Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPEKAN sebelum Perdana Menteri Shinzo Abe bertemu dengan Presiden Donald Trump, Gubernur Okinawa Takeshi Onaga bertandang ke Washington, DC, menemui 12 anggota parlemen dan berbicara kepada pers. Gubernur yang terpilih secara langsung pada 2014 ini menegaskan kembali penolakannya terhadap pangkalan militer Amerika Serikat di wilayahnya.
Di Okinawa, ada 24 lokasi pangkalan militer Amerika, dengan 45 ribu tentara dan 5.500 pegawai sipil, yang menghabiskan 62 persen wilayah kepulauan Okinawa seluas 2.200 kilometer persegi. Pemerintah Jepang menyubsidi 2,5 miliar yen tiap tahun. "Saya kira semua orang Jepang harus berpikir lagi soal pengaturan pangkalan militer," kata Onaga menjawab pertanyaan wartawan Russia Today pada 3 Februari lalu di Washington.
Onaga mewakili 71 persen suara warga Okinawa yang tak setuju ada pangkalan militer di provinsi mereka. Kontroversi pangkalan militer Amerika sudah meletik 22 tahun lalu ketika tiga tentara Amerika memerkosa gadis 12 tahun. Banyak demonstrasi hingga hari ini, oleh organisasi kemasyarakatan sipil hingga anggota parlemen kota, menentang pangkalan militer. Penolakan terutama karena suara bising pesawat yang naik dan turun.
Untuk menengahi penolakan dan menjembatani kebijakan pemerintah, Kementerian Luar Negeri menunjuk seorang duta besar tiga tahun lalu, yang berkantor di Okinawa. Untuk sementara pemerintah Jepang tak mengindahkan protes itu. Jepang dan Amerika sudah sepakat memindahkan pangkalan Futenma ke utara Okinawa yang sepi.
Pangkalan militer terbesar ada di Kadena, dengan kapasitas 1.000 pesawat tempur. Pangkalan ini ada di tengah permukiman dengan 49 ribu rumah di sekelilingnya. Latihan dan turun-naik pesawat bisa dilihat publik dari lantai empat sebuah mal di pusat kota. "Tingkat kebisingannya 73,4 desibel," ujar Tatsuya Kodama, juru bicara Kerja Sama Pertahanan Amerika-Jepang Kementerian Pertahanan. Batas pendengaran manusia 120 desibel.
Pangkalan militer terbesar di Okinawa itu didirikan pada 1972. Menurut Pak Kodama, dari 2.000 hektare, 92 persen dimiliki 12 ribu orang. Pemerintah membayar sewa kepada mereka. "Pemilik lahan umumnya orang Tokyo," ucap Budi Firmansyah, orang Indonesia yang 15 tahun tinggal di Okinawa.
Satu faktor inilah yang membuat orang Okinawa menolak pangkalan militer. Tak ada keuntungan ekonomi secara signifikan dan, kata Budi, orang Okinawa khawatir celaka akibat tertimpa serpihan pesawat. Akibat protes masyarakat tersebut, menurut Pak Kodama, pemerintah Jepang berencana memindahkan pangkalan Kadena ke Kepulauan Guam. Ia tak memungkiri penolakan masyarakat karena sejarah kriminal dan kebisingan.
Masyarakat yang tak menyoal ada juga, seperti Ouma Satori, sopir taksi berusia 65 tahun. Dengan sukacita ia bercerita tentang pangkalan militer yang menguntungkan para sopir taksi seperti dia. "Orang Amerika sangat ramah dan suka memakai taksi," ujarnya, dalam bahasa Inggris patah-patah.
Satori-san sadar banyak orang Okinawa menolak pangkalan militer. Masalahnya, kata dia, pemerintah Jepang sangat bergantung pada Amerika dalam pertahanan negara. Sebagai orang Okinawa yang mengalami pendudukan Amerika dan menyaksikan perubahan drastis Jepang dalam konstitusi, Satori mendukung pangkalan militer.
Dua tahun setelah Amerika mengebom Nagasaki dan Hiroshima, Jepang mengubah konstitusi mereka dengan menghapus tentara dan mengharamkan ekspansi ke negara lain. Pertahanan sepenuhnya mengandalkan Amerika. Dengan pengetahuan sejarah itu, Satori memaklumi keputusan pemerintah.
Sementara orang Okinawa menolak, orang Ishigaki-pulau paling selatan Jepang yang menjadi bagian Okinawa-malah meminta pemerintah mengirim tentara dan membangun pangkalan militer. Jarak Ishigaki-Okinawa sekitar satu jam perjalanan dengan pesawat. Orang Ishigaki merasa perlu tentara karena kapal-kapal Cina merangsek ke perairan mereka. "Di sini keadaannya sangat serius," ucap Yoshiyuki Toita, anggota parlemen Ishigaki. "Tentara untuk pertahanan."
Bagja Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo