Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Modernisasi sultan muda

Laporan perjalanan dahlan iskan, sekitar modernisasi oman dibawah sultan qaboos.

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UMURNYA baru 29 tahun ketika ia mulai memegang tampuk pemerintahan di Oman. Qaboos, anak muda itu, sebelumnya menganggur selama sekitar 6 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikan militer di Inggris, ia gelisah melihat pemerintahan ayahnya, Sultan Said, yang lamban. Satu-satunya putra mahkota itu "mempersilakan" ayahnya menghabiskan hari tua di Claridge (London) setelah 38 tahun menghuni istana megah di pantai Muscat yang indah. Dan sultan muda pun -- dengan panggilan resmi His Majesty Sultan Qaboos bin Said -- mengemudikan negeri seluas 300.000 km di semenanjung Arabia itu ke babak baru mulai tahun 1970. Ketika itu Oman masih sangat terkebelakang bila dibandingkan Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain dan Kuwait -- para tetangganya di Teluk Persia. Di sana hanya ada 3 sekolah dasar, 10 km jalan raya dan sebuah rumah sakit dengan 12 tempat tidur, milik missionaris Amerika. Qaboos yang masih bujangan waktu itu terus meledak-ledak. Dan ia tertolong oleh meledaknya harga minyak. Hanya 300.000 barrel per hari yang bisa diekspornya. Tapi lantaran penduduk yang hanya 1,5 juta, hasil minyak itu membuat pembangunan di sana segera menampakkan hasilnya. Apalagi -- seperti dikatakan seorang anggota parlemen Inggris yang juga berkunjung ke Oman bulan lalu, pemerintahan Qaboos tergolong paling bersih di kawasan penghasil minyak itu. Kini, setelah 10 tahun Qaboos membuka negerinya terhadap dunia Barat, Oman sudah jauh berubah. Kota-kota ramai dengan bangunan bertingkat, dengan lalu lintas mobil mewah. Terutama mewah untuk ukuran Indonesia. Listrik sudah merambat ke pucuk gunung dan pipa air minum mengucur di mana-mana. Pendapatan per kapita penduduknya US$1.800 setahun. Dari ujung ke ujung negeri sudah hampir bisa dijelajah lantaran sekitar 3.000 km jalan beraspal sudah dibangun. Rumah sakit besar dengan peralatan modern sudah 14 buah dengan 1.428 tempat tidur. Dan semua anak usia sekolah sudah belajar di 355 sekolah dari tingkat SD sampai SLA -- tentu saja tanpa dipungut bayaran. Hanya saja belum ada perguruan tinggi di negeri itu. Angkatan pertama yang mengenyam kesempatan bersekolah di dalam negeri sekarang baru mencapai tingkat SLA. Namun kurangnya tenaga trampil bukanlah persoalan. Untuk mempercepat modernisasi itu, bisa diatasi Oman dengan mendatangkan pekerja asing. Sebagian besar tenaga dokter, guru dan pekerja kelas menengah lainnya masih didatangkan dari luar. Tenaga dokter didatangkannya banyak dari Pakistan, India dan Mesir dengan bayaran Rp 1 juta bersih sebulan. Pekerja asing yang di lapangan swasta lebih banyak lagi, umumnya juga dari Pakistan, India dan Mesir. Sekitar 300.000 pekerja asing sekarang berada di Oman, sebagian besar buruh-buruh bangunan. Di kelas atas, tenaga berkebangsaan Inggris yang lebih dominan, barangkali lantaran negeri itu memang bekas jajahannya. Penasihat asing di berbagai instansi pemerintah ditaksir sebanyak 500-an, semua dari Inggris. Juga pelatih militer datang dari Inggris yang jumlahnya juga 500-an. Di sini seorang kapten AL Inggris-mendapat bayaran bulanan sekitar Rp 1 juta. Entah lantaran banyaknya orang Inggris ini atau bukan, jelas segala sesuatunya tidak bisa tanpa bahasa Inggris. Mulai dari nama jalan sampai nama kantor pemerintah, semua ditulis dalam dua bahasa: Arab dan Inggris. Bahkan dalam acaranya setiap malam, televisi Oman perlu menyampaikan warta berita dalam bahasa Inggris -- dengan penyiar Inggris pula. Tapi rakyat Oman tampaknya cukup senang. Dengan sultan ini pemerataan tampaknya dirasakan. Di pedalaman tenggara negeri itu, tempat rakyatnya hidup dari menggembala, pemerintah membangun bak-bak air minum. Maka penggembala tidak perlu pergi jauh mencari oase untuk ternaknya. Rumah sakit terbesar dan termodern di Oman justru didirikan di Dhofar dekat perbatasan dengan Yaman Selatan. Angka resmi menunjukkan bahwa penggunaan anggaran pemerintah semakin besar untuk daerah pedalaman. Kalau biaya untuk wilayah sekitar ibukota masih 40,5% tahun 1976, itu tinggal 27% tahun lalu. Sebaliknya daerah pedalaman sekarang dapat 53% dari APBN Oman. Bukan hanya karena kisah sukses itu Oman sering dibicarakan orang belakangan ini. Letaknya yang persis di mulut Teluk Persia itu mengundang keadaan bahaya, bila terjadi perang untuk memperebutkan kawasan yang kaya minyak itu. Para penasihat militer Inggris di sana, jika ditanya, umumnya tidak percaya bahwa Uni Soviet akan meneruskan invasinya ke Teluk Persia setelah sukses di Afghanistan. Tapi Sultan Qaboos konon cukup khawatir atas kehadiran kapal perang Soviet di dekat situ. Destroyer 286 Soviet, misalnya, "jalan-jalan" sampai ke mulut Selat Hormuz baru-baru ini. Selat ini sepenuhnya dalam tanggung awab Oman. Tanker dan supertanker yang mengangkut minyak mentah dari Iran, Kuwait, Bahrain, Qatar dan Uni Emirat Arab harus melewati selat yang sempit ini sebelum keluar ke Samudera Hindia. Sedikitnya 75 kapal setiap hari melewati selat itu yang keamanannya harus dijamin oleh Oman. Dari keseluruhannya, 50% pengangkut minyak, 30% kapal dagang dan selebihnya kapal perang. Sedang Oman sendiri hanya mampu menyediakan 3 kapal patrolinya untuk mengawal selat itu. Karena itu pemerintah Oman konon berniat menarik pungutan dari kapal yang lewat. Selama ini Oman tidak memperoleh keuntungan apa-apa, sedang kapal yang membawa minyak Oman ke luar negeri tidak lewat di situ. Sebuah sumber di Muscat menyebutkan bahwa sultan lebih khawatir lagi terhadap ancaman dari Yaman Selatan yang pro-Soviet. Sejak 1975 memang tidak ada insiden di perbatasan itu, tapi Oman sedang membangun besar-besaran daerah perbatasan yang kosong penduduk itu. Daerah pegunungan ditembusnya untuk membuat jalan raya. Tahun ini 20% dari GNP Oman di pakai untuk keperluan pertahanan, antara lain membangun daerah perbatasan ini. Sekitar 1 batalyon tentara Oman sekarang ditempatkan di perbatasan ini. Di seberang sana ada perkemahan tentara Yaman Selatan. Keduanya dipisahkan pegunungan yang tidak terlalu terjal tapi jelas tandus. "Perkiraan saya, dan saya berharap, tidak akan terjadi insiden perbatasan," ujar Mayor Shaleh Mohammed, seorang komandan tentara Oman. "Selama mereka bersikap bersahabat, kita tetap akan bersahabat. Tapi kalau mereka memukul, kami sudah siap." Daerah perbatasan Oman ini memang rawan. Antara perkampungan penduduk dengan wilayah perbatasan terbentang pegunungan yang panjangnya sekitar 100 km. Pegunungan ini baru hijau selama April sampai Oktober. Waktu itu pohon siwak -- pohon yang sering digunakan oleh para kiai di Jawa untuk sikat gigi meniru nabi Muhammad bisa tumbuh baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus