Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf menginginkan forum lintas budaya dan agama ASEAN mempunyai pengaruh secara politik di kawasan, yang tengah menghadapi tantangan baik krisis internal atau ketegangan geopolitik. Hal itu dikatakan Yahya di Jakarta, Rabu, 2 Agustus 2023, dalam jumpa pers menjelang digelarnya ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference atau IIDC.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
PBNU menginisiasi forum ini sebagai rangkaian konferensi tingkat tinggi perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara di Jakarta pada September mendatang. IIDC, yang akan berlangsung dua hari dari 7 hingga 8 Agustus 2023, bertujuan untuk “ikut serta dalam upaya membangun harmoni dan perdamaian dari arah lingkungan agama-agama di tengah dinamika global."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
ASEAN IIDC 2023 dengan tema “ASEAN Shared Civilizational Values: Building an Epicentrum of Harmony to Foster Peace, Security, and Prosperity”, akan dihadiri dan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Ketua PBNU, yang akrab disapa Gus Yahya saat jumpa pers di Gedung PBNU pada Rabu, menyatakan IIDC bukan sekedar dialog intelektual, tapi ada nuansa politik. "Kami mencari basis kesamaan," katanya.
Gus Yahya menjelaskan, harapannya supaya forum ini dapat menentukan secara politik adalah hasil dari perundingan di antara tokoh-tokoh agama ASEAN dan mitra, nantinya akan diteruskan ke KTT ASEAN. Kesepakatan juga bisa menjadi pertimbangan kebijakan bagi ASEAN atau negara-negara anggota.
ASEAN secara internal tahun ini disibukkan dengan upayanya membereskan krisis Myanmar, di tengah tujuannya untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia. Blok juga terjepit di antara kepentingan dua negara besar China dan Amerika Serikat yang membuat kawasan menjadi tegang karena sengketa keduanya dapat membuat negara-negara anggota terdampak langsung.
Menurut Gus Yahya, melihat fenomena seperti krisis Myanmar, memang dibutuhkan solusi politik. Namun Ia ingin mencari tahu apakah konsolidasi sosial antara pemimpin komunitas agama dapat mendorong sebuah jalan keluar.
“Kita gak mau berhenti di protes, kecam, dan kritik,” kata Gus Yahya, menggaungkan R20 – pertemuan informal keagamaan G20 di Bali pada November lalu, yang menekankan nilai jujur dan terbuka dalam beragama.
Sebanyak 200 undangan meliputi partisipan dan pembicara juga telah terkonfirmasi bakal hadir dalam forum tersebut. PBNU menyebut Myanmar, yang dilarang hadir di pertemuan tingkat tinggi ASEAN, akan mengirimkan dua delegasi dan seorang Kepala Pusat Pendidikan Buddhis.