Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH sejarah baru dibuat oleh ASEAN, yakni menerima Vietnam dan Laos untuk ikut menandatangani Treaty of Amity and Cooperation ASEAN. Pelaksanaannya bisa pekan ini dalam KTT ASEAN Keempat di Singapura, atau kapan saja. Yang penting, secara prinsip keenam anggota ASEAN sudah menyetujuinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagasan itu sebenarnya sudah lama. Secara resmi baru tercetus Senin pekan lalu, ketika Perdana Menteri Vietnam Vo Van Kiet berkunjung ke Kuala Lumpur. Vo Van Kiet minta dukungan Malaysia agar bisa diterima sebagai anggota ASEAN. Kata Menteri Luar Negeri Malaysia Ahmad Badawi, "Malaysia siap mendukung Vietnam."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, hal itu belum berarti bahwa dua negara Indocina tersebut menjadi anggota ASEAN. Mereka sekadar ikut dalam traktat kerja sama dan hubungan baik yang diciptakan di Bali pada 24 Februari 1976 itu.
Perjanjian itu sendiri merupakan langkah lebih lanjut, setelah terbentuk ASEAN oleh lima negara pada 1967 di Bangkok. Mengenai terbentuknya ASEAN itu sendiri, salah satu latar belakangnya adalah untuk memperkuat persatuan negara-negara Asia Tenggara yang nonkomunis, antara lain agar tak bernasib seperti Vietnam. Pada pertengahan 1960-an itu, Perang Vietnam memang sedang seru-serunya.
Dengan ikut menandatangani traktat tersebut, Vietnam dan Laos diizinkan hadir dalam sidang-sidang ASEAN sebagai pengamat. Sebelum ini, cuma Papua Nugini satu-satunya negara bukan anggota ASEAN yang ikut menandatanganinya. Traktat itu mengikat para penanda tangannya untuk menjaga bersama keamanan di Asia Tenggara.
Keterlibatan Vietnam di Kamboja seperti pada 1979, misalnya, tak mungkin dilakukannya lagi, tanpa menerima setidaknya sanksi tertentu dari ASEAN. Ada yang bilang, ini adalah langkah awal Vietnam dan Laos untuk nantinya menjadi anggota ASEAN. Yang jelas, kini hambatan psikologis kerja sama ekonomi dengan negara-negara ASEAN, bagi dua negara yang bagaimanapun masih menganut sistem sosialis itu, hapus sudah.
Beberapa lama lalu Singapura masih melarang warganya menanamkan modal di Vietnam. Dalam situasi dunia yang sudah berubah, dengan tamatnya Perang Dingin, hancurnya komunisme, dan ambruknya Uni Soviet, ASEAN memang tak perlu mengucilkan Vietnam lagi. Sudah saatnya ASEAN memperbesar keanggotaannya dan menerima negara-negara Indocina, kata bekas Menteri Luar Negeri Indonesia Mochtar KusumaAtmadja, beberapa waktu lalu.
Karena itu, jadi pertanyaan, mengapa Vietnam tak lalu diterima sebagai anggota, sebagaimana Brunei Darussalam pada 1983. Sebuah sumber mengatakan pada Reuters, meski soal ideologi kini bisa diabaikan, sistem sosialis yang dianut Vietnam dan Laos, ditambah dengan ekonomi keduanya yang terbelakang, menjadikan dua negara itu masih punya perbedaan jauh dengan negara-negara ASEAN.
Ini membuat pihak ASEAN masih enggan menerima dua negara itu sebagai anggota, meski di Vietnam sendiri kini sosialisme hampir tinggal formalitas (lihat Selingan). Yang bisa dilakukan Vietnam dan Laos kini, kata Bunn Nagara dari Institut Strategi dan Kajian Internasional Malaysia, "menggalakkan kerja sama bilateral atau trilateral dengan ASEAN." Dengan cara itu, secara kongkret negara ASEAN dapat mengetahui bisa tidaknya dua negara itu diterima menjadi anggota. Dengan kata lain, tampaknya hal itu hanya soal waktu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Negara Sosialis dalam ASEAN"