Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rakyat Maroko seperti terbelah pekan lalu. Di beberapa titik di jalanan Rabat, beberapa orang membagikan selebaran. Mereka mengajak para pengendara mengatakan ”ya” pada referendum yang akan digelar Jumat pekan ini—dipercepat dari rencana semula, September mendatang. Di hari lain, sebagian warga mengajak rakyat memboikot referendum. Pada Ahad pekan lalu, aksi dua kubu yang berseteru mewarnai ibu kota negeri Magribi itu.
”Saya pastikan semua yang berpartisipasi dalam referendum, termasuk yang menentang, akan bisa bersuara bebas,” kata Menteri Komunikasi Khalid Naciri. Ia menambahkan, siapa pun bisa menyuarakan kemauannya dengan bebas di media pemerintah. Masa kampanye untuk referendum digelar sejak Selasa pekan lalu hingga Kamis pekan ini.
Referendum akan memutuskan ”ya” dan ”tidak”-nya konstitusi baru yang diusulkan Raja Mohammed VI pada Jumat sebelumnya. Raja yang berkuasa sejak 1999 itu menawarkan penyerahan sebagian kekuasaan ke perdana menteri dan parlemen.
Dalam konstitusi baru, raja masih menjadi kepala negara dan panglima tertinggi militer, juga penguasa urusan hubungan luar negeri, termasuk kewenangan mengangkat duta besar dan diplomat. Raja masih berwenang pula mengangkat pejabat tinggi yang strategis. Selain itu, ia menjadi penguasa tertinggi urusan agama.
”Menurut saya, ini akan membantu kita membangun demokrasi yang lebih kuat di masa depan,” kata Menteri Perindustrian Ahmed Reda Chami. Tapi tak semua percaya. ”Raja hanya memperkenalkan perubahan kosmetik. Sebenarnya ia memperkuat cengkeramannya dalam proses pembuatan keputusan,” kata Abderrahim Tafnout dari Partai Sosialis Bersatu, yang memiliki dua kursi di parlemen, kepada Reuters.
Kerajaan yang telah berusia sekitar 400 tahun ini memiliki sejarah panjang janji reformasi yang bersifat seperti gincu alias pemanis bibir belaka. Sistem pemerintahan negeri di kawasan paling barat Afrika Utara ini menempatkan raja hampir sebagai penguasa absolut. Partai politik yang ada sangat lemah.
Raja Mohammed VI, yang menggantikan ayahnya, Raja Hassan II, pada 1999, diakui telah banyak melakukan reformasi dibanding pendahulunya, termasuk di bidang politik dan ekonomi. Dia mendapat sebutan ”penjaga rakyat miskin” karena prioritasnya mengentaskan rakyat dari kemiskinan.
Tapi banyak aktivis lembaga swadaya masyarakat mengkritik julukan tersebut karena kemiskinan dan pengangguran masih merajalela di negeri berpenduduk sekitar 32 juta orang ini. Produk domestik kotor Maroko adalah US$ 154 miliar, dan pendapatan per kapita sekitar US$ 5.000.
Raja yang juga doktor bidang hukum itu menggelar pula investigasi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan aparat kerajaan di bawah kekuasaan ayahnya. Tahanan politik pun banyak yang dibebaskan. Ia juga membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Reformasi yang dilakukan Raja sempat ditentang kelompok Islam konservatif, terutama ketika ia menetapkan Mudawana, peraturan yang memberikan hak lebih kepada kaum Hawa, tujuh tahun silam. Dia menggelar pula berbagai pelatihan untuk ulama perempuan.
Namun masih banyak warga Maroko tak puas dengan perubahan itu. ”Maroko adalah negara polisi,” kata Sami Mellanki dari Asosiasi Hak Asasi Manusia Maroko kepada The New York Times.
Di Maroko, masih banyak ditemukan tahanan politik baru. Kebebasan pers pun tak terlihat nyata. Undang-undang antiterorisme yang dikeluarkan setelah insiden ledakan bom di Casablanca, delapan tahun silam, dikritik kerap digunakan berlebihan sehingga mengarah ke pelanggaran hak asasi manusia. Belum lagi tudingan korupsi yang mewarnai birokrasi.
Tak ayal, Februari lalu, Maroko terkena imbas gelombang gerakan reformasi yang bertiup di kawasan Timur Tengah. Masyarakat dari berbagai elemen, dari kelompok Maois, An-Nahj; kelompok Islamis yang dilarang, Al-Adl wal-Ihsan; partai politik; hingga anak muda, bersatu padu. Mereka menuntut diakhirinya kekuasaan absolut raja dan pembersihan korupsi. Berbeda dengan negara-negara tetangganya, tuntutan di negeri Magribi ini tak menyentuh sang Raja.
Menanggapi tuntutan itu, Raja Mohammed VI segera mengumumkan rencana reformasi dan perubahan konstitusi. Tiga partai politik terbesar, yakni Partai Keadilan dan Pembangunan dari kelompok Islam, The Socialist Union of Popular Forces dari kelompok kiri, dan Partai Istiqlal yang konservatif, akan mengadakan pertemuan di berbagai kota selama masa kampanye. Mereka menyeru anggota dan simpatisannya memberikan suara ”ya” untuk referendum.
Tapi beberapa kelompok oposisi yang lebih kecil akan bertindak sebaliknya. Begitu pula sebagian rakyat yang tak sepakat dengan Raja. ”Tak ada keadilan di negeri ini, jadi harus ada perubahan total dari kepala hingga ibu jari kaki,” ujar Abderrahman Chaawat, warga Casablanca, kepada The Associated Press.
”Gerakan 20 Februari” juga masih terus melakukan aksi mingguan untuk menuntut reformasi besar-besaran dan menyerukan pemboikotan referendum. ”Kami menyeru rakyat di seluruh Maroko menentang proposal yang tidak memenuhi kondisi konstitusi demokratik,” tulis mereka dalam laman Facebooknya.
Gerakan yang berisi kelompok-kelompok oposisi ini meminta rakyat mempelajari draf amendemen dengan baik. Tapi lebih dari 30 persen rakyat Maroko buta aksara.
Sebagian pengamat melihat ”Gerakan 20 Februari” tak akan membesar. ”Gerakan itu telah habis karena Raja telah menjawab tuntutan rakyat,” kata Jawad Kerdoudi, Kepala Institut Hubungan Internasional Maroko, kepada Christian Science Monitor.
Toh, kelompok proreformasi-total tak patah semangat. Mereka bersiap untuk terus berjuang. ”Perubahan bergantung pada kekuatan gerakan,” kata Athman Hajhamou, yang mengorganisasi gerakan di Kota Fes.
Purwani Diyah Prabandari (Christian Science Monitor, Reuters, BBC, Moroccan News Agency)
Amendemen Konstitusi
Status Raja:
Kesakralan raja berkurang. Isu ini kerap digunakan untuk memenjarakan oposan dan wartawan.
Prerogatif Raja:
- Kekuasaan raja berkurang, hanya masih menjadi pemimpin tertinggi dalam urusan militer dan agama.
- Raja masih bisa menunjuk perdana menteri, tapi terbatas pada partai yang menang pemilu.
- Raja masih mengetuai dewan menteri yang membuat keputusan strategis dan memutuskan penunjukan-penunjukan penting, seperti gubernur provinsi, bank sentral, dan perusahaan negara.
- Dibentuk mahkamah konstitusional yang anggotanya separuh ditunjuk raja dan separuh dipilih parlemen.
- Raja berhak membubarkan parlemen, tapi harus berkonsultasi dengan mahkamah konstitusional.
- Raja mengetuai Dewan Keamanan Strategis Tertinggi, badan yang mengurusi strategi keamanan dalam dan luar negeri.
Pemerintahan:
Perdana menteri bisa membubarkan parlemen setelah berkonsultasi dengan raja, ketua parlemen, dan kepala mahkamah konstitusional.
Sistem Peradilan:
- Lembaga peradilan menjadi lembaga independen yang menjamin perlindungan hak dan kepatuhan terhadap hukum.
- Konstitusi menjamin independensi hakim dengan melarang segala macam campur tangan atau tekanan.
- Mahkamah agung dipimpin raja.
Parlemen:
- Sistem dua kamar dipertahankan; majelis rendah bisa menentang pemerintah.
- Majelis tinggi dikurangi anggotanya; dimasukkan wakil serikat buruh dan organisasi profesional.
- Wewenang lembaga legislatif berlipat ganda menjadi 60 bidang, termasuk penjaminan terhadap hak dan kebebasan, amnesti, pembuatan peta pemungutan suara, serta seluruh aspek kehidupan sipil, ekonomi, dan sosial.
Sumber: Reuters
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo