Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SINJAR - Sejak kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) menyebarkan kematian dan kehancuran di desa-desa Yazidi di Irak utara hampir lima tahun lalu, mimpi buruk masih membayangi para korban yang selamat. Lebih dari 3.000 warga minoritas Yazidi terbunuh pada 2014 dalam serangan yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa disebut sebagai genosida.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Kocher Hassan, tidur adalah kemewahan ketika tiga dari delapan anaknya masih hilang. Ia pun sulit tidur karena kenangan pahit setelah mendekam selama tiga tahun di penjara para teroris. "Semalam, saya bermimpi mereka (ISIS) membantai anak-anak saya," kata perempuan berusia 39 tahun itu kepada Reuters, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampai satu setengah tahun lalu, Hassan dan kelima anaknya ditahan di penjara bawah tanah di Raqqa dengan hanya sedikit makanan dan terus-menerus takut disiksa. Dia tidak tahu mengapa ISIS membebaskannya dan kelima anak perempuan terkecilnyamereka berusia 1-6 tahun.
Namun hingga kini ia belum mengetahui nasib tiga anaknya yang lain: dua anak laki-laki bernama Fares dan Firas, yang akan berusia 23 dan 19 tahun sekarang; serta Aveen, seorang remaja putri yang akan berusia 13 tahun.
Ketika ISIS menyapu Irak utara pada 2014, ribuan anggota minoritas Yazidi Irak diculik dari Kota Sinjar dan daerah sekitarnya. Perempuan dan remaja putri Yazidi dipaksa menjadi budak seksual. Sedangkan anak-anak muda Yazidi diindoktrinasi dengan interpretasi ISIS yang ketat tentang Islam dan dilatih sebagai milisi. Anak-anak Hassan yang hilang mungkin masih berada dalam cengkeraman ISIS.
Ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersiap untuk mengumumkan kehancuran ISIS di Suriah dan Irak, data Washington menunjukkan banyak dari warga Yazidi yang mengungsi, seperti Hassan, memilih tidak kembali ke rumah.
Ibu delapan anak itu mengaku tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi di desanya di Rambousi. "Putra-putra saya membangun rumah itu. Saya tidak bisa kembali tanpa mereka. Buku sekolah mereka masih ada di sana, begitu juga dengan pakaian mereka," ujar dia, pilu.
Ketika para milisi datang, ribuan warga Yazidi melarikan diri dengan berjalan kaki menuju Gunung Sinjar. Lebih dari empat tahun kemudian, sekitar 2.500 keluargatermasuk Hassan, suami, dan kelima putrinya masih tinggal di tenda-tenda yang berserakan di sepanjang perbukitan.
Ia memilih tetap bertahan di kamp tempat mereka tinggal saat ini, meski tidak ada listrik atau air yang mengalir. Dia tidak ingat kapan terakhir kali anak-anaknya makan buah. "Kehidupan di sini sangat sulit, tapi saya bersyukur kepada Tuhan bahwa kami dapat melihat matahari," tutur dia.
Padang rumput tempat anak-anak mengejar domba dan para wanita memetik tumbuhan liar menjadi oase bagi Hassan dan para penyintas lainnya. Tapi pengaturan damai menutupi ketakutan mendalam tentang masa lalu dan masa depan.
Sejak pembebasan Sinjar pada akhir 2015, sejumlah milisi berdatangan sehingga menciptakan kekosongan kepemimpinan yang mengancam stabilitas kawasan. Empat faksi yang saat ini menduduki Sinjar dan daerah sekitarnya adalah pasukan pemerintah Irak, Unit Perlindungan Rakyat Kurdi yang didominasi Suriah; Unit Mobilisasi Populer (PMU), yaitu pasukan paramiliter yang didukung pemerintah Irak dan Iran; serta Pasukan Perlindungan Ezidxan, milisi Yazidi lokal dengan 3.000 tentara.
Bendera berubah di setiap pos pemeriksaan dan di sekitar kota saat setiap pihak berupaya untuk menegaskan dominasi. "Meskipun telah dibebaskan dari kehadiran ISIS, kawasan ini secara de facto masih menjadi distrik di mana otoritas Irak dan milisi asing berebut menguasai warga Yazidi," kata Maria Fantappie, penasihat senior Irak di International Crisis Group, kepada Foreign Policy. "Keberadaan kelompok ini mencegah daerah Sinjar dari rekonstruksi, penghapusan ranjau, dan kembalinya Yazidi ke rumah mereka dengan aman."
Mahmoud Khalaf, suami Hassan, mengatakan ISIS tidak hanya menghancurkan mata pencarian mereka. Kelompok itu menghancurkan kepercayaan antara Yazidi dan komunitas-komunitas dari berbagai agama serta kelompok etnis yang telah lama mereka tinggali.
"Tidak ada perlindungan. Mereka yang membunuh, menawan, serta menyiksa kami telah kembali ke desa mereka," kata pria berusia 40 tahun itu, merujuk pada desa-desa Arab Sunni yang berdekatan, yang menurut Yazidi berkonspirasi dengan para teroris. "Kami tidak punya pilihan selain tetap di sini. Mereka lebih kuat daripada kami." REUTERS | ARAB NEWS | FOREIGN POLICY | SITA PLANASARI AQUADINI
Melarikan Diri dengan Jutaan Dolar
Kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) dalam beberapa bulan ke belakang terus dipukul mundur oleh pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat. Dilansir CNN, lebih dari 1.000 pejuang ISIS diperkirakan melarikan diri dari Suriah ke pegunungan dan padang pasir di Irak barat dalam enam bulan terakhir.
Seorang pejabat militer Amerika Serikat bahkan memperkirakan para milisi tersebut memiliki uang tunai hingga US$ 200 juta di tangan mereka. Milisi ISIS terus melarikan diri, termasuk ketika pertempuran terakhir berlangsung di Suriah tenggara. Beberapa pejuang terakhir juga diyakini sebagai bekas anggota Al-Qaidah di Irak.
Seorang diplomat senior Amerika Serikat menyebut Pasukan Demokratis Suriah alias Syrian Democratic Forces (SDF) dan Amerika Serikat masih mengalami kendala untuk memotong jaringan pendapatan finansial tentara ISIS.
Awal bulan ini, Joseph Votel, jenderal bintang empat yang bertanggung jawab atas operasi militer AS di Timur Tengah, memperkirakan ada 20-30 ribu pejuang ISIS yang tersisa. Rinciannya, sebanyak 15.500 -17.100 milisi ISIS di Irak dan 14 ribu personel pasukan lainnya di Suriah. CNN | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo