Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PHNOM PENH - Militer Kamboja ditengarai aktif berkampanye untuk partai berkuasa Perdana Menteri Hun Sen menjelang pemilu pada 29 Juli mendatang. Seperti dilansir laman Human Rights Watch, lembaga pemantau hak asasi manusia, sejumlah jenderal diduga berkampanye untuk Partai CPP (Cambodian People's Party) sejak dimulainya kampanye pada 7 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Prinsip-prinsip dasar demokrasi memerlukan netralitas politik militer dan polisi untuk menciptakan pemilihan menjadi bebas, adil, dan kredibel," ujar Brad Adam, Direktur Human Rights Watch untuk kawasan Asia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut laporan media setempat, sejak periode kampanye resmi dimulai pada 7 Juli lalu, Jenderal Sao Sokha, komandan tertinggi militer Kamboja, berkampanye untuk CPP. Pada 8 Juli lalu, di sebuah pagoda Buddha di Provinsi Kandal, Jenderal Sao mengatakan bahwa, di bawah kepemimpinan Samdech Techo Hun Sen, Perdana Menteri Kamboja, pembangunan berkembang di mana-mana, termasuk pembangunan jalan, jembatan, kanal, sekolah, dan rumah sakit.
Human Rights juga menerima laporan dari sejumlah anggota senior militer, bahkan sebelum kampanye resmi dimulai. Para jenderal tersebut, antara lain, Jenderal Hun Manet, putra Hun Sen, yang baru dipromosikan menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja (RCAF), berkampanye untuk CPP pada 2 Juli. Jenderal Meas Sophea, Wakil Panglima Tertinggi RCAF, melantik anggota CPP dan menyerukan kemenangan CPP dalam kampanye di Provinsi Preah Vihear pada 15 Juni lalu.
Human Rights menilai sikap itu melanggar Pasal 9 Undang-Undang tentang Status Umum Personel Militer RCAF. Pasal itu menyatakan bahwa personel militer harus netral dalam fungsi dan kegiatan kerja mereka. Penggunaan alat-alat negara untuk politik apa pun dilarang.
Pemilu di Kamboja berlangsung tanpa partai oposisi. Mahkamah Agung membubarkan Partai Penyelamat Nasional (CNRP), yang merupakan partai oposisi. Pembubaran tersebut setelah pemimpin CNRP Kem Sokha ditahan atas tuduhan pengkhianatan pada September tahun lalu. Tanpa oposisi, hampir dipastikan CPP sebagai partai besutan Hun Sen keluar sebagai pemenang. "Rupanya CPP berpikir perlu juga menyebarkan beberapa jenderal untuk berkampanye dan mengintimidasi orang-orang agar pergi ke tempat pemungutan suara."
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Partai CPP, Sok Eysan, menepis kekhawatiran Human Rights. Dia menjelaskan bahwa secara hukum anggota pasukan keamanan bisa berkampanye selama dilakukan tidak pada hari libur, tidak membawa senjata, atau mengenakan seragam resmi. "Brad Adam sepertinya memiliki kemarahan dan dendam terhadap CPP untuk waktu yang lama," ucap Sok Eysan. REUTERS | AL JAZEERA | HRW.ORG | SUKMA LOPPIES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo