Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Korea Selatan dilaporkan melakukan penggeledahan dan penyitaan di kantor pusat Hyundai Engineering & Construction di Jongno-gu, Seoul pada Sabtu pekan lalu. Menurut situs berita Korea Selatan, The Joong Ang pada Rabu 6 November 2024, hal ini dilakukan atas dugaan perusahaan itu memberikan suap kepada pejabat lokal Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Departemen Investigasi Kejahatan Internasional dari Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul, Hong Yong-hwa, mengatakan bahwa para eksekutif dan karyawan Hyundai Engineering & Construction diduga menyuap mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejaksaan Korsel menyelidiki tuduhan pemberian suap senilai Rp6,5 miliar kepada Sunjaya dalam enam kesempatan. Dugaan suap ini disinyalir untuk membungkam keluhan penduduk setempat tentang pencemaran lingkungan selama pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara unit kedua di Cirebon, yang telah beroperasi sejak 2017.
Pada Oktober 2019, dua aktivis dari kelompok lingkungan hidup Indonesia 'Walhi' menghadiri audit Komite Perdagangan, Industri, Energi, Usaha Kecil dan Menengah Majelis Nasional Korea Selatan sebagai saksi.
“Pembangkit listrik tenaga batu bara Cirebon menghancurkan lingkungan Indonesia dan masyarakat.”
Saat itu, melalui berbagai wawancara dengan media, mereka mengatakan, “Cirebon adalah desa nelayan kecil, namun air panas dan kotor mengalir keluar dari pembangkit listrik tenaga batubara unit 1 dan 2, sehingga ikan tidak dapat lagi ditangkap di laut terdekat.”
“Polusi udara sudah sangat parah sehingga warga bisa merasakannya. Saya batuk-batuk hingga sulit bernapas,” ujar saksi dari Walhi.
Sehubungan dengan hal ini, seorang pejabat Teknik & Konstruksi Hyundai mengatakan, “Kami mengonfirmasi rincian spesifik dari penyelidikan tersebut.”
Sunjaya Purwadisastra didakwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima gratifikasi, suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hingga Rp 64,2 miliar pada 20 Maret 2023. Uang haram tersebut salah satunya diperoleh terdakwa dari setoran Deputi General Manager (GM) Hyundai Engineering & Construction Co. Ltd untuk memuluskan proyek PLTU 2 Cirebon.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan Sunjaya menerima setoran Rp 7,02 miliar pada 2017-2018 supaya proyek PLTU 2 Cirebon diperlancar perizinannya. Padahal diketahui, proses pembangunan proyek itu bertentangan dengan Perda Kabupaten Cirebon No 17 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon 2011- 2031.
Kasus ini bermula saat PT Cirebon Energi Prasarana (PT CEP) ditunjuk menjadi owner proyek pembangunan PLTU 2 Cirebon yang berlokasi di Kecamatan Mundu, Pangenan dan Astanajapura. PT CEP kemudian menggandeng Hyundai Engineering & Construction sebagai main contractor dari proyek itu pada 2015.
Namun, saat wacana ini bergulir, terjadi penolakan secara besar-besaran. Warga berulang kali melakukan demo dan meminta proyek PLTU 2 Cirebon dibatalkan karena tak sesuai dengan Perda RTRW saat itu. Warga juga menuntut ganti rugi pada pekerjaan pengurukan tanah di lokasi proyek tersebut.
Para petinggi PT CEP yaitu Direktur Corporate Affair Teguh Haryono dan Direktur Utama Heru Dewanto menemui Sunjaya di Pendopo Bupati Cirebon pada 2016. Keduanya secara terang-terangan meminta kepada Sunjaya untuk memuluskan proyek PLTU 2 Cirebon, sekaligus menyerahkan uang Rp1 miliar kepada Sunjaya untuk menangani demo warga.
Akhir 2016, kedua petinggi PT CEP itu kemudian mengajak Herry Jung dan beberapa petinggi Hyundai seperti Kim Tae Hwa dan Am Huh selaku Project Manager Cirebon 2 CFPP Project Site pada Hyundai Engineering & Construction menemui Sunjaya di rumah dinasnya.
Mereka kemudian meminta lagi Sunjaya untuk bisa memuluskan proyek PLTU yang sedang digarapnya.
Baru-baru ini, Departemen Investigasi Kejahatan Internasional dari Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul fokus mengungkap perusahaan-perusahaan dalam negeri yang menyuap pejabat pemerintah daerah selama ekspansi mereka di luar negeri.
Pada 10 Oktober lalu, pejabat Perusahaan A, sebuah perusahaan desain dan pengawasan teknik sipil skala menengah, dan Perusahaan B, sebuah perusahaan perangkat lunak otomasi pabrik skala menengah, didakwa tanpa penahanan atas tuduhan melanggar Undang-Undang Pencegahan Suap Internasional.
Pilihan Editor: Eks Bupati Cirebon Dapat Remisi Lebaran, Ini Kasus Korupsi Sunjaya Purwadisastra Terima Suap Rp 66 Miliar
NAVER NEWS | THE JOONG ANG