Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UMURNYA baru 29 tahun ketika ia mulai memegang tampuk
pemerintahan di Oman. Qaboos, anak muda itu, sebelumnya
menganggur selama sekitar 6 tahun.
Setelah menyelesaikan pendidikan militer di Inggris, ia gelisah
melihat pemerintahan ayahnya, Sultan Said, yang lamban.
Satu-satunya putra mahkota itu "mempersilakan" ayahnya
menghabiskan hari tua di Claridge (London) setelah 38 tahun
menghuni istana megah di pantai Muscat yang indah. Dan sultan
muda pun -- dengan panggilan resmi His Majesty Sultan Qaboos bin
Said -- mengemudikan negeri seluas 300.000 km di semenanjung
Arabia itu ke babak baru mulai tahun 1970.
Ketika itu Oman masih sangat terkebelakang bila dibandingkan Uni
Emirat Arab, Qatar, Bahrain dan Kuwait -- para tetangganya di
Teluk Persia. Di sana hanya ada 3 sekolah dasar, 10 km jalan
raya dan sebuah rumah sakit dengan 12 tempat tidur, milik
missionaris Amerika.
Qaboos yang masih bujangan waktu itu terus meledak-ledak. Dan ia
tertolong oleh meledaknya harga minyak. Hanya 300.000 barrel
per hari yang bisa diekspornya. Tapi lantaran penduduk yang
hanya 1,5 juta, hasil minyak itu membuat pembangunan di sana
segera menampakkan hasilnya. Apalagi -- seperti dikatakan
seorang anggota parlemen Inggris yang juga berkunjung ke Oman
bulan lalu, pemerintahan Qaboos tergolong paling bersih di
kawasan penghasil minyak itu.
Kini, setelah 10 tahun Qaboos membuka negerinya terhadap dunia
Barat, Oman sudah jauh berubah. Kota-kota ramai dengan bangunan
bertingkat, dengan lalu lintas mobil mewah. Terutama mewah untuk
ukuran Indonesia. Listrik sudah merambat ke pucuk gunung dan
pipa air minum mengucur di mana-mana.
Pendapatan per kapita penduduknya US$1.800 setahun. Dari ujung
ke ujung negeri sudah hampir bisa dijelajah lantaran sekitar
3.000 km jalan beraspal sudah dibangun. Rumah sakit besar dengan
peralatan modern sudah 14 buah dengan 1.428 tempat tidur. Dan
semua anak usia sekolah sudah belajar di 355 sekolah dari
tingkat SD sampai SLA -- tentu saja tanpa dipungut bayaran.
Hanya saja belum ada perguruan tinggi di negeri itu.
Angkatan pertama yang mengenyam kesempatan bersekolah di dalam
negeri sekarang baru mencapai tingkat SLA. Namun kurangnya
tenaga trampil bukanlah persoalan. Untuk mempercepat modernisasi
itu, bisa diatasi Oman dengan mendatangkan pekerja asing.
Sebagian besar tenaga dokter, guru dan pekerja kelas menengah
lainnya masih didatangkan dari luar. Tenaga dokter
didatangkannya banyak dari Pakistan, India dan Mesir dengan
bayaran Rp 1 juta bersih sebulan.
Pekerja asing yang di lapangan swasta lebih banyak lagi, umumnya
juga dari Pakistan, India dan Mesir. Sekitar 300.000 pekerja
asing sekarang berada di Oman, sebagian besar buruh-buruh
bangunan.
Di kelas atas, tenaga berkebangsaan Inggris yang lebih dominan,
barangkali lantaran negeri itu memang bekas jajahannya.
Penasihat asing di berbagai instansi pemerintah ditaksir
sebanyak 500-an, semua dari Inggris. Juga pelatih militer datang
dari Inggris yang jumlahnya juga 500-an. Di sini seorang kapten
AL Inggris-mendapat bayaran bulanan sekitar Rp 1 juta.
Entah lantaran banyaknya orang Inggris ini atau bukan, jelas
segala sesuatunya tidak bisa tanpa bahasa Inggris. Mulai dari
nama jalan sampai nama kantor pemerintah, semua ditulis dalam
dua bahasa: Arab dan Inggris. Bahkan dalam acaranya setiap
malam, televisi Oman perlu menyampaikan warta berita dalam
bahasa Inggris -- dengan penyiar Inggris pula.
Tapi rakyat Oman tampaknya cukup senang. Dengan sultan ini
pemerataan tampaknya dirasakan. Di pedalaman tenggara negeri
itu, tempat rakyatnya hidup dari menggembala, pemerintah
membangun bak-bak air minum. Maka penggembala tidak perlu pergi
jauh mencari oase untuk ternaknya. Rumah sakit terbesar dan
termodern di Oman justru didirikan di Dhofar dekat perbatasan
dengan Yaman Selatan. Angka resmi menunjukkan bahwa penggunaan
anggaran pemerintah semakin besar untuk daerah pedalaman. Kalau
biaya untuk wilayah sekitar ibukota masih 40,5% tahun 1976, itu
tinggal 27% tahun lalu. Sebaliknya daerah pedalaman sekarang
dapat 53% dari APBN Oman.
Bukan hanya karena kisah sukses itu Oman sering dibicarakan
orang belakangan ini. Letaknya yang persis di mulut Teluk Persia
itu mengundang keadaan bahaya, bila terjadi perang untuk
memperebutkan kawasan yang kaya minyak itu.
Para penasihat militer Inggris di sana, jika ditanya, umumnya
tidak percaya bahwa Uni Soviet akan meneruskan invasinya ke
Teluk Persia setelah sukses di Afghanistan. Tapi Sultan Qaboos
konon cukup khawatir atas kehadiran kapal perang Soviet di dekat
situ. Destroyer 286 Soviet, misalnya, "jalan-jalan" sampai ke
mulut Selat Hormuz baru-baru ini.
Selat ini sepenuhnya dalam tanggung awab Oman. Tanker dan
supertanker yang mengangkut minyak mentah dari Iran, Kuwait,
Bahrain, Qatar dan Uni Emirat Arab harus melewati selat yang
sempit ini sebelum keluar ke Samudera Hindia. Sedikitnya 75
kapal setiap hari melewati selat itu yang keamanannya harus
dijamin oleh Oman. Dari keseluruhannya, 50% pengangkut minyak,
30% kapal dagang dan selebihnya kapal perang. Sedang Oman
sendiri hanya mampu menyediakan 3 kapal patrolinya untuk
mengawal selat itu. Karena itu pemerintah Oman konon berniat
menarik pungutan dari kapal yang lewat. Selama ini Oman tidak
memperoleh keuntungan apa-apa, sedang kapal yang membawa minyak
Oman ke luar negeri tidak lewat di situ.
Sebuah sumber di Muscat menyebutkan bahwa sultan lebih khawatir
lagi terhadap ancaman dari Yaman Selatan yang pro-Soviet. Sejak
1975 memang tidak ada insiden di perbatasan itu, tapi Oman
sedang membangun besar-besaran daerah perbatasan yang kosong
penduduk itu. Daerah pegunungan ditembusnya untuk membuat jalan
raya.
Tahun ini 20% dari GNP Oman di pakai untuk keperluan pertahanan,
antara lain membangun daerah perbatasan ini. Sekitar 1 batalyon
tentara Oman sekarang ditempatkan di perbatasan ini. Di seberang
sana ada perkemahan tentara Yaman Selatan. Keduanya dipisahkan
pegunungan yang tidak terlalu terjal tapi jelas tandus.
"Perkiraan saya, dan saya berharap, tidak akan terjadi insiden
perbatasan," ujar Mayor Shaleh Mohammed, seorang komandan
tentara Oman. "Selama mereka bersikap bersahabat, kita tetap
akan bersahabat. Tapi kalau mereka memukul, kami sudah siap."
Daerah perbatasan Oman ini memang rawan. Antara perkampungan
penduduk dengan wilayah perbatasan terbentang pegunungan yang
panjangnya sekitar 100 km. Pegunungan ini baru hijau selama
April sampai Oktober. Waktu itu pohon siwak -- pohon yang sering
digunakan oleh para kiai di Jawa untuk sikat gigi meniru nabi
Muhammad bisa tumbuh baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo