Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan ribu manusia menyemut di Taman Uhuru, Nairobi. Yang tak kebagian tempat harus puas dengan bergelayutan di dahan-dahan pohon atau memanjat tiang lampu. Beramai-ramai, mereka mengibarkan poster yang berbunyi, "Kami percaya pada Kibaki." Taman di jantung Nairobi—ibukota Kenya—itu pekat oleh aura kegembiraan pada awal pekan lalu. Orang berdansa dan berjingkrakan hingga debu tanah mengepul ke udara. Mereka menyambut Mwai Kibaki, 72 tahun, yang baru saja terpilih menjadi Presiden Kenya yang baru. Dalam pemilu yang berlangsung pada Jumat dua pekan silam, Kibaki meraup 63 persen suara.
Kemenangan ini dia peroleh melalui dukungan oposisi yang tergabung dalam Koalisi Pelangi Nasional (NARC). Saingannya dari partai Persatuan Nasional Afrika Kenya (KANU), Uhuru Kenyatta, hanya meraih 30 persen suara. Kemenangan Kibaki ini sekaligus mengakhiri kekuasaan otokratis Presiden Daniel arap Moi, yang telah berlangsung 24 tahun.
Malang bagi Moi. Penampilannya yang terakhir di hadapan rakyat Kenya justru dicerca secara terbuka. Dia duduk dengan wajah berkerut di samping Kibaki yang berseri-seri di kursi roda dengan kaki kanan dibalut gips. Kibaki mengalami kecelakaan ketika kampanye. Saat Moi, 78 tahun, tampil di podium, massa pun meneriakinya, "Enyahlah Moi!" Pidato Kibaki kian mempermalukannya. "Saya mewarisi sebuah negeri yang porak-poranda karena salah urus dan tindakan bodoh," kata Kibaki. Dan massa bersorak.
Puncaknya, Moi kabur dari arena upacara. Massa melemparinya dengan lumpur. Ia terbang dengan helikopter meninggalkan Nairobi, namun warga tak mempedulikannya. "Ini seperti hari kemerdekaan kedua bagi Kenya," kata Jaret Othiambo, salah seorang panitia acara. Othiambo tak berlebihan. Moi berkuasa selama 24 tahun dengan tangan besi. Suksesi politik adalah kata haram bagi Moi, dan KANU menjadi partai tunggal. Pelanggaran hak asasi merebak, problem rasial meningkat.
Alhasil, Kibaki mewarisi utang menggunung, epidemi HIV, infrastruktur yang hancur, korupsi, dan kesemrawutan di seluruh level birokrasi. Pengangguran dan kriminalitas yang terus meningkat. Sebagian besar dari 30 juta penduduk Kenya hidup di bawah garis kemiskinan. Pendapatan per kapita sehari hanya US$ 1 (sekitar Rp 9.000). Pertumbuhan ekonomi terus melorot hingga hanya 3 persen pada 2001. "Dalam 15 tahun belakangan ini rakyat Kenya menjadi lebih miskin dan lebih miskin lagi," kata Robert Shaw, pengamat ekonomi di Nairobi. Akibatnya, Kenya kehilangan reputasi sebagai negara paling stabil dan paling makmur di Afrika sejak 1990-an.
Apa yang akan dilakukan Kibaki, presiden ketiga sejak kemerdekaan Kenya pada 1963? Dia berjanji mengubah konstitusi, melakukan desentralisasi kekuasaan, membersihkan korupsi, mengundang bantuan internasional, serta pendidikan dasar gratis. Satu yang amat penting, dia berjanji akan turun setelah lima tahun berkuasa.
Dengan reputasinya sebagai ahli ekonomi yang jujur dan disegani, para pengamat menilai Kibaki akan mampu membersihkan korupsi. Tapi pengritiknya berkomentar bahwa Kibaki tak bisa lepas dari borok rezim Moi, karena Kibaki sejatinya bagian dari rezim lama. Dia pernah menjadi wakil presiden (1978-1988) pada masa pemerintahan Moi.
Lahir di Othaya, sebuah desa penghasil kopi di kaki pegunungan Kenya, Kibaki melewati jalan panjang sebelum masuk ke Istana Presiden. Pria yang berasal dari suku Kikuyu ini—suku terbesar di negeri itu—Kibaki menjinjing tas kecil dan mengenakan kaus kumal ketika berangkat ke Universitas Makarere di Uganda. Dia belajar ekonomi dan ilmu politik. Lulus dengan nilai tertinggi, dia meraih beasiswa untuk belajar di London School of Economic. Ketika pulang kampung, ia mengajar ekonomi di Makerere sembari terlihat dalam gerakan kemerdekaan Mau Mau melawan Inggris.
Dia ikut menulis konstitusi Kenya di sebuah kedai minum. Setelah kemerdekaan Kenya, dia ikut mengabdi dalam dua pemerintahan: Presiden Jomo Kenyatta dan Presiden Daniel arap Moi. Namun Moi kemudian memecatnya. Kibaki lalu mendirikan partai oposisi yang diberi nama Partai Demokratis Kenya pada 1991. Dua kali dia pernah berupaya meraih tiket ke Istana Presiden melalui partai ini. Namun gagal.
Dukungan besar baru diperolehnya pada pemilu dua pekan silam. Dia berhasil menyatukan partai oposisi dan menyingkirkan kandidat dari KANU yang dijagokan Moi. Rakyat berpesta menyambut kemenangannya. Dan Kibaki buru-buru menyingsingkan lengan bajunya: Kenya yang hancur-lebur tengah menanti sentuhan tangan pemimpin barunya.
Raihul Fadjri (Reuters, AP, Christian Science Monitor, The Guardian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo