Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menulis buku "god cried" tuhan yang menangis

Wartawan newsweek menulis buku "god cried" masalah palestina-israel. (ln)

4 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BANGSA Palestina dibiarkan sendiri," ucap Tony Clifton, kepala biro majalah Newsweek di London. Berada di Beirut ketika kota itu dikepung Israel, wartawan ini merasa amat prihatin. Ia menyadari hanya segelintir orang di dunia luar yang menjerit dan meratap agar pembunuhan dihentikan. "Orang Palestina menyangka Rusia akan membantu, bangsa-bangsa Arab akan menolong, opini dunia akan menyumbangkan sesuatu. Tapi dunia nampaknya bersimpati pada Israel. Pembantaian yang dilakukan Israel disiarkan lewat tv dan pemberitaan media massa. Tapi tidak seorang pun bertindak. Karena itulah buku ini saya tulis." Buku yang berjudul Tuhan Yang Menangis, beredar di Inggris awal Juni ini. Penjelasan tersebut diucapkan Clifton kepada majalah The Middle East edisi Juni, yang beredar, pekan lalu. Dalam kesendiriannya, Palestina, menurut Clifton, justru mendapat simpati dari gerakan Israel Damai Sekarang. Dalam buku itu dikutipnya apa yang diungkapkan penyair Palestina, Muin Bseisso. "Ironi terbesar itu menjadi amat terasa justru karena untuk perlakuan keji yang kami alami satu-satunya bangsa yang protes hanyalah orang Israel." Tony Clifton, wartawan Newsweek kelahiran Australia itu, terus-terang mengaku pro-Palestina. Dalam hal apa? "Menurut hemat saya, tidak akan tercipta perdamaian di Timur Tengah, kecuali orang Palestina mempunyai negara sendiri. Saya percaya PLO mewakili bangsa itu dan Yasser Arafat seorang pemimpin yang baik." Penulis yang dapat mencurahkan seluruh simpati dan pendapatnya tanpa tekanan-tekanan pihak atasannya di Newsweek, berkata ia mengharapkan reaksi keras dari pihak Israel. "Saya akan sangat kecewa bila tidak ada reaksi dari kelompok Zionis," katanya. Buku yang ditulis Clifton itu jelas-jelas anti-Begin dan anti-Sharon. Di situ juga ia menganalisa bahwa perang Libanon itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan orang-orang Palestina ataupun Libanon. "Setelah membaca, mendengar, bertanya, saya sampai pada kesimpulan bahwa penghancuran Libanon, pembunuhan 25.000 penduduk sipil, dan kematian 500 prajurit Israel semata-mata akibat tindakan yang menyimpang," ungkap Clifton. Dia berpendapat Israel bertekad mencaplok Tepi Barat sebelum bangsa Arab, AS, dan Eropa dapat bersama-sama memperjuangkan sebuah negara Palestina. Wartawan Newsweek ini tidak sependapat dengan Arafat yang percaya sebuah negara Palestina akan berdiri dalam waktu 3-5 tahun mendatang. Tapi dia yakin bahwa sekali waktu bangsa Arab akan menang. "Mereka lebih kaya, lebih banyak, dan mulai terdidik. Pada akhirnya angka akan menentukan." Mengapa judul bukunya Tuhan Yang Menangs? Idenya datang dari sebuah lelucon Palestina. Konon, Reagan, Brezhnev, dan Arafat diterima menghadap Tuhan. Reagan bertanya kapan Presiden AS akan memerintah dunia. Tuhan menjawab 200 tahun lagi. Reagan menangis. Brezhnev bertanya kapan seluruh dunia jadi komunis. Tuhan menjawab 250 tahun lagi. Brezhnev pun menangis. Akhirnya Arafat bertanya, kapan bangsa Palestina memperoleh tanah air mereka? Kali ini justru Tuhan yang menangis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus