Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEOUL - Korea Utara terus meningkatkan demonstrasi senjatanya dengan kembali menembakkan dua rudal balistik jarak dekat ke arah pantai timur. Peluncuran keempat kalinya selama kurang dari dua pekan ini dilakukan sebagai aksi protes Pyongyang atas latihan militer bersama Korea Selatan dan Amerika di Semenanjung Korea.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengatakan dua proyektil tersebut ditembakkan dari kawasan Kwail di pantai barat Korea Utara. Kawasan itu berada 125 kilometer arah barat daya Pyongyang, Provinsi Hwanghae. "Rudal itu terbang sejauh 450 kilometer dan mencapai ketinggian 37 kilometer," demikian keterangan JCS, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rudal ini merupakan peluncuran keempat dari rangkaian sejak 25 Juli lalu. Badan-badan intelijen Amerika dan Selatan menyatakan bahwa dua rudal baru yang diluncurkan itu memiliki karakter yang mirip dengan rudal balistik jarak pendek yang diluncurkan oleh Korea Utara pada 25 Juli.
Peluncuran rudal pada 25 Juli lalu adalah yang pertama sejak Presiden Amerika Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bertemu di Zona Demiliterisasi (DMZ) Desa Panmunjon, yang memisahkan kedua Korea, pada 30 Juni lalu. Pertemuan itu merupakan upaya lanjutan untuk menggelar konferensi tingkat tinggi ketiga setelah KTT pertama di Singapura pada Juni tahun lalu dan KTT kedua di Hanoi pada akhir Februari.
Kementerian Pertahanan Korea Selatan menyatakan, peluncuran rudal bertentangan dengan semangat meredakan ketegangan di Semenanjung Korea. Choi Hyun-soo, juru bicara Kementerian Pertahanan, mengatakan peluncuran ini juga bertentangan dengan kesepakatan militer dua Korea yang dicapai tahun lalu untuk mengurangi ancaman konvensional. Sedangkan Menteri Pertahanan Jepang, Takeshi Iwaya, mengatakan upaya Korea Utara meningkatkan kemampuan misilnya merupakan ancaman serius bagi kawasan tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan Pyongyang tetap berkomitmen menyelesaikan masalah melalui dialog. Meski begitu, latihan militer bersama Amerika dan Korea Selatan melanggar janji yang dibuat oleh Trump kepada Kim. "Pyongyang dipaksa mencari jalan baru jika Korea Selatan dan Amerika Serikat terus menggelar latihan militer yang memicu permusuhan," katanya. "Pemerintah Amerika dan Korea Selatan terus berbicara soal dialog. Namun, ketika duduk, mereka menajamkan pedang untuk melukai kami."
Korea Utara juga menunggu hingga akhir tahun atas sikap Amerika Serikat untuk melunakkan kebijakan sanksi dan tekanan politiknya atas senjata nuklir serta program rudal balistik Pyongyang. "Namun, jika Washington dan Seoul mengabaikan peringatan Korea Utara, kami akan membuat mereka membayar dengan ‘harga’ yang mahal," ujar dia, seperti dirilis kantor berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA).
Dalam Konferensi Pelucutan Senjata yang disponsori Amerika di Jenewa, Pyongyang menuding Amerika "menghasut ketegangan militer" dengan mengadakan latihan militer bersama Korea Selatan. "Meskipun otoritas Amerika dan Korea Selatan memainkan setiap trik untuk membenarkan latihan militer ini, mereka tidak dapat menyembunyikan atau menghapus sifat agresifnya dengan cara apa pun," ujar Ju Yong Chol, diplomat Korea Utara di Jenewa.
Media Korea Selatan melaporkan bahwa latihan militer gabungan Amerika-Korea Selatan dimulai sejak Senin lalu. Pesawat tempur siluman F-35A buatan Amerika dan kapal selam bertenaga nuklir tiba di pelabuhan Korea Selatan. Juru bicara JCS mengatakan sekutu sedang mempersiapkan latihan bersama pada paruh kedua tahun ini, tapi tidak mengkonfirmasi nama latihan tersebut.
Adapun Robert Wood, Duta Besar Amerika untuk urusan pelucutan senjata, menolak tuduhan bahwa Amerika menghasut tekanan militer. Dia mengatakan Amerika berkomitmen mencapai denuklirisasi, seperti yang disetujui pemimpin Kim dan Presiden Trump dalam KTT pertama di Singapura. "Kami sangat menantikan saat untuk berdiskusi kembali dengan Korea Utara," ucap Wood.
Shin Beomchul, analis senior dari Institut Studi Kebijakan Asan Seoul, mengatakan Korea Utara sedang berusaha memperkuat posisi tawar-menawarnya dengan Washington. "Dengan meluncurkan rudal yang secara langsung mengancam Korea Selatan tapi bukan ke daratan Amerika atau wilayah Pasifik, Korea Utara juga menekan Seoul untuk membujuk konsesi besar dari Washington atas nama Pyongyang," kata Shin. REUTERS | ASSOCIATED PRESS | BBC | SUKMA LOPPIES
Korea Utara Terus Mengancam
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo