Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Israel melancarkan operasi pasukan khusus yang membebaskan dua sandera di Rafah. Pembebasan sandera dilakukan melalui serangan udara pada Senin pagi, 12 Februari 2024. Menurut pejabat kesehatan setempat, serangan sandera itu menewaskan 37 orang dan melukai puluhan lainnya di kota Gaza selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut militer Israel, operasi gabungan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF), dinas keamanan domestik Israel Shin Bet dan Unit Polisi Khusus di Rafah membebaskan Fernando Simon Marman, 60, dan Louis Hare, 70. Kedua pria tersebut diculik oleh Hamas dari Kibbutz Nir Yitzhak pada 7 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Itu adalah operasi yang sangat kompleks,” kata juru bicara militer Israel Letkol Richard Hecht. “Kami telah lama mengerjakan operasi ini. Kami menunggu kondisi yang tepat.”
Para sandera ditahan di lantai dua sebuah gedung yang dibobol dengan bahan peledak selama penggerebekan, yang menyebabkan baku tembak sengit dengan gedung-gedung di sekitarnya. “Saya sangat senang mengumumkan bahwa malam ini dua sandera yang dibebaskan mendarat di sini di pusat medis Sheba, rumah sakit terbesar di Israel,” kata Prof Arnon Afek, direktur rumah sakit umum Sheba. “Mereka masuk ke IGD kami dan pemeriksaan awal dilakukan oleh staf IGD kami dan kondisinya stabil dan dirawat.”
Militer Israel mengatakan serangan udara di Rafah bertepatan dengan serangan tersebut untuk memungkinkan pasukannya ditarik. Serangan udara tersebut menyebabkan kepanikan yang meluas di Rafah karena banyak orang tertidur ketika serangan dimulai. Beberapa pihak khawatir Israel telah memulai serangan daratnya ke Rafah.
Pesawat, tank, dan kapal Israel ikut serta dalam serangan tersebut, dan dua masjid dan beberapa rumah terkena serangan, menurut warga. Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa serangan terhadap Rafah adalah kelanjutan dari perang genosida dan upaya pemindahan paksa yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.
Presiden AS Joe Biden mengatakan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada hari Minggu bahwa Israel tidak boleh melancarkan operasi militer di Rafah tanpa rencana yang kredibel untuk menjamin keselamatan sekitar 1 juta orang yang berlindung di sana, kata Gedung Putih.
Biden dan Netanyahu berbicara selama sekitar 45 menit. Pembicaraan dilakukan beberapa hari setelah Biden mengatakan respons militer Israel di Jalur Gaza berlebihan dan menyatakan keprihatinan besar atas meningkatnya jumlah korban sipil di wilayah kantong Palestina.
Kantor Netanyahu mengatakan bahwa mereka telah memerintahkan militer untuk mengembangkan rencana untuk mengevakuasi Rafah dan menghancurkan empat batalyon Hamas yang dikatakan dikerahkan di sana.
Warga Palestina di Gaza telah mencari perlindungan di kota Rafah yang berbatasan dengan Mesir ketika Israel tengah membombardir seluruh wilayah Gaza sejak 7 Oktober. Serangan Israel telah menewaskan hampir 28 ribu orang dan membuat 67.459 lainnya luka-luka sejak 7 Oktober, menurut angka otoritas kesehatan Gaza.
Pasukan Israel sebelumnya telah menyerang kota-kota lain di Gaza dan memerintahkan warga sipil untuk pergi tanpa menyiapkan rencana evakuasi yang jelas. Organisasi-organisasi bantuan mengatakan serangan terhadap Rafah akan berujung pada bencana.
Sekitar 1,5 juta orang kini berlindung di Rafah, menurut data terakhir badan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pengungsi Palestina atau UNRWA. Sebanyak 85 persen atau sekitar 1,9 juta warga Gaza telah terpaksa mengungsi sejak pembombardiran Israel, dengan sebagian besar rumah, bangunan publik dan infrastruktur lainnya dihancurkan oleh pasukan Israel.
REUTERS | ANADOLU
Pilihan editor: Alifia Soeryo, Mahasiswi Indonesia Tewas Tertimpa Pohon di Australia