Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG subuh, garnisun militer di Dacca bergerak. Dan ketika
bangun dari tidurnya Rabu pagi itu, orang pertama di Bangladesh,
Abdus Sattar, menyadari bahwa dia kembali menjadi rakyat biasa.
Ia digulingkan oleh Letjen. Hussain Mohammed Ershad. "Bangladesh
sudah di ujung tanduk. Harus diselamatkan," kata Ershad seusai
kudeta 24 Maret itu.
Di mata Ershad, pemerintahan Sattar sangat korup, serba lamban,
merusak hukum dan aturan, serta gagal mengatasi krisis ekonomi
dan pangan. Sedikitnya enam pembantu utama Sattar ditahan pihak
berwajib, karena dituduh terlibat korupsi. Termasuk Menteri
Keuangan Saufur Rahman, Menteri Tenaga Kerja Atauddin Khan, dan
Menteri Perdagangan Chowdhury Ahmed Siddique. Tapi jumlah yang
diciduk sudah ratusan.
Mengenai Sattar, tak ada niat penguasa baru untuk menangkap dan
mengadilinya. "Dia adalah orang yang terhormat. Hanya saja ia
tak mampu mengontrol partainya dan memberikan kepemimpinan yang
sempurna bagi Bangladesh," ujar Ershad.
Sattar, 76 tahun, yang menjadi penjabat presiden sejak 31 Mei
1981, sehari sesudah Jenderal Ziaur Rahman terbunuh memang
kurang berdaya mengatasi tindak korupsi oleh pembantunya. Ia
sendiri sebetulnya jujur dan sederhana. Bekas Hakim Agung,
Sattar adalah kandidat Partai Nasional Bangladesh yang
memenangkan pemilihan presiden, 15 November lampau. Dia
mengalahkan Kamal Hussain dari Liga Awami--partai yang didirikan
oleh Bapak Bangladesh (almarhum) Sheik Mujibur Rahman.
Semula Sattar didukung oleh Ershad, tapi tak lama, karena
jenderal itu menurut supaya militer ikut berperan dalam
pemerintahan. Sattar pernah membentuk (Januari lalu) suatu dewan
keamanan nasional, yang terdiri dari para menteri dan para
pemimpin angkatan bersenjata. Tapi Ershad tidak puas. Bahkan
Sattar dituntut supaya memperkecil jumlah anggota kabinetnya
dari 42 menjadi 18 saja Februari lalu).
Perubahan kabinet itu pun, bagi Ershad ternyata belum menjamin
bahwa pemerintahan sipil akan baik jalannya. Masih perlu
keterlibatan militer dalam pemerintahan, menurut Ershad, sekitar
dua tahun. Ia menjanjikan pemilihan u,mum, tapi "perlu
diciptakan situasi yang cocok sebelumnya."
Ershad, 52 tahun, bertekad memberantas korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan di Bangladesh. Pengadilan militer untuk
mengadili koruptor sudah dibentuk --sidang pertama akan dimulai
April. Berdasarkan hukum Keadaan Darurat, koruptor yang terbukti
bersalah bisa dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup. Ershad
yang kini berkuasa dibantu oleh Laksda. Mahbub Ali Khan,
Marsdya. Sultan Mahmud, serta Jaksa Agung K.A. Bakar.
Siapakah Ershad? Di masa Pakistan Timur bergolak, 1971, dia
berada di Karachi, Pakistan Barat. Kemudian Ershad, bersama
sejumlah perwira Bengali lainnya, dipulangkan ke daerah asalnya,
waktu kemerdekaan sudah tercapai di Bangladesh. Karir militer
baru dimulainya lagi, 1973, dengan pangkat ajudan jenderal.
Pertengahan 1975 ia dikirirm ke India untuk mengikuti kursus
pertahanan nasional. Sepulang dari India pangkatnya dinaikkan
menjadi major jenderal dan kemudian ditunjuk menjadi deputi
kepala staf angkatan darat di bawah Ziaur Rahman. Tahun 1978,
Ershad menjadi kepala staf penuh.
Di lingkungan militer, Ershad dikenal sebagai perwira
profesional. Ia semula tidak mau mencampuradukkan tugas tentara
dan sipil. Tak heran bila Sattar menunjukkan simpati pada
Ershad, orang yang menggulingkannya. Dalam suatu pidato
televisi, satu hari setelah kudeta, Sattar masih menyatakan
dukungan terhadap penerusnya. "Pengambilalihan kekuasaan oleh
militer sebagai hal yang tak terelakkan mengingat masalah
ekonomi dan politik terus memburuk," kata Sattar. Bahkan ia
mengharapkan penguasa militer sekarang berhasil mengurus
Bangladesh --negeri yang dikenal nomor dua termiskin di dunia
setelah Bhutan.
Bank Dunia memperkirakan Bangladesh, berpenduduk 90 juta,
membutuhkan bantuan 500.000 ton bahan makanan untuk Maret saja.
Bantuan internasional dibutuhkan untuk meningkatkan kehidupan
ekonomi Bangladesh sekitar US$ 2 milyar per tahun.
Aksi Ershad merupakan kudeta keempat sejak Bangladesh merdeka di
tahun 1971 --tiga perebutan kekuasaan sebelumnya berdarah,
semuanya oleh angkatan darat. Mereka yang digulingkan tentara
ialah Mujibur Rahman, Khondarkar Moshtaque Ahmed, Khaleed
Moshareff, dan Abdus Sattar.
Pengganti Sattar yang ditunjuk penguasa militer adalah Abul
Fazal Muhammad Ahsanuddin Chowdhury, pensiunan hakim di Mahkamah
Agung. Ia dilantik di Dacca, Sabtu lalu.
Penunjukan Chowdhury 67 tahun, merupakan kejutan bagi rakyat
Bangladesh. Ia bukan tokoh yang menonjol. Presiden Chowdhury,
menurut pengamat politik, cuma tokoh simbol saja. Urusan
pemerintahan tetap akan dipegang oleh Ershad bersama dewan
penasihatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo