Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WASHINGTON DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump berencana mengundang pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, ke Gedung Putih jika pertemuan keduanya di Singapura berhasil. Trump juga berharap suatu hari hubungan AS dan Korea Utara bisa berjalan normal dan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika berhasil (KTT), saya akan undang pemimpin Korea Utara datang ke Gedung Putih," kata Trump, dikutip Guardian, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Trump menyatakan siap bertemu dengan Kim Jong-un pada 12 Juni mendatang. Trump dan Kim akan bertemu sekitar pukul 09.00 di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura.
Selain itu, Trump mengatakan akan menandatangani perjanjian bersama Kim untuk mengakhiri Perang Korea 1950-1953. "Bisa saja kami menandatangani perjanjian. Ini akan menjadi langkah pertama. Mungkin itu mudah. Bagian yang sulit adalah setelah penandatanganan itu," ujar dia.
Berbagai persiapan pun sudah dilakukan, termasuk pengamanan yang diperketat. Meski begitu, pertemuan penting di antara kedua pemimpin negara yang bermusuhan ini memicu kenekatan awak jurnalis, terutama dari Korea Selatan.
Dua jurnalis Korea Selatan dilaporkan nekat masuk tanpa izin ke rumah Duta Besar Korea Utara di Singapura. Mereka adalah staf stasiun televisi Korea Selatan, KBS News. Keduanya saat ini tengah diperiksa oleh pihak kepolisian.
Selain mereka, penyelidikan dilakukan terhadap dua warga Korea Selatan. Mereka juga bekerja untuk KBS News dan seorang pemandu serta penerjemah untuk kelompok jurnalis itu.
Sementara itu, Penyelidik Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia di Korea Utara menyerukan agar isu HAM disertakan dalam pertemuan Amerika Serikat-Korea Utara minggu depan di Singapura.
Penyelidik PBB, Tomas Ojea Quintana, mengatakan dia tidak percaya bahwa membicarakan situasi HAM di Korea Utara akan merongrong KTT yang membahas denuklirisasi Semenanjung Korea. Sebaliknya, ia mengatakan pembicaraan semacam itu akan menguntungkan Korea Utara karena akan menunjukkan keinginan negara itu untuk menjadi negara yang normal.
"Kalau tidak, itu akan menjadi kekeliruan. Pertama, jika isu hak asasi manusia tidak dibahas dalam perundingan denuklirisasi Semenanjung Korea, saya pikir perundingan tidak mungkin menghasilkan perjanjian yang abadi," kata dia.
Ojea mengatakan sejarah menunjukkan bahwa mengabaikan HAM bertentangan dengan kepentingan semua orang. "Isu HAM disisihkan 25 tahun yang lalu ketika kesepakatan kerangka kerja dibuat untuk membekukan pembangkit listrik tenaga nuklir Korea Utara. HAM juga ditinggalkan lagi dalam pembicaraan enam pihak belum lama ini," tuturnya.
Korea Utara dianggap memiliki salah satu rekam jejak hak asasi manusia terburuk di dunia. Pelanggaran tersebut termasuk pelanggaran hak atas pangan, kerja paksa, penahanan sewenang-wenang, dan penyiksaan. Sebuah laporan pada 2014 mendapati sekitar 80-120 ribu orang ditahan di kamp-kamp tahanan politik. THE GUARDIAN | CHANNEL NEWSASIA | VOA | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo