Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mahathir tentang Yahudi, Islam, dan Tikus

Sebagai diplomat senior, pernyataannya berani melawan arus, sering kontroversial.

2 November 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHATHIR Mohamad, Perdana Menteri Malaysia itu, merupakan satu-satunya pemimpin di Asia Tenggara yang populer sekaligus kontroversial kini. Setelah mendepak Anwar Ibrahim lalu menunjuk Abdullah Badawi sebagai deputi perdana menteri, kemudian ia mengumumkan mau lengser. Dan minggu lalu Badawi tampil sebagai pejabat sementara perdana menteri. "Saya sudah 78 tahun. Usia yang sudah tua dan harus pensiun, untuk memberi orang lain kesempatan melakukan hal yang lebih baik," katanya. Sebagai orang nomor satu di Malaysia, lontaran ucapannya sering kontroversial. Dalam pembukaan KTT Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Putrajaya, Malaysia, dua minggu lalu, Mahathir yang suka ceplas-ceplos—dan karenanya dijuluki sebagai "little Sukarno" oleh politikus Barat—melontarkan pernyataan yang bikin merah telinga Barat. Dalam kutipan pers Barat yang tak sepenuhnya utuh, ia menyatakan, "kaum Yahudi sudah menguasai dunia." Reaksi Barat, terutama Amerika, Eropa, dan Australia, cukup keras. Tapi dengan kalem Mahathir bilang, "Reaksi dunia itu justru menunjukkan mereka memang menguasai dunia. Israel adalah negara kecil. Tidak banyak orang Yahudi di dunia ini. Tapi mereka begitu arogan, mereka menentang seluruh dunia. Meskipun PBB mengatakan tidak, mereka tetap jalan. Mengapa? Karena mereka didukung para pemimpin Barat." Kejengkelannya terhadap Israel sempat ia lontarkan di depan para menteri luar negeri anggota OKI, Maret 2002. Ia kecewa karena anggota Organization of the Islamic Conference (OIC) itu tak berbuat apa-apa ketika Israel menyerbu kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat, Juni tahun lalu. Dengan sinis ia bilang, "Saya sangat malu karena banyak kalangan muslim dan nonmuslim sering memelesetkan singkatan OIC dengan Oh! I see (Oh, begitu)." Di depan parlemen Malaysia yang membicarakan mosi mengutuk Israel yang menyerbu kamp pengungsi Jenin, Mahathir mengkritik PBB habis-habisan. Menurut dia, PBB hanya mengumpulkan uang, menggelar pertemuan setiap tahun, mengeluarkan kecaman-kecaman keras, tapi tak menyelesaikan apa-apa. Dia menuduh PBB dikuasai negara-negara besar yang sering membuat keputusan tak adil. "PBB telah menjadi raksasa berkaki tanah liat. Dia kelihatannya saja besar, tapi tidak memiliki kemampuan sama sekali". Mahathir juga blak-blakan ketika menuduh George Soros, pemain valas kelas kakap, sebagai Yahudi yang bermain di belakang krisis moneter Malaysia dan Asia Tenggara sekitar 1997. Di mata Mahathir, Soros "menghukum" ASEAN karena menerima Myanmar sebagai anggota. Lembaga nonprofit Soros, Open Society Institute, mengkritik rezim militer Myanmar yang dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas dan oposisi. Tapi, kata Mahathir, "Tidak ada keraguan, dialah yang melakukannya. Kami bukan anti-Semit. Arab kan juga Semit, tapi ketika orang Yahudi melakukan spekulasi valas, dampaknya sama dengan ketika muslim melakukan sesuatu yang seperti terorisme." Ketika muncul kecenderungan Barat menuding Islam dalam kaitannya dengan terorisme, Mahathir ganti menuding Barat yang membiarkan Israel melakukan tindakan brutal dan sewenang-wenang. Katanya, "Perdana Menteri Italia Sylvio Berlusconi menyatakan muslim itu teroris. Tapi, apakah Uni Eropa mengeluarkan resolusi sehubungan dengan pernyataan yang menyudutkan Islam itu? Mengapa ketika orang mengecam Islam, Uni Eropa bungkam?" Seperti halnya Sukarno, Mahathir juga membela posisi negara miskin di depan negara maju. Ia, misalnya, mengecam model perdagangan bebas yang selama ini didengung-dengungkan oleh negara maju. Dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Cancun dua bulan lalu—yang oleh Barat dianggap gagal—ia membela negara berkembang. "Bagi negara miskin, itu bukan kegagalan. Itulah pertama kalinya negara miskin berdiri mempertahankan hak mereka," ujarnya. Dia juga menuduh Bank Dunia, IMF, dan WTO menjadi alat untuk memperkaya yang kaya dan mempermiskin yang sudah miskin. Tapi, di lain pihak, ia tak menyembunyikan keprihatinan dan kekecewaannya terhadap kelemahan ras Melayu. Dalam pidato di sebuah pertemuan UMNO, Juni tahun lalu, ia mengungkapkan rasa kecewanya atas kegagalan bangsa Melayu meski mereka mendapat beberapa kemudahan. "Saya kecewa karena hanya bisa mencapai hasil yang sangat kecil dari tugas utama saya—tugas yang membuat ras saya menjadi ras sukses, ras yang dihargai, ras yang dihormati, ras yang sangat diperhitungkan. Saya minta maaf karena gagal." Namun, di dalam negeri, orang kuat Malaysia ini bukannya sepi dari kritik. Terutama karena ia tetap menerapkan Internal Security Act, yang sering digunakan untuk menjerat kaum oposisi. "Ketika menjadi perdana menteri, yang pertama-tama saya lakukan ialah membebaskan orang-orang yang ditahan dengan ISA. Mereka ditahan karena melakukan satu atau dua hal. Pertama, mereka mengancam keamanan negara; atau kedua, mereka mencoba menghasut kebencian rasial." Tapi, Juni tahun lalu, ketika Partai Islam se-Malaysia (PAS) berencana menerapkan syariat Islam di Negara Bagian Kelantan dan Trengganu, termasuk hukum potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi pezina, Mahathir mengecam keras. "Mereka berdosa karena menyetujui undang-undang yang tidak adil, dan kalau meninggal mereka masuk neraka," katanya mengenai para pemimpin PAS. "Hukum Islam itu benar, tapi hukum PAS mengorbankan rakyat. Mereka menghina Islam dengan menciptakan hukum yang seharusnya hukum Islam tapi tidak adil. Kami Islam, tetapi mereka tidak Islami." katanya dengan nada tinggi. Sebelumnya, ia menyatakan Malaysia adalah negara Islam fundamentalis yang menerapkan hukum Islam secara benar. "Islam tidak salah, tapi interpretasi para ulama, yang bukan nabi meski mereka belajar, mungkin saja salah. Kita harus kembali ke ajaran yang fundamental untuk menemukan apakah kita benar-benar yakin dan mempraktekkan ajaran Islam yang benar, ketika keyakinan kita berbeda dengan keyakinan orang lain." Lalu katanya lagi tanpa tedeng aling-aling: "Sekarang kita memiliki banyak aliran dalam Islam—yang sering kali justru saling membunuh." Tapi nasionalisme Mahathir muncul ketika dengan geram ia mengkritik tetangganya, Singapura, yang telah lama terlibat beberapa sengketa, mulai dari urusan pasokan air sampai perbatasan. Ketika Singapura bersikeras bahwa proyek reklamasi di Teluk Tebrau antara Singapura dan Malaysia berada di wilayah perairannya, Malaysia khawatir proyek itu mengganggu lalu lintas kapal yang menuju dermaga Johor—yang oleh Singapura dianggap sebagai pesaing. Maka, Maret tahun lalu, Mahathir pun mengancam. "Kami harap Singapura bisa bekerja sama. Jika mereka bertindak seperti yang mereka inginkan saja, kami juga bisa melakukan hal yang sama," ujarnya. Bukan hanya terhadap Singapura, terhadap rekan sesama anggota ASEAN seperti Myanmar pun Mahathir sangat kritis—terutama karena rezim militer Myanmar mengabaikan tuntutan masyarakat internasional untuk membebaskan Aung San Suu Kyi. "Kami sangat kecewa. Tapi, kalau mereka terus mengabaikan dunia, apa yang bisa dilakukan Malaysia?" Lantas bagaimana pendapat Mahathir tentang Soeharto? Ketika Soeharto, Mei 1998, hampir jatuh, ia membelanya. Katanya, "Ada kekuatan dari luar untuk menggulingkan Soeharto seperti yang terjadi di Malaysia." Menurut Mahathir, bukan Soeharto penyebab krisis ekonomi di Indonesia. Sebab, sebelumnya Indonesia adalah negara yang sangat berkembang di bawah Soeharto. Pada zaman pemerintahan Sukarno, kata Mahathir, dia mendengar banyak orang Indonesia yang miskin, tidak cukup makanan, bahkan ada yang makan tikus. "Tapi, di bawah Soeharto, Indonesia mencapai kemajuan luar biasa," katanya. Purwani D. Prabandari (AP, Bangkok Post, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus