Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Knesset Israel Tolak Solusi Dua Negara, Ini Reaksi Palestina

Resolusi yang disahkan Knesset mengatakan bahwa pembentukan negara Palestina akan menimbulkan 'bahaya eksistensial' bagi Israel.

19 Juli 2024 | 03.00 WIB

Mustafa Barghouti. cjpme.org
material-symbols:fullscreenPerbesar
Mustafa Barghouti. cjpme.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Israel telah meloloskan sebuah resolusi yang secara mayoritas menolak pendirian sebuah negara Palestina, demikian dilaporkan media Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Resolusi tersebut disahkan di Knesset dengan 68 suara setuju dan hanya sembilan suara yang menentang pada hari Kamis. Resolusi itu menyatakan bahwa sebuah negara Palestina akan menimbulkan "bahaya eksistensial bagi Negara Israel dan warganya, mengabadikan konflik Israel-Palestina, serta mengacaukan kawasan tersebut."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dengan partai-partai sayap kanan mensponsori resolusi tersebut. Partai kiri-tengah pemimpin oposisi Yair Lapid meninggalkan sidang untuk menghindari dukungan terhadap pernyataan tersebut, meskipun sebelumnya mengatakan bahwa ia mendukung solusi dua negara, surat kabar Times of Israel melaporkan.

Mustafa Barghouti, sekretaris jenderal Prakarsa Nasional Palestina, mengecam pengesahan resolusi tersebut. "Tidak ada partai Zionis baik dari pemerintah maupun oposisi yang memberikan suara menentang resolusi tersebut," tulisnya di X.

“Resolusi ini merupakan penolakan terhadap perdamaian dengan Palestina dan deklarasi resmi kematian perjanjian Oslo," tulis Barghouti.

Perjanjian Oslo, yang pertama kali ditandatangani antara para pemimpin Palestina dan Israel pada tahun 1993, menyerukan sebuah negara Palestina yang layak dan berdaulat yang hidup berdampingan dengan sebuah negara Israel.

Namun Israel terus mengadopsi kebijakan seperti membangun permukiman ilegal di tanah Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan blokade penuh terhadap Gaza.

Pejabat Otoritas Palestina Hussein al-Sheikh mengutuk resolusi tersebut di media sosial, dengan mengatakan bahwa penolakan Knesset "menegaskan rasisme negara penjajah dan pengabaiannya terhadap hukum internasional dan legitimasi internasional, serta desakannya terhadap pendekatan dan kebijakan untuk melanggengkan pendudukan selamanya."

Kementerian Luar Negeri Yordania mengatakan bahwa pengesahan resolusi tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional yang "berbahaya."

"Upaya Israel yang terus menerus untuk menyangkal hak-hak Palestina yang tidak dapat dicabut atas negara merdeka dan berdaulat mereka di sepanjang garis 4 Juni 1967, dengan Yerusalem yang diduduki sebagai ibu kotanya, tidak membawa keamanan dan perdamaian di wilayah tersebut," demikian bunyi sebuah pernyataan juru bicara kementerian, Sufyan al-Qudah.

Bukan Hal Baru

Times of Israel mengutip resolusi tersebut: "Ini hanya akan menjadi masalah waktu yang singkat sampai Hamas mengambil alih negara Palestina dan mengubahnya menjadi basis teror Islam radikal, bekerja sama dengan poros yang dipimpin Iran untuk menghapuskan Negara Israel."

Ia menambahkan bahwa sebuah negara Palestina pada saat ini akan menjadi "hadiah bagi terorisme dan hanya akan mendorong Hamas dan para pendukungnya untuk melihat hal ini sebagai sebuah kemenangan", mengacu pada serangan yang dipimpin Hamas pada tanggal 7 Oktober di Israel selatan yang memicu konflik saat ini.

Keputusan ini bukanlah hal baru bagi Knesset yang sebelumnya telah menolak kenegaraan Palestina.

Semakin banyak negara yang telah mengakui kenegaraan Palestina, termasuk Spanyol, Slovenia, Norwegia, Irlandia, dan lainnya.

Resolusi ini muncul ketika Netanyahu diperkirakan akan berpidato di Kongres Amerika Serikat minggu depan di Washington, DC, yang telah menyebabkan perpecahan di antara anggota parlemen Partai Demokrat yang telah berbicara menentang perilaku Israel dalam perang di Gaza.

Pada Rabu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan bahwa kebijakan Israel di Tepi Barat yang diduduki telah menghancurkan prospek solusi dua negara.

Melalui langkah-langkah administratif dan hukum, Israel mengubah geografi Tepi Barat, kata Guterres dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh kepala stafnya, Courtenay Rattray, dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB.

"Perkembangan terakhir ini mendorong sebuah pertaruhan di jantung prospek solusi dua negara," katanya. "Kita harus mengubah arah. Semua aktivitas permukiman harus segera dihentikan."

Ketua PBB itu menambahkan bahwa pemukiman tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan merupakan hambatan bagi perdamaian dengan Palestina.

AL JAZEERA

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus