Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Main gila di panama noriega di rumah tukang sihir

Amerika serikat menyerbu panama. noriega terlibat sindikat narkotik colombia. sejarah pemilikan terusan panama. sejarah invasi as ke negara-negara amerika latin, termasuk ke panama. riwayat hidup noriega.

30 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH invasi terbesar tentara Amerika ke sebuah negeri lain di masa damai. Sekitar 24.000 marinir, kesatuan rangers, dan yang lain dibantu dukungan sejumlah helikopter dan tank-tank kelas ringan, Rabu 20 Desember dinihari bergerak menggebuk Panama City. Toh, setelah mengebom markas besar angkatan bersenjata Panama dan merebut sejumlah pangkalan militer negeri berpenduduk hampir 2,4 juta itu, mereka gagal meringkus sasaran utama pada sergapan pertama. Jenderal Manuel Noriega, penguasa sebenarnya Panama, sasaran itu, ternyata licin bagai belut. Sejumlah prajurit pilihan yang ditugasi menyergap sang jenderal di sebuah rumah di tepi pantai -- oleh penduduk sekitar disebut "rumah tukang sihir" -- hanya menemukan puntung yang masih berasap dan sekitar 100 gram kokain. Buruan itu menghilang tanpa jejak, di kegelapan malam. Yang gila, rumah persembunyian itu -- diduga salah satu rumah Noriega yang tersebar di seantero Panama -- berada tak jauh dari sebuah pengkalan militer AS. Tak percuma Noriega dijuluki intelijen ulung. Informasi intelijen tentara AS rupanya kurang cepat. Tapi, benarkah Noriega berada di "rumah tukang sihir" itu sebelum digerebek? Tak ada jawaban. Yang jelas, Colin Powell, Kepala Staf Gabungan, berjanji menangkap Noriega dalam operasi ini. Dan itu memang ia buktikan akhirnya, Jumat malam, 22 Desember. Bagaimana semula pasukan tentara yang andal bisa gagal menyergap sasaran yang cuma dijaga oleh tentara yang sehari-hari sebenarnya hanya bertugas seperti polisi, menjaga ketertiban? Coba bandingkan, kekuatan militer AS yang diterjunkan di Panama 24.000 personel (11.000 dikirim dari luar Panama, yang 13.000 memang sudah berpangkalan di Terusan Panama). Sementara itu, jumlah tentara Panama hanya 15.000 (bahkan ada yang bilang cuma 5.000). Memang, ada pasukan intinya, yang disebut kesatuan yang setia pada Noriega, yakni "Batalyon 2000", yang kini melakukan aksi gerilya. Toh perbandingan itu tetap pincang. Tambahan lagi, serangan yang dinamakan Operation Just Cause atau Operasi Demi Keadilan ini dirancang rapi dan penuh kerahasiaan. George Bush sebenarnya sudah memutuskan serangan ini Minggu, 17 Desember, sehari setelah seorang anggota marinir AS ditembak mati dalam satu insiden di Panama City. Dengan sangat rapi keputusan ini dijaga. Bahkan Senin esoknya, ketika Bush menghadiri perayaan Natal di Gedung Putih, tak ada tanda-tanda dalam bicaranya bahwa akan ada perintah serbu ke Panama. Beberapa wartawan yang menanyakan sikapnya terhadap kasus penembakan seorang marinis AS dijawab Bush, bahwa membiarkan Noriega mengalami frustrasi berat merupakan senjata yang ampuh. Esoknya, pun tanda-tanda itu tak tertangkap oleh wartawan maupun umum. Staf gedung putih pulang dari kantor seperti biasanya. Cuma, yang tak diketahui secara luas, hari itu Bush tetap berada di kamar kerjanya di Ruang Oval. Dari situlah rupanya perintah serbu diberikan, beberapa jam sebelum tembakan pertama terdengar Rabu dinihari itu. Tapi sejak awal Washington sudah sadar akan kelemahan Operasi Demi Keadilan ini. Yakni, kurangnya informasi intelijen. Sampai saat terakhir, tentara Amerika tak memperoleh informasi akurat tempat Noriega berada Rabu dinihari itu. Kapal Staf gabungan Jenderal Powell bahkan menduga rencana serbuan ini sudah diketahui oleh Noriega. Dan Noriega tak cuma lolos. Dari tempat persembunyiannya, jenderal bertampang keras ini, Rabu malam, balik membalas dengan kata-kata, lewat pemancar radio yang masih dikuasainya. Ia mengimbau agar rakyat Panama "berperang" melawan pasukan Amerika "menang atau mati jangan mundur." Jawaban AS? Gedung Putih menjanjikan hadiah US$ 1 juta bagi siapa yang dapat memberi informasi keberadaan Noriega. Dan untuk menghindarkan korban lebih banyak, bagi tentara Panama yang mau menyerahkan senjatanya akan diberikan imbalan US$ 150. Sementara itu, sampai Jumat, 22 Desember, tentara AS terus mengobrak-abrik sudut-sudut Panama. Kamis pekan lalu, Kedubes Nikaragua dan Kuba di Panama dikepung. Ada desas-desus gencar bahwa Noriega bersembunyi di situ. Hasilnya nihil. Pasukan AS juga melakukan pencarian dari rumah ke rumah di sekitar Panama City. Selain mencari Noriega, mereka juga mencoba membekuk tentara yang setia kepada jenderal buron itu. Kuat dugaan, para pendukung Noriega masih cukup besar. Misalnya, di dua tempat ada penyanderaan warga sipil. Konon, para sandera itu sejumlah ilmuwan AS. Tapi, lewat pertempuran, Jumat pagi sandera sudah dibebaskan semua. Tak disebutkan ada korban atau tidak. Sementara itu, pasukan pendukung Noriega masih gentayangan dan diduga memotori aksi perampokan barang-barang dari toko-toko di ibu kota Panama. Tembak-menembak antara loyalis Noriega dan pasukan AS juga masih sekali-sekali terdengar di berbagai tempat di seantero Panama. Sejak zaman Ronald Reagan, sebenarnya Pemerintah AS sudah merancang untuk menjatuhkan Noriega. Yakni sejak Kolonel Roberto Diaz Herrera, bekas orang kedua di angkatan bersenjata Panama, menuduh Noriega berlaku curang dalam pemilihan umum Mei 1987. Waktu itu Presiden Eric Arturo Delvalle malah sempat memecat Noriega. Delvalle didukung AS. Tapi situasi justru berbalik, karena Noriega, sebagai Pangab, bisa memberi komando tentara. Memang kemudian pihak Delvalle dibungkam lewat todongan senjata. Delvalle dipecat sebagai presiden. Pada 16 Maret 1988 ada percobaan kudeta yang dipimpin oleh Kepala Kepolisian. Gagal. Konon, karena ada pengkhianatan dari dalam. Bulan berikutnya, Ronald Reagan, yang mendesak agar pemerintahan militer di Panama diakhiri, menjatuhkan sanksi. Semua warga AS diminta menangguhkan pembayaran apa pun kepada Pemerintah Panama. Sanksi itu sempat menyebabkan krisis likuiditas. Bahkan sempat gaji tentara ditangguhkan pembayarannya. Toh sanksi terpaksa dicabut setelah lebih banyak merugikan warga AS sendiri yang di Panama, sementara Noriega tak juga jatuh. Mei tahun lalu kembali dilangsungkan pemilu. Waktu itu pihak oposisi yang mendukung Guillermo Endara dan kubu Noriega sama-sama menyatakan diri sebagai pemenang. Tapi pihak oposisi menuduh pemerintah melakukan kecurangan dalam pemilu. Dengan alasan ada "campur tangan pihak asing", Noriega membatalkan pemilu. September lalu, ia mengangkat Fransisco Rodriguez sebagai presiden Panama. Rodriguez, seorang birokrat yang tak terkenal, cuma sekadar boneka. Oktober tahun lalu kembali percobaan kudeta terjadi. Tapi upaya yang dipimpin oleh sejumlah perwira muda itu pun kandas. Padahal, mereka sudah sempat menawan sang jenderal. Tapi, ternyata kesetiaan yang tertanam dalam diri tentara menyebabkan mereka tak sampai hati melukai, bahkan mengikat Noriega. Maka, jenderal yang licin itu pun sempat lolos, bahkan kemudian menghukum mati pemimpin pembelot. Kala itu, Kongres menyesalkan Presiden Bush, kenapa tak membantu kudeta secara langsung. Sekaranglah, rupanya, ada alasan kuat bagi Bush buat mengirimkan serangan militer ke Panama. Jumat 15 Desember Noriega menyatakan "negara dalam keadaan perang melawan Amerika". Pernyataan itu mencemaskan Bush, Noriega bisa mendapatkan alasan berbuat apa saja terhadap warga AS di Panama. Maka, dilancarkan Operasi Demi Keadilan itu, yang juga demi menegakkan demokrasi, kata Bush, dalam siaran televisi di AS, Rabu pagi. Walau korban jatuh cukup besar di pihak AS, alasan penyerbuan Bush tampaknya didukung mayoritas rakyat AS. Pengumpulan pendapat oleh jaringan televisi CNN, Kamis pekan lalu, menyimpulkan 90% rakyat AS menyetujui invasi ke Panama. Sampai Jumat pagi jumlah korban di pihak AS: 21 tentara tewas, 208 cedera, 4 hilang. Dari pihak Panama, 59 terbunuh, 66 luka-luka, dan lebih dari 1.500 tentara Panama ditangkap. Jumlah ini belum termasuk korban jiwa pihak sipil dari kedua pihak. Ada sementara teori, selain alasan melindungi dan menegakkan demokrasi, ada juga soal lain. Noriega, yang pernah disebutkan menjalin hubungan erat dengan badan intel AS CIA kala lembaga itu dipimpin oleh Bush, konon diberi konsesi memperdagangkan obat bius, bila bersedia membantu gerilyawan Contra yang berupaya menumbangkan pemerintahan Marxist di Nikaragua. Hubungan baik ini terputus pada 1985, setelah mayat tanpa kepala pemimpin oposisi Panama, Hugo Spandora, ditemukan di pantai Costa Rica. Tapi Noriega telanjur menguasai jaringan obat bius. Konon, begitu naik jadi penguasa, ia sudah kaya raya. Dengan uang itulah ia membayar kesetiaan tentara, polisi, milisia, dan orang-orang dekatnya. Februari 1988, Noriega resmi dituduh terlibat penyelundupan narkotik oleh pengadilan Miami dan Tampa, di AS. Inilah kali pertama pemerintah federal AS menuntut seorang pemimpin puncak asing yang bukan tinggal di Amerika. Daftar panjang tuduhan terhadap Noriega itu antara lain: menerima suap US$ 4,6 juta dari sindikat narkotik Medellin, Colombia, untuk melindungi pengapalan kokain, laboratorium narkotik, perdagangan obat bius dari incaran hukum. Noriega dituduh mengizinkan Panama sebagai basis utama untuk perdagangan narkotik ke AS. Kalau Noriega bisa diseret ke muka meja hijau di AS itu, ia diancam hukuman penjara 145 tahun dan denda US$ 1,1 juta. Kecaman tentu saja terdengar dari pihak internasional. Uni Soviet merupakan salah satu yang paling cepat mengecam invasi itu. "Merupakan pelanggaran Piagam PBB. AS harus secepatnya menarik pasukannya dari Panama," begitu bunyi pernyataan Departemen Luar Negeri Kremlin. Negara-negara Amerika Latin tampak terpecah. Salvador, sekutu AS, menyatakan dukungannya. Begitu pula Honduras, Costa Rica, dan Venezuela, kendati tak terang-terangan. Sedang Meksiko, Brasil, Argentina, Cili, Uruguay, mengecamnya. Dukungan terhadap AS juga keluar dari Inggris dan Kanada. Adapun Indonesia, lewat siaran pers Menteri Luar Negeri Ali Alatas, menyesalkan invasi itu. "Konsisten dengan politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia tak bisa menerima serangan militer sebagai cara menyelesaikan konflik antarnegara." Indonesia berharap, konflik AS-Panama diselesaikan secara politik di meja diplomatik. Kini, siapa memerintah Panama? Satu jam menjelang penyerbuan pasukan AS, Guillerma Endara, tokoh oposisi yang "kalah" dalam pemilu Mei lalu, dilantik sebagai presiden Panama yang baru. Pelantikan yang konon berlangsung di pangkalan pasukan AS di Panama ini baru diketahui setelah rekaman videonya disebarkan oleh pihak AS. Dalam sebuah wawancara dengan televisi AS, Endara mengatakan bahwa ia akan selesai membentuk kabinet dan lain-lain dalam waktu sebulan ini. Sukseskah Bush dengan operasi ini? Bila Endara nanti mengadakan pemilihan umum dan dia yang menang, ketika itulah baru ia punya kekuasaan yang sah, kata Louis Goodman, dekan urusan internasional di American University. Di situ Bush boleh dikata berhasil merintis pemerintahan sipil. Tapi ada yang mencemaskan kebijaksanaan serbu Bush ini. Tom Wicker, kolomnis The New York Times, mengatakan bila saja "banyak tentara AS pulang dalam peti mati", dukungan masyarakat terhadap Bush bisa berbalik. Kasus Perang Vietnam bisa terulang: Pemerintah AS kehilangan simpati dari rakyatnya dan dari dunia. Kemungkinan itu memang terbuka. Tentara Noriega, yang kini seperti jadi gerilyawan kota, tampaknya tak mudah dibekuk di negeri seluas hampir 270.000 km2 (lebih besar daripada dua kali luas Pulau Jawa) ini. Kata Endara, paling sulit membentuk tentara Panama. Soalnya, tentara Panama sangat loyal kepada Noriega. "Saya harus mulai dari nol," katanya. Bahkan setelah kini Noriega tertangkap, menurut kantor berita AFP, kesulitan Endara tetap ada. Sebab, masih menjadi persoalan, bisakah pengadilan federal AS secara mulus mengadili Noriega. Pengacaranya tentu tak akan tinggal diam, juga mungkin tentaranya. Farida Sandjaja, Bambang Bujono, dan Yusril Djalinus (AS)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus