Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAMALLAH - Salah satu hal pertama yang dilakukan Ahed Tamimi, remaja 17 tahun yang baru saja bebas dari penjara Israel karena kedapatan menampar seorang tentara pada Ahad lalu, adalah mengunjungi kedai es krim di pusat Kota Ramallah, Tepi Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentu saja tak ada es krim di penjara. Saya sangat menyukainya. Di musim panas sebisa mungkin saya makan es krim untuk sarapan, makan siang, dan makan malam," kata Ahed seperti dikutip Daily Mail, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski menjadi simbol perlawanan bagi rakyat Palestina setelah menjalani masa hukuman delapan bulan bersama sang ibu, yang turut dibebaskan pada Ahad lalu, Ahed tetaplah seorang remaja.
"Saya merasa bangga menjadi simbol bagi perjuangan Palestina, untuk menyampaikan pesan Palestina ke seluruh dunia. Tentu saja, itu adalah beban berat. Itu tanggung jawab besar. Tapi saya benar-benar yakin bahwa saya bisa melakukannya."
Namun, saat ini, dia berharap untuk sedikit beristirahat dan memutuskan langkah selanjutnya. "Akhirnya, saya melihat langit tanpa pagar. Saya bisa berjalan tanpa diborgol. Saya bisa melihat bintang-bintang dan bulan. Saya belum melihat mereka untuk waktu yang lama dan sekarang saya bersama keluarga."
Selama delapan bulan terakhir, wajahnya terlihat di mana-mana di berbagai belahan dunia, dari London hingga Washington. Di poster-poster yang bertebaran, matanya yang berwarna biru terlihat menatap sambil menantang dengan rambut khasnya yang pirang keriting panjang.
Ahed Tamimi menjadi simbol perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel. Ketika Israel menangkap dan memenjarakan Ahed saat berusia 16 tahun karena menampar seorang tentara di Tepi Barat, video kejadian itu beredar viral di Internet.
"Siapa pun yang menyakiti tentara kami di siang hari, akan ditangkap malam harinya," begitu pernyataan Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman, setelah Ahed diciduk dari rumahnya pada dinihari Desember lalu, empat hari setelah dia menampar tentara Israel, peristiwa yang menjadi sensasi di Internet.
Israel bahkan merilis video penangkapan Ahed keesokan harinya kepada media. Tindakan itu justru membuat Ahed makin menjadi simbol perlawanan.
Reaksi Israel yang berlebihan justru menuai kemarahan internasional. Tagar "Bebaskan Ahed" berkumandang di dunia maya dan menjadi bagian dari slogan unjuk rasa membela Palestina. Sejumlah pesohor papan atas Amerika seperti Sarah Silverman, Alice Walker, Danny Glover, dan Rosario Dawson ikut menyuarakan aksi ini.
Pembebasannya pun menuai kontroversi lain. Keluarga Ahed dan Nariman-ibundanya-dibuat pontang-panting dari satu pos pemeriksaan Israel ke pos pemeriksaan lain sejak Sabtu lalu. Mereka memperoleh informasi simpang-siur dari berbagai lembaga dan media Israel tentang lokasi pembebasan Ahed dan ibunya.
Seperti dilansir Haaretz, ketika akhirnya Ahed dan ibunya berada di pos pemeriksaan Rantis, yang dekat dari rumah mereka di Desa Nabi Saleh, ternyata keduanya tak langsung dibebaskan dan justru dipindahkan dari mobil penjara ke jip militer. Sebelumnya, mata mereka ditutup dengan kain seperti pesakitan.
Kegaduhan pun terjadi di pintu masuk desa, karena hanya Ahed yang dilepas, sedangkan ibunya tidak. Setelah bentrokan nyaris pecah, militer Israel pun akhirnya melepas Nariman. "Anggota keluarga dan teman-teman Ahed terlalu bahagia untuk memutuskan apakah ini prosedur IDF (militer Israel) yang normal, atau apakah mereka ingin mempermalukan keduanya sampai akhir. Jika itu tujuannya, itu tidak berhasil," demikian penjelasan Haaretz.
Pembebasan Ahed dan ibunya disambut tangis haru dan kebahagiaan banyak orang, sambutan dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas, ucapan selamat dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, undangan oleh cucu Nelson Mandela untuk berkunjung ke Afrika Selatan, hingga antusiasme luar biasa dari media internasional.
Dalam konferensi pers, Tamimi berterima kasih kepada para aktivis dan media atas dukungan mereka selama masa penahanannya. Dia mengungkapkan kebahagiaannya karena bisa memeluk anggota keluarga yang menantinya selama dia dipenjara. Kendati demikian, perasaan bahagia itu masih "setengah hati" karena beberapa kawannya masih harus mendekam di balik jeruji Israel. THE GUARDIAN | DAILY MAIL | HAARETZ | SITA PLANASARI AQUADINI
Ratusan Anak Terkungkung di Penjara Israel
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menyatakan lebih dari 5.000 warga Palestina telah dijebloskan ke dalam penjara di Israel, di mana 291 di antaranya adalah anak-anak.
"Saat ini ada hampir 5.900 tahanan Palestina, termasuk 291 anak-anak, berada di penjara Israel," kata seorang anggota eksekutif PLO, Hanan Ashrawi, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadolu Agency, Senin lalu.
"Israel terus-menerus melanggar hak-hak tahanan politik Palestina, sementara masyarakat internasional menutup mata terhadap perilaku ilegal dan perlakuan tidak manusiawi seperti itu," kata Hanan.
Pernyataan itu muncul setelah ikon perlawanan remaja Palestina Ahed Tamimi dan ibunya dibebaskan oleh pemerintah Israel setelah keduanya ditahan selama kurang-lebih delapan bulan.
Tamimi menjadi ikon internasional untuk perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel, setelah dia difilmkan menampar seorang tentara Israel yang datang ke rumahnya untuk menangkap saudaranya.
Namun angka berbeda dikeluarkan Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ketua Komisi HAM PBB Zeid Ra’ad Al Hussein menyebutkan ada 440 anak Palestina yang kini berada dalam penahanan tanpa dakwaan oleh Israel.
"Israel harus segera menuntut, atau membebaskan semuanya," kata Zeid sepekan lalu, seperti dilansir Press TV, sambil mengingatkan bahwa sistem penahanan administratif rezim Tel Aviv adalah "pelanggaran hak asasi manusia yang mendasar."
Dia menambahkan, berdasarkan hukum internasional, penahanan anak harus dilakukan sebagai upaya terakhir.
"Dan apakah untuk anak-anak atau orang dewasa, penahanan tanpa pengadilan, dengan bukti-bukti yang sering dirahasiakan, di bawah perintah-perintah penahanan administratif yang sering tidak dapat diperbarui, bertentangan dengan kewajiban Israel di bawah hukum internasional? Ini harus berakhir," ujar dia, sambil berbicara tentang pertemuan yang difokuskan pada gelombang kekerasan baru-baru ini di Jalur Gaza. ANADOLU | PRESS TV | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo