Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH pasar terbesar dunia dengan 370 juta konsumen dan berskala omzet sekitar US$ 6,5 triliun bakal terbentang luas dari Kanada sampai Meksiko. Itu dimungkinkan setelah Kongres Amerika Serikat meratifikasi Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA), Rabu malam pekan lalu. Artinya, mulai tahun depan, secara bertahap semua produk Kanada, Amerika, dan Meksiko tak lagi dikenai bermacam tarif di wilayah ketiga negara itu. Presiden Amerika, Bill Clinton, yang sebelumnya ketar-ketir pakta ekonomi itu bakal tersandung di Kongres, akhirnya bisa bernapas lega. Maka, esoknya, ia bisa terbang ke Seattle dengan langkah ringan untuk meyakinkan sejumlah negarawan Asia dan Pasifik agar meningkatkan hubungan dagangnya dengan Amerika melalui Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Bagi Clinton mengegolkan NAFTA memang merupakan taruhan besar. Soalnya, bila Kongres tak setuju NAFTA diberlakukan, ini akan berakibat buruk bagi perekonomian Amerika dan dunia. Perundingan kesepakatan tarif dan perdagangan GATT pada 15 Desember, misalnya, terancam gagal lagi. Pertemuan APEC, yang ingin membentuk blok perdagangan Asia Pasifik mungkin akan berakhir karena banyak negara anggota menganggap Amerika tetap proteksionistis, dengan gagalnya NAFTA. Padahal, kedua upaya itulah, antara lain, yang diperlukan untuk mengatasi krisis ekonomi dunia, sementara Amerika sendiri bakal mengalami isolasi perdagangan dari luar negeri. Kekhawatiran itu akhirnya sirna setelah Kongres melakukan pemungutan suara dengan perbandingan suara: 234 suara setuju NAFTA lawan 200 suara menentang. ''Keberhasilan itu semakin menunjukkan bahwa Clinton adalah pemimpin politik yang efektif,'' kata Thomas Gallagher, seorang analis politik Amerika. Keberhasilan dalam mengegolkan NAFTA setidaknya membuktikan bahwa Clinton mampu melawan arus. Isu-isu kontroversial, seperti program kesehatan masyarakat, homoseksual di kalangan militer, mungkin akan banyak menggelinding. Selain itu, ''Sebagai seorang Demokrat muda, ia ternyata mampu menggebrak dominasi kelompok pekerja,'' tulis majalah Time. Seperti diketahui, mayoritas anggota Kongres dari Partai Demokrat kebanyakan menentang NAFTA -- bergantung pada dukungan kelompok pekerja Amerika. Mereka yang tergabung dalam AFL-CIO ini khawatir jadi penganggur. Dengan adanya NAFTA, para pengusaha lebih suka pindah ke Meksiko karena karena ongkos pekerjanya yang lebih murah. Tak seperti pekerja Amerika, yang mahal akibat dilindungi standar dan asuransi keselamatan kerja. Kini, setelah NAFTA berhasil lolos, jumlah imigran gelap asal Meksiko yang menyusup ke California, Texas, dan negara bagian lainnya diharapkan bisa ditekan. Selain itu, penghapusan tarif di Meksiko diharapkan mendorong surplus perdagangan Amerika, yang tahun lalu hanya sebesar US$ 5,6 miliar. Perusahaan alat berat Cartepillar berharap ekspornya akan naik 25% menjadi US$ 250 juta. Perusahaan telepon AT&T juga berharap bakal bisa menaikkan penjualan setinggi 50% sebulan dari US$ 200 juta sekarang ini. Selain itu, perdagangan otomotif Amerika-Meksiko diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat menjadi US$ 25 miliar pada 1995. Ironisnya, bagi Amerika, ada NAFTA maupun tidak, jumlah penganggur tetap saja tinggi. Menurut data yang dihimpun majalah Time, jumlahnya mencapai 16,2 juta orang. Para pencari kerja ini tentu tak bisa ditampung oleh Meksiko yang sudah kewalahan dengan sekitar 650.000 penganggur. Tantangan inilah yang harus dihadapi Presiden Clinton.Didi P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo