Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Wellington – Kepala Polisi Selandia Baru, Komisioner Mike Bush, mengatakan lembaga intelijen global mengumpulkan informasi mengenai terdakwa serangan teror di Selandia Baru Brenton Harrison Tarrant.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
PM Ardern Temui Siswa Pasca Serangan Teror di Selandia Baru
Lembaga intelijen yang terlibat dalam investigasi kasus ini berasal dari Australia, Kanada dan Inggris selain Selandia Baru.
“Saya bisa pastikan kepada Anda bahwa ini adalah investigasi internasional secara penuh,” kata Bush kepada media seperti dilansir Reuters pada Rabu, 20 Maret 2019 waktu setempat.
Tarrant, yang berasal dari Kota Grafton, New South Wales, Australia, melakukan penembakan massal terhadap jamaah salat Jumat di dua masjid yaitu masjid Al Noor dan masjid Linwood.
Baca:
Sebanyak 50 orang tewas dalam penembakan membabi-buta itu, yang juga menyasar perempuan dan anak-anak. Sebanyak 29 orang masih menjalani perawatan medis di rumah sakit dengan delapan orang dalam kondisi kritis. Seorang WNI bernama Lilik Abdul Hamid termasuk korban meninggal.
Banyak korban yang menjalani operasi berulang karena menderita luka tembak yang kompleks. Pelaku menggunakan dua senapan AR-15 dengan magazine yang berukuran besar serta sebuah shotgun.
Reuters melansir media menanyakan mengenai lemahnya undang-undang senjata, yang akan diperketat oleh pemerintahan PM Jacinda Ardern.
Media juga bertanya kepada Bush apakah otoritas cukup fokus dalam memantau risiko yang muncul dari ekstrimis sayap kanan.
Masyarakat bergegas menghadiri upacara pemakaman bagi para korban penembakan di masjid, di Memorial Park Cemetery di Christchurch, Selandia Baru, Rabu, 20 Maret 2019. Seorang WNI bernama Lilik Abdul Hamid menjadi salah satu korban tewas. REUTERS/Jorge Silva
Baca:
Bush juga menjelaskan tim koroner sedang berusaha keras mempercepat proses identifikasi serta pemeriksaan penyebab kematian para korban. Ini agar otoritas bisa segera menyerahkan jasad para korban kepada keluarganya untuk dikuburkan.
“Keluarga para korban merasa resah dengan penundaan karena ajaran Islam mengatur jasad agar dikubur dalam waktu 24 jam,” begitu dilansir Reuters.
Orang-orang menghadiri upacara pemakaman bagi para korban penembakan di masjid, di Memorial Park Cemetery di Christchurch, Selandia Baru, Rabu, 20 Maret 2019. Peristiwa terorisme tersebut menewaskan 50 jemaah Salat Jumat dan melukai 50 lainnya. REUTERS/Jorge Silva
“Kita tidak bisa mendakwa pembunuhan jika tidak mengetaui penyebab kematian. Jadi ini proses yang komprehensif yang harus diselesaikan sesuai standar tertinggi,” kata dia.
Baca:
Pada Rabu, enam orang korban telah dikuburkan termasuk seorang ayah dan putranya yang merupakan pengungsi asal Suriah. Keduanya adalah Khaled dan Hamza Mustafa. Keduanya baru tiba beberapa bulan di Selandia Baru. Anak lelaki kedua, Zaid Mustafa, terluka tembak dan menjalani perawatan dengan duduk di kursi roda. Dia ikut menghadiri upacara pemakaman sambil ditemani sejumlah anggota keluarga korban teror di Selandia Baru.