Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyatakan Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas pembunuhan mantan Perdana Menteri Palestina Ismail Haniyeh pekan lalu. Dalam pertemuan darurat pada Rabu, 7 Agustus 2024, OKI mengecam pembunuhan Ismail Haniyeh dan menyebutnya sebagai kejahatan agresi, pelanggaran berat hukum internasional, dan pelanggaran serius terhadap kedaulatan Iran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pertemuan tersebut, yang dipicu oleh tuduhan Teheran bahwa Israel membunuh Haniyeh, diakhiri dengan kecaman keras terhadap tindakan Israel. Dalam pernyataan akhir yang dikeluarkan dari kota Jeddah, Arab Saudi, OKI menyesalkan apa yang disebutnya sebagai kejahatan perang dan genosida oleh Israel di Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
OKI menekankan bahwa pembunuhan Haniyeh selama ia tinggal di Teheran merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional, Piagam PBB, dan serangan terhadap integritas teritorial dan keamanan nasional Iran. OKI juga mendesak Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan gencatan senjata segera dan menyeluruh terhadap agresi Israel. Selain itu OKI ingin memastikan akses yang memadai dan berkelanjutan terhadap bantuan kemanusiaan di seluruh Jalur Gaza.
Menteri Luar Negeri Gambia Mamadou Tangara, yang negaranya menjadi ketua OKI, mengatakan pembunuhan “keji” Haniyeh dan perang yang sedang berlangsung di Gaza dapat memicu konflik regional. “Agresi dan pelanggaran kedaulatan dan integritas wilayah Republik Islam Iran melalui pembunuhan seorang pemimpin politik di wilayahnya adalah tindakan yang tidak dapat dilihat secara terpisah,” kata Tangara.
“Tindakan keji ini hanya akan meningkatkan ketegangan yang ada dan berpotensi menimbulkan konflik yang lebih luas yang dapat melibatkan seluruh wilayah.”
Arab Saudi yang menjadi tuan rumah pertemuan OKI juga mengatakan pembunuhan Haniyeh merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan Iran. Wakil menteri luar negeri kerajaan, Waleed al-Khereiji, mengatakan negaranya menolak “segala pelanggaran kedaulatan negara atau campur tangan dalam urusan dalam negeri negara mana pun”.
Hamas dan Iran telah menyalahkan Israel atas pembunuhan Haniyeh di Teheran minggu lalu, tetapi pemerintah Israel belum mengonfirmasi atau membantah bertanggung jawab.
Iran telah berjanji untuk membalas, mengancam akan memberikan "hukuman keras" bagi Israel. Namun Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah menyerukan de-eskalasi.
Sementara itu media pro-zionis Jewish Chronicle menyatakan Ismail Haniyeh dibunuh oleh dua warga negara Iran anggota unit keamanan Ansar al-Mahdi dari Korps Garda Revolusi Islam yang direkrut oleh badan mata-mata Israel Mossad. Tuduhan itu dilansir oleh Anadolu pada Rabu 7 Agustus 2024.
Dua orang yang berasal dari kelompok yang bertugas untuk mengamankan tamu dan gedung tempat para tamu undangan menginap itu meletakkan sebuah alat peledak di bawah tempat tidur Haniyeh. "Iran sendiri menyadari hal ini setelah pembunuhan itu, ketika para penjaga terlihat dalam rekaman kamera keamanan pada hari pembunuhan itu bergerak diam-diam di lorong menuju kamar tempat Haniyeh berencana untuk tinggal, membuka pintu dengan kunci dan memasuki ruangan," kata laporan itu.
"Tiga menit kemudian para penjaga (yang masing-masing ditawari uang banyak serta relokasi langsung ke negara Eropa utara) terekam kamera dengan tenang meninggalkan ruangan, menuruni tangga menuju pintu masuk utama gedung, meninggalkan gedung, lalu masuk ke dalam mobil hitam,” sambung laporan tersebut.
Petugas parkir lalu mengidentifikasi mereka dan membuka gerbang tanpa bertanya apa pun dan satu jam kemudian mereka dievakuasi dari Iran oleh Mossad.
Konflik di Timur Tengah dikhawatirkan kian panas setelah pembunuhan pemimpin Hizbullah Fuad Shukr di Beirut dan kemungkinan tindakan pembalasan dari Iran menyusul pembunuhan Haniyeh. Eskalasi ini terjadi di tengah serangan dahsyat Israel di Jalur Gaza sejak serangan Hamas Oktober lalu meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Hampir 40.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 91.000 terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Setelah lebih dari 10 bulan perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
ANADOLU
Pilihan editor: Perusahaan Nat Rothschild di Batam Dikunjungi Prabowo, Simak 5 Serba-serbi Pengusaha Inggris Ini