Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NEGOMBO - Peti mati datang satu per satu, sebagian peti terasa berat dan sebagian lainnya ringan. Buldoser menggali tanah untuk membuka lahan pemakaman yang sangat besar, dibantu orang-orang yang bertelanjang kaki menggunakan sekop.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemakaman massal para korban serangan bunuh diri pada Ahad lalu di Sri Lanka yang menewaskan sedikitnya 253 orang dan melukai 500 lainnya, termasuk puluhan anak-anak dimulai pada Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pelaku bom yang diidentifikasi sebagai ekstremis Islam oleh pemerintah menyerang tiga gereja selama misa Paskah serta tiga hotel. Di Negombo, tempat serangan paling mematikan terjadi, kendaraan personel lapis baja berbaris di jalan saat upacara pemakaman dibuka di tengah keamanan ketat dan kesedihan. Tapi kesedihan mulai berubah menjadi kemarahan.
Di dekat pemakaman, sekelompok pria meninju pagar dan berbicara tentang balas dendam. Suresh Kumara, seorang pengusaha, mengatakan sudah jelas siapa yang harus membayar. "Saya merasa ingin pergi dan membunuh muslim-muslim itu dalam serangan bunuh diri," kata pria berusia 35 tahun itu. "Teman-teman dan kerabat saya meninggal di gereja itu."
Sementara itu, di pemakaman lain, K.S. Manike, 56 tahun, yang datang bersama putranya yang berusia remaja untuk berdoa, mulai menangis. Ketegangan sangat terasa. "Ketika satu kutu busuk menggigit, Anda ingin membunuh mereka semua," ujar penganut Buddha itu. "Seperti itulah yang terjadi di Sri Lanka sekarang."
Suasananya sangat meresahkan. Di berbagai tempat di Sri Lanka, toko-toko milik muslim dirusak dan ratusan keluarga muslim mulai meninggalkan daerah-daerah yang dihuni warga dengan agama beragam karena khawatir akan nyawa mereka.
Beberapa kilometer dari Gereja St Sebastian-tempat lebih dari 100 orang dibom bunga bunga dan spanduk bertulisan "belasungkawa terdalam" dalam dua bahasa terpasang di gerbang di luar Masjid Agung Negombo.
Di dalam masjid itu, sekelompok pria berjanggut yang mengenakan topi berkerumun di sekitar meja konferensi besar, mempertimbangkan langkah mereka selanjutnya.
Seusai pengeboman, jemaah masjid memberikan paket beras ke rumah sakit. Mereka juga menawarkan pembayaran freezer untuk mengangkut mayat. Selain itu, mereka menawarkan bantuan transfusi darah dan mendekati para pemimpin gereja.
"Kami akan melakukan apa saja untuk membantu," tutur ketua masjid, M.A.M. Rameez. "Kami sangat sedih. Kami mengatakan bahwa para pelaku bom harus dihukum berat atas apa yang mereka lakukan. Itu adalah serangan terhadap kemanusiaan."
Namun ia mengakui bahwa pendekatan itu sulit. Seorang imam gereja meminta para anggota jemaah masjid menjauh dari pemakaman sampai suasana mendingin, meskipun tidak ada yang tahu kapan itu akan terjadi. Pengurus masjid juga mengimbau jemaah untuk tidak keluar dari rumah. Toko-toko pun ditutup.
Sri Lanka, dengan populasi 21 juta penduduk, terdiri atas campuran etnis dan agama, tapi didominasi oleh Buddha Sinhala. Populasi muslim hanya 10 persen dan merupakan minoritas terbesar kedua setelah Hindu. Adapun sekitar 7 persen penduduk Sri Lanka adalah Nasrani.
Umat Islam menerima serangan kekerasan sporadis dan kebencian sejak perang saudara berakhir pada 2009. Para biksu Buddha garis keras memimpin kampanye melawan komunitas muslim. Pada 2013 dan 2018, bisnis muslim diserang.
Seusai serangan saat Paskah, para pemimpin Sri Lanka, termasuk Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, menyerukan perdamaian dan solidaritas di antara warga. "Mayoritas muslim mengutuk ini dan mereka sama marahnya dengan orang Tamil dan Sinhala akan apa yang terjadi," kata dia, Selasa lalu.
Hilmy Ahamed, Wakil Presiden Dewan Muslim berpengaruh di Sri Lanka, mengatakan komunitas itu bersiap menghadapi serangan balasan, dengan emosi yang memuncak. "Ratusan orang dimakamkan (jadi) akan ada ledakan emosi dan beberapa mungkin terjadi," ujar dia.
"Kami telah meminta pemerintah untuk memastikan keamanan. (Serangan) ini tidak dilakukan oleh komunitas muslim, tapi oleh beberapa elemen pinggiran."
Ahamed dan para pemimpin muslim lainnya mengatakan telah memperingatkan pemerintah Sri Lanka selama bertahun-tahun tentang Jamaah Tauhid Nasional, kelompok yang diduga pemerintah sebagai tersangka utama dalam serangan itu.
Pemimpin kelompok itu, Zahran Hashim, dikenal oleh para pemimpin muslim sebagai ekstremis. "Orang ini penyendiri dan dia telah meradikalisasi anak muda dengan menyamarkannya sebagai kelas pengajaran Al-Quran," kata Ahamed.
THE NEW YORK TIMES | CHANNEL NEWSASIA | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI
Dalang Teror Dilaporkan Tewas
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena kemarin mengatakan dalang teror bom Minggu Paskah turut tewas dalam serangan itu. "Badan intelijen mengatakan Zahran terbunuh dalam serangan di Hotel ShangriLa," kata Sirisena merujuk pada Zahran Hashim, pemimpin kelompok ekstremis lokal.
Dia menambahkan bahwa Hashim memimpin serangan terhadap hotel kelas atas di Sri Lanka, ditemani pengebom kedua, yang hanya diidentifikasi sebagai "Ilham". Informasi tersebut berasal dari intelijen militer dan sebagian didasari rekaman CCTV yang ditemukan di tempat kejadian.
Zahran Hashim muncul dalam sebuah video yang dirilis oleh kelompok ISIS setelah mereka mengklaim pengeboman di Sri Lanka. Namun keberadaan Zahran seusai ledakan itu tidak diketahui. Sebanyak 253 orang tewas-turun dari jumlah sebelumnya-dalam serangan terhadap tiga gereja dan tiga hotel. Serangan keempat yang direncanakan terhadap sebuah hotel gagal.
Pasukan keamanan berupaya memburu Zahran, yang diyakini berusia sekitar 40 tahun, setelah pemerintah menyatakan kelompok yang dipimpinnya Jamaah Tauhid Nasional (NTJ) sebagai tersangka utama pengeboman.
Sosok Zahran Hashim tidak dikenal sebelum serangan, tapi para pemimpin muslim setempat mengatakan mereka telah melaporkannya lebih dari satu kali kepada pihak berwenang ihwal pandangan dan perilaku ekstremnya.
CHANNEL NEWSASIA | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo