Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Menlu Retno Angkat Isu Hak Perempuan di Konferensi PBB tentang Taliban

Menlu Retno Marsudi mengangkat isu hak-hak perempuan Afghanistan dalam konferensi PBB di Doha, Qatar yang membahas Taliban.

20 Februari 2024 | 12.00 WIB

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Dokumentasi Kementerian Luar Negeri RI
Perbesar
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Dokumentasi Kementerian Luar Negeri RI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi atau Menlu Retno mengadvokasi isu hak-hak perempuan di Afghanistan ketika menghadiri konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Doha, Qatar pada 18 – 19 Februari 2024. Pertemuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan dialog antara komunitas internasional dengan Taliban yang memerintah Afghanistan.
 
“Indonesia menyarankan bahwa isu perempuan harus terus disertakan sebagai salah satu prioritas dalam engagement komunitas internasional dengan Taliban,” kata Menlu Retno dalam keterangan pers pada Senin, 19 Februari 2024.
 
Dia menekankan pentingnya bagi PBB untuk terus berkoordinasi dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) – yang menjadi wadah bagi negara-negara Islam dan mayoritas muslim termasuk Indonesia – ihwal isu hak-hak perempuan di Afghanistan.
 
Menlu Retno pun menyampaikan bahwa Indonesia telah mendukung hak-hak perempuan Afghanistan melalui berbagai upaya. Dia berkata Indonesia telah menyediakan beasiswa kepada perempuan dan warga Afghanistan secara umum, memberi pembangunan kapasitas dan edukasi literasi keuangan, hingga kini menggodok pengembangan kurikulum madrasah bagi warga Afghanistan. 
 
Indonesia, sebagai negara yang aktif dalam isu Afghanistan, menjadi satu-satunya negara ASEAN yang hadir di pertemuan tersebut. Negara-negara lain yang berbatasan dengan Afghanistan seperti Cina, Jepang, India dan Pakistan juga turut hadir.


 
Namun, perwakilan dari pemerintah Taliban absen dari pertemuan tersebut. Kantor luar negeri Afghanistan yang dipimpin Taliban menyatakan enggan hadir setelah PBB menolak permintaan mereka untuk bertindak sebagai satu-satunya perwakilan resmi Afghanistan, kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin. 
 
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan sebelum pertemuan tersebut, kantor luar negeri Afghanistan mengatakan bahwa pendekatan komunitas internasional kepada Taliban ditandai dengan “pembebanan, tuduhan dan tekanan sepihak.”
 
Guterres mengatakan kondisi yang diminta Taliban tidak dapat diterima, karena sama saja dengan mengakui rezim tersebut sebagai pemerintah sah Afghanistan. 
 
Retno mengamini pernyataan tersebut. Dalam pertemuan, dia menyampaikan bahwa Indonesia menekankan keterlibatan antara Taliban dan komunitas internasional perlu terus dilakukan. “Namun memang saat ini belum saatnya melakukan pengakuan,” ujarnya.
 
Berbicara pada konferensi pers yang mengakhiri pertemuan dua hari tersebut, Guterres mengatakan dia akan memulai proses penunjukan utusan PBB untuk mengoordinasikan keterlibatan antara pemerintahan Taliban di Afghanistan dan komunitas internasional.
 
Utusan baru tersebut akan menemukan cara untuk bekerja lebih efektif dengan Taliban yang memegang kekuasaan di Kabul, kata Guterres. Sekjen PBB itu menambahkan bahwa ia berharap peningkatan keterlibatan dengan Taliban akan mendorong partisipasi mereka dalam pertemuan di masa depan.
 
Indonesia sepakat dengan rekomendasi Sekjen PBB tersebut, seperti disampaikan Retno. Namun dia mengatakan bahwa utusan khusus tersebut harus dipastikan dapat bertugas dan menyampaikan hasil kerja yang nyata.


 
“Ini adalah tantangan yang paling besar, mengingat posisi Taliban yang tidak dapat menerima penunjukan utusan khusus tersebut. Jangan sampai utusan khusus dibentuk namun pada akhirnya tidak dapat bekerja,” ujar Menlu Retno.
 
Taliban mengambil alih Kabul pada Agustus 2021, setelah pasukan Amerika Serikat dan NATO menarik pasukan mereka usai perang selama dua dekade. Tidak ada negara yang mengakuinya sebagai pemerintahan Afghanistan. 
 
PBB mengatakan bahwa pengakuan tersebut hampir tidak mungkin dilakukan karena berbagai larangan terhadap pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan masih berlaku. Menurut laporan terbaru UN Women, Taliban telah mengeluarkan 50 dekrit yang mengikis hak-hak perempuan sejak berkuasa. Dekrit-dekrit tersebut belum ada yang dibatalkan hingga saat ini.
 
Sejak mengambil alih kekuasaan, Taliban telah memerintahkan perempuan untuk menutup aurat ketika meninggalkan rumah, melarang anak perempuan dan perempuan dewasa bersekolah, dan melarang mereka memasuki tempat-tempat umum.
 
Taliban menyatakan larangan-larangan tersebut adalah masalah dalam negeri, dan menolak kritik dari komunitas internasional yang dianggap sebagai campur tangan pihak luar.
 
NABIILA AZZAHRA A. | REUTERS | AL JAZEERA

Pilihan editor: ABK Asal Tegal Mengalami Depresi di Afrika Selatan, Dipulangkan ke Tanah Air

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nabiila Azzahra

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menjadi reporter Tempo sejak 2023 dengan liputan isu internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus