Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - The Jerusalem Post menyatakan bahwa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mungkin akan segera mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para pejabat tinggi Israel lainnya atas dugaan kejahatan perang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Karim Khan, mengatakan kantornya telah menerima pengaduan dari lima negara untuk menyelidiki apakah telah terjadi kejahatan di wilayah Palestina sebagai bagian dari respons Israel terhadap serangan teroris Hamas pada 7 Oktober. “Afrika Selatan, Bangladesh, Bolivia, Komoro, dan Djibouti telah mengajukan pengaduan tersebut,” kata Khan, Dilansir dari laman CNN International.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sekitar 125 negara di dunia adalah anggota ICC, termasuk pada dasarnya seluruh Eropa, dan terikat oleh hukum perjanjian untuk menghormati surat perintah penangkapan ICC, meskipun ada contoh negara yang memprotes surat perintah tersebut dan menolak untuk menghormatinya.
Kewenangan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terbagi menjadi dua. Pertama, ICC hanya berwenang mengadili individu, bukan negara atau organisasi, dan individu yang diadili harus berusia diatas 18 tahun. Kedua, ICC memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan menuntut individu yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.
ICC baru bisa menangani kasus jika pengadilan nasional negara terkait tidak berniat atau tidak mampu untuk melakukan investigasi dan penuntutan. Dengan kata lain, ICC bertujuan menegakkan keadilan untuk kejahatan internasional serius yang tidak ditangani dengan baik oleh sistem peradilan nasional.
Siapa saja yang pernah diadili ICC?
Dilansir dari Reuters, pernah terjadi pengadilan kriminal internasional. Berikut adalah ringkasan beberapa kasus tersebut:
1. Jerman Nazi - Karl Doenitz: Pada pengadilan Nuremberg pada 1945, para pemimpin utama Jerman Nazi diadili, termasuk Grand Admiral Karl Doenitz. Ia menjadi mantan presiden Jerman pertama yang diadili dan dihukum pada tahun 1946, menjalani hukuman 10 tahun penjara di Berlin Barat.
2. Yugoslavia - Slobodan Milosevic: Mantan Presiden Yugoslavia dan Serbia, Slobodan Milosevic, adalah kepala negara pertama yang dihadapkan ke pengadilan internasional sejak Perang Dunia II. Sidangnya di Pengadilan Pidana Internasional untuk Yugoslavia (ICTY) dimulai pada 2002, tetapi berakhir dengan kematiannya pada tahun 2006 sebelum vonis diberikan.
3. Liberia - Charles Taylor: Charles Taylor, Mantan Presiden Liberia, adalah kepala negara pertama yang dihukum atas kejahatan perang oleh pengadilan internasional sejak pengadilan Nuremberg. Sidangnya di Pengadilan Khusus yang didukung PBB untuk Sierra Leone dimulai pada 2006, dan dia dihukum pada tahun 2012 dengan hukuman penjara 50 tahun.
4. Kenya - Uhuru Kenyatta: Pada 2014, Presiden Kenya saat itu, Uhuru Kenyatta, menghadapi sidang pra-penuntutan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Namun, dakwaan terhadapnya dibatalkan pada tahun 2015 karena dugaan campur tangan politik terhadap saksi.
5. Pantai Gading - Laurent Gbagbo: Mantan Presiden Pantai Gading, Laurent Gbagbo, diadili di hadapan ICC pada 2016, menjadi mantan kepala negara pertama yang mengalami hal tersebut. Namun, ia dibebaskan pada 2019 karena bukti yang lemah dan kembali ke Pantai Gading setelah itu.
6. Kamboja - Khieu Samphan: Khieu Samphan, mantan kepala negara Kamboja pada masa Khmer Merah, diadili di Pengadilan Ekstraordinary Internasional di Kamboja. Ia dihukum pada 2014 atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kemudian dihukum kembali atas kejahatan tambahan, termasuk genosida, terhadap rakyat Vietnam.
7. Chad - Hissene Habre: Mantan Presiden Chad, Hissene Habre, diadili di Senegal oleh Kamar Ekstraordinary Afrika yang didukung oleh Uni Afrika. Habre dihukum pada 2016 atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, meninggal pada 2021 ketika menjalani hukuman seumur hidup.
Kasus-kasus ini menunjukkan upaya penting dalam menegakkan pertanggungjawaban kepala negara atas pelanggaran hak asasi manusia dan mempromosikan keadilan serta rekonsiliasi di wilayah yang terkena konflik.