Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Volker Turk mengatakan komunitas internasional harus mengambil “tindakan tepat sasaran” untuk membatasi akses junta Myanmar terhadap senjata dan uang. Ia mengatakan hal ini demi mencegah mereka melakukan “kekejaman” kepada masyarakat sipil.
“Saya mengulangi seruan saya kepada masyarakat internasional untuk memfokuskan kembali energinya dalam mencegah kekejaman (junta) terhadap semua orang di negara ini, termasuk Rohingya,” kata Turk kepada Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss pada Jumat, 1 Maret 2024.
Dia berujar negara-negara harus “mengakhiri akses militer terhadap senjata, bahan bakar jet, dan mata uang asing yang diperlukan untuk mempertahankan kampanye penindasan terhadap warga sipil.”
Myanmar dilanda kekacauan sejak junta militer melancarkan kudeta pada Februari 2021. Junta merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, menghancurkan satu dekade demokrasi dan reformasi di negara tersebut.
Kemarahan atas tindakan keras militer pun memicu gerakan perlawanan dan intensifikasi pertempuran dengan kelompok pemberontak etnis minoritas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelompok pemberontak telah melancarkan serangan terkoordinasi sejak Oktober 2023 terhadap pos-pos militer junta di negara bagian Shan yang berbatasan dengan Cina, juga di Rakhine bagian barat.
Selain kudeta, terjadi persekusi terhadap etnis minoritas muslim Rohingya di Myanmar, yang bahkan terpaksa meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Rakhine sejak militer melakukan serangan bersenjata berskala besar terhadap mereka pada 2017.
Sejak November 2023, ribuan orang Rohingya telah meninggalkan kamp-kamp padat di Cox’s Bazar di pantai tenggara Bangladesh untuk mengungsi secara berangsur-angsur ke Indonesia. Sebelumnya, mereka mengungsi ke Bangladesh dari Myanmar.
Rohingya telah tinggal selama berabad-abad di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Meski telah tinggal di sana selama beberapa generasi, mereka tidak diakui sebagai kelompok etnis resmi dan tidak diberi kewarganegaraan sejak 1982, menjadikan mereka populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia.
“Setelah puluhan tahun mengalami diskriminasi sistematis, penindasan, pemindahan paksa secara besar-besaran, dan pelanggaran hak asasi manusia serius lainnya, warga Rohingya saat ini masih dipenjarakan di desa-desa dan kamp-kamp pengasingan,” kata Turk.
Bangladesh, salah satu tempat para Rohingya mencari suaka, mengatakan bulan lalu bahwa mereka tidak akan mengizinkan lagi pengungsi Rohingya dari Myanmar memasuki negaranya. Sebab katanya membantu sejumlah besar pengungsi yang sudah berada di sana mengancam keamanan mereka sendiri.
“Kantor saya telah menerima banyak laporan yang dapat dipercaya bahwa ratusan warga Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan dicegah memasuki Bangladesh,” kata Turk. “Saya mengimbau semua negara anggota untuk memastikan perlindungan pengungsi internasional bagi mereka yang melarikan diri dari penganiayaan dan konflik di Myanmar.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Pakar PBB: Junta Myanmar Ancam Warga Sipil dengan Berlakukan Wajib Militer
REUTERS