Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH Benazir Bhutto, kini giliran penjabat Presiden Pakistan Ghullam Ishak Khan "naik pentas". Ishak Khan, 73 tahun, Senin pekan ini menanggalkan "penjabat"-nya dan resmi terpilih sebagai presiden Pakistan untuk 5 tahun. Ia memenangkan 233 suara dari 299 suara seluruhnya. Maklumlah, politikus gaek ini didukung baik oleh partai yang berkuasa. PPP (Pakistan People Party), maupun partai oposisi, IJI (Islami Jamhoori Ittehad) -- dua partai terbesar hasil pemilu parlemen yang baru lalu. Sedangkan pihak militer jauh-jauh hari sudah memberikan suara untuk Ishak Khan. Tak kurang dari "bos" PPP sendiri, PM Benazir Bhutto, menyatakan mendukung pencalonan Ishak Khan, Selasa pekan lalu. Dukungan ini tampaknya perlu diumumkan, mengingat pada hari yang sama, Tikka Khan, sekjen PPP, resmi mengajukan diri sebagai salah seorang calon presiden Pakistan. Tapi, menurut Benazir, Tikka Khan akan menjadi semacam "calon bayangan" saja. Karena, "Untuk kepentingan nasioal dan mendukung proses kehidupan demokrasi Pakistan, PPP rela mengorbankan calonnya." Tikka Khan kabarnya sudah dijanjikan kursi gubernur Punyab. Benazir tak salah. Ishak Khan, ketua senat yang menjabat presiden setelah Zia ul-Haq meninggal dalam kecelakaan pesawat Agustus lalu, mendapat pujian dari dalam negeri maupun dari dunia internasional. Ia dianggap sukses menyelenggarakan demokrasi di Pakistan: mengadakan pemilihan umum untuk pertama kalinya setelah 16 tahun, November lalu. Ishak Khan, dikenal sebagai tokoh moderat, adalah orang pertama yang mengajukan pencalonan diri sebagai kandidat presiden. Sedang 8 calon lainnya, termasuk Tikka Khan dari PPP, baru pada hari terakhir mendaftarkan diri. Dari ke-8 kandidat itu, hanya politikus veteran Nawabzada Nasrullah Khan, dari Partai Demokrasi Pakistan yang bisa dianggap berbobot dan dapat menyaingi Ishak Khan. Para calon lain, menurut pengamat politik di Pakistan, cuma politikus kelas dua yang kurang dikenal secara nasional. Di tengah paceklik pemimpin di Pakistan sepeninggal Zia ul-Haq, memang hanya Ishak Khan yang tampaknya cocok. Sebagai ketua senat, Ishak Khan -- sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Pakistan -- langsung ditunjuk sebagai penjabat presiden, ketika Presiden Zia tewas dalam kecelakaan pesawat terbang. Penunjukan itu datang atas restu pihak militer. Bila ada yang harus dikritik dari diri Ishak, adalah pengalaman politiknya yang masih terlalu singkat. Khan satu ini meniti karier lewat pegawai negeri. Ia lebih dikenal sebagai teknokrat daripada politikus. Lahir di Punjab 1915, Ishak Khan menamatkan pendidikannya di Universitas Punjab. Kariernya sebagai pegawai negeri dimulai dalam pemerintahan kolonial India pada 1940. Setelah itu, berbagai pos dijabatnya, di antaranya sebagai Menteri Keuangan dan Koperasi (1978-79) Menteri Keuangan, Perdagangan, dan Koordinasi (1979-1985). Kursi ketua senat didudukinya sejak 1985. Kini, sebagai presiden, sebagai akibat perubahan undang-undang yang dilakukan Zia, Ishak Khan punya kekuasaan besar. Ia boleh menunjuk calon perdana menteri membubarkan dewan perwakilan rakyat, dan menunjuk kepala staf angkatan bersenjata. Bila perdana menteri baru Benazir Bhutto mendukung dia, mestinya sudah ada kesepakatan keduanya untuk bekerja sama. Pasangan ini pun mematahkan tradisi bahwa salah seorang, perdana menteri atau presiden, harus dari Punyab, wilayah terpadat Benazir dari daerah Sind dan Khan dari barat laut. Tampaknya, Ishak Khan pun bersedia mendukung gagasan baru Benazir memperjuangkan persamaan hak bagi kaum wanita. Yang belum jelas benar, adakah Khan pun bersedia mendukung PM baru itu seandainya ia mau mengubah hukum Islam. FS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo