Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ekonomi membaik, ada kebebasan beragama, ada pembaruan anggota Politbiro. Vietnam melaju dengan reformasi. MELIHAT Vietnam sekarang adalah melihat Cao Dai. Sejak kaum komunis menang, agama campuran antara Budha dan Kristen itu dilarang. Tempat-tempat persembahyangan dan harta milik agama disita. Namun, belakangan, setelah negeri komunis itu menempuh jalan reformasi, Cao Dai yang dilahirkan pada 1926 itu hidup lagi. Lebih dari 250 tempat persembahyangan Cao Dai di Tayninh -- kota 90 km barat laut Kota Ho Chi Minh -- kini ramai lagi meski cat temboknya yang biru dan merah jambu belum diperbarui. Suasana kelonggaran seperti itulah yang terasa dalam Komite Sentral dan Politbiro Partai Komunis Vietnam, setelah kongresnya yang ketujuh ditutup Kamis pekan lalu. Itu dibawa oleh para anggota Komite dan Politbiro baru, yang kebanyakan bekas orang Vietnam Selatan. Mereka dipromosikan karena mereka kebanyakan teknokrat. Pengalaman selama sekitar lima tahun sejak kongres Partai keenam, 1986 yang lalu, tampaknya meyakinkan para pemimpin Vietnam bahwa reformasi memang harus dilanjutkan. Kata Do Muoi, sekjen baru yang menggantikan Nguyen Van Linh, "Pembaruan sistem politik, proses demokratisasi kehidupan masyarakat, dan pembaruan semua aspek kehidupan serta aktivitas masyarakat masih sangat diperlukan bagi Vietnam." Bila sebelumnya ada kata-kata Muoi, 74 tahun, bahwa "sosialisme tak akan diganti karena itulah satu-satunya jalan yang benar," boleh dianggap sebagai retorik seorang pemimpin yang dibesarkan oleh komunisme. Sebab, mestinya pemerintah dan 67 juta rakyat Vietnam merasakan adanya kemajuan ekonomi lima tahun terakhir, yakni setelah Sekjen Partai Nguyen Van Linh menggelindingkan doi moi (perestroika gaya Vietnam). Terutama sejak Vietnam mulai menarik pasukan dari Kamboja, September 1989, volume perdagangan luar negeri mulai naik. Beberapa negara Barat tak lagi sungkan jual-beli dengan Vietnam. Pada 1989 itu, perdagangan luar negeri Vietnam mencapai jumlah sekitar US$ 4,5 milyar. Tiga tahun sebelumnya angka itu hanya US$ 1,8 milyar. Kini, dengan ditunjuknya Vo Van Kiet sebagai perdana menteri, Rabu pekan lalu, pemerintah Vietnam mestinya akan menginjak gas kemajuan ekonomi. Kiet, orang Selatan, sebelumnya adalah wakil perdana menteri. Dialah tampaknya konseptor doi moi. Dan kata seorang diplomat Asia di Hanoi, "Kepala Kiet hanya dipenuhi dengan gagasan bagaimana menjadikan Vietnam salah satu macan ASEAN." Du Muoi sendiri, yang lahir dalam keluarga petani di desa dekat Hanoi, dilihat dari sejarah pekerjaannya, adalah orang yang punya orientasi ekonomi. Lihat, pada 1950-an dan 1960-an, selama sembilan tahun, ia menjadi menteri perdagangan dalam negeri. Pada 1969-1987 Muoi menduduki kursi wakil perdana menteri merangkap menteri pembangunan. Sebagai pemimpin, tokoh yang tergolong tinggi dengan rambut agak lurus ini dikenal sebagai tokoh yang jujur. Belakangan, ia termasuk pendukung liberalisasi ekonomi. Di samping munculnya orang Selatan dengan usia 50-an tahun (rata-rata anggota Politbiro lama berusia sekitar 70 tahun), keluarnya Nguyen Co Thach dari Politbiro dan mundurnya ia dari pos menteri luar negeri meyakinkan para pengamat bahwa Vietnam memang memecut kuda reformasinya. Salah satu halangan penyelesaian konflik di Kamboja adalah hubungan Vietnam-RRC. Vietnam mendukung rezim Hun Sen, RRC, Khmer Merah. Ini menjadi beban bagi Vietnam karena punya kewajiban moral membantu terus Kamboja. Untuk mencairkan kebekuan Vietnam-RRC, selama ini sulit. Politik luar negeri Co Thach dinilai Beijing terlalu anti-Cina. Bila kabinet baru Vietnam diumumkan Juli ini, salah satu nama berikut tampaknya akan menggantikan Co Thach: Vu Oanh atau Tran Quang Co, dua anggota baru Politbiro. Oanh adalah pemimpin delegasi Vietnam ke RRC pada awal tahun ini, delegasi yang dirahasiakan. Quang Co adalah wakil Co Thach, yang tak begitu kompak dengan tuannya. Bila semuanya lancar berjalan, tampaknya bukan hanya rakyat Vietnam yang akan menyenyam hasilnya, melainkan juga Kamboja. Bila Hanoi dan Beijing sudah bersalaman, apakah Hun Sen dan Khieu Samphan masih akan saling melempar granat? ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo