsa tertindas ini, termasuk Paus." Kecamannya terhadap Paus John Paul ini disertai pula dengan pernyataan ketidak sediaannya bertemu lagi dengan pemimpin asing untuk merundingkan masalah sandera. "Masalah ini bukan di tangan saya tapi di tangan bangsa Iran yang mendukung tindakan mahasiswa itu," kata Khomeini. Di PBB Sekjen Kurt Waldheim memanggil Wakil Iran, Jamal Shemirani, supaya menyampaikan pesannya pada Khomeini. Waldheim menyatakan bersedia membantu mengatasi masalah ini. Juga berusaha sebagai penengah, Mohammad Ali. Bekas juara tinju dunia ini, bahkan menawarkan diri sebagai pengganti para sandera. "Agama kami mengajarkan perdamaian dan untuk itu saya bersedia mengorbankan diri," kata Ali. Tapi di Washington, pejabat Deplu AS menanggapinya sebagai prakarsa pribadi. Suatu reaksi keras datang dari Presiden Anwar Sadat. "Apa yang dilakukan Khomeini itu sangat melukai perasaan orang Islam dan sekaligus menjelekkan nama Islam," kata Sadat. "Islam seperti yang kita ketahui adalah agama yang penuh toleransi dan kasih sayang." Dia menyerang Khomeini sebagai orang yang lebih mementingkan ambisi politik daripada rasa kemanusiaan. Sementara itu Parlemen Mesir dalam sidangnya telah memutuskan secara aklamasi pemberian suaka politik bagi Syah Iran. Sepucuk surat yang dilayangkan seorang sandera kepada ibunya di Oak Creek, Wisconsin, menyebutkan bahwa para sandera mendapat pelayanan yang cukup baik. "Mereka (maksudnya mahasiswa) tak melukai kami sama sekali," tulisnya. Dalam surat itu dia juga bercerita telah menandatangani pernyataan agar pemerintah AS mengirimkan kembali Syah ke Iran. "Surat itu saya tandatangani tanpa paksaan," tulisnya. Jalan keluar dari kemelut belum kelihatan. Yang jelas peristiwa ini merupakan ujian buat Ayatollah Khomeini dan sekaligus juga buat Presiden Carter yang sekarang menghadapi kampanye pemilihan presiden untuk masa kerja berikutnya. Buat Khomeini, mungkin taruhannya cukup besar karena menyangkut seluruh rakyat Iran. Meskipun dla secara tegas mengatakan, "kami tidak pernah takut dengan ancaman intervensi militer AS." Di tengah-tengah gegap gempitanya para kaum revolusioner Iran menuntut pengembalian Syah terbetik juga suatu kekhawatiran. "Yaitu munculnya suatu pemerintahan baru ala Syah Iran yang bukan dipimpin oleh Syah," kata Menlu Bani Sadr.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus