Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Paus baru untuk umat yang tak satu

Pengangkatan albino luciani, 65, dari venesia sebagai paus johannes paulus i di vatikan disambut gembira oleh umat katolik, tapi dikhawatirkan akan menambah ketidakpuasan gereja katolik amerika latin. (ln)

9 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Annuntio vobis gaudum magnum. Habemus Papam! (Ada berita besar bagi kita. Kita telah memiliki Paus baru). MATAHARI baru mulai sembunyi ke balik bukit Vatikan, ketika rumus klasik itu diucapkan seorang kardinal tua dari atas balkon basilika St. Petrus. Nama paus baru: Johannes Paulus I. Serta merta, meledaklah sorak kegembiraan ribuan umat Katolik yang sejak pagi hari sudah menunggu di alun-alun gereja maha besar itu. Klakson mobil dan motor, tak mau kalah. Begitu pula lonceng gereja. Albino Luciani, 65 tahun, berperawakan tinggi ramping dan berkacamata tebal. Terpilih dalam konklaf tersingkat sejak pemilihan Pius ke 12 (1939), sebelumnya namanya sama sekali tak disebut-sebut sebagai papabili. Ia bukan cendekiawan, tapi dekat dengan rakyat jelata di keuskupan asalnya, Venesia. Ditambah dengan pribadinya yang sederhana, faktor itu membuat para kardinal senior tertarik padanya. Dia juga belum pernah terlibat dalam birokrasi pemerintahan Vatikan sebelumnya. Berasal dari keluarga miskin, ayahnya seorang buruh pabrik gelas dan aktivis sosialis yang militan. Ibunya bekerja di ladang. Kedua orang tuanya sudah meninggal, sementara kedua saudaranya -- Edoardo dan Nina -- masih hidup di Venesia dan masing-masing sudah berkeluarga. Muncul di balkon basilika, sambutannya singkat saja: "Saya tak memiliki kebijaksanaan hati Johannes ke-23. Persiapan dan kecerdasan Paulus ke-6 juga tak ada pada diriku. Makanya saya harapkan doa-doa kalian akan membantu saya." Mengapa dia memilih nama gabungan kedua pendahulunya? Selain alasan yang agak romantis -- Johannes ke-23 menasbihkannya menjadi uskup, sedang Paulus ke-6 mengangkatnya jadi Kardinal-ada juga sebab yang lebih prinsipiil. Dalam Missa Konselebrasi di Kapela Sistina, Minggu esoknya, Paus baru itu menyatakan tekadnya untuk melaksanakan uarisan Konsili Vatikan II yang dicetuskan oleh Johannes ke-23. Tapi ia juga bertekad menjaga tradisi Gereja yang dipegang teguh oleh Paulus ke-6. Himbauan awal itu tampaknya berhasil memuaskan semua pihak. Pietro Parente, seorang kardinal tua yang tak ikut konklaf karena sudah berhasil melewati batas umur 80 tahun memberi komentar begini: "Ternyata dia jauh dari pada seorang ekstremis. Orangnya sed ana, punya integritas, demokratis dan erdas. Sungguh suatu pilihan yang tepat." Sementara itu Dr Hans Kueng, ahli theologi yang pernah bertikai pendapat dengan Vatikan menyatakan "cukup puas" dengan pilihan para kardinal. Katanya lagi kepada wartawan AP yang datang menemuinya di Swiss: "Paus baru ini terbuka bagi dunia. Dia seorang kristen sejati. Sebagian besar sekarang akan tergantung kepada para pembantu dan penasehatnya. " Komentar Kueng ini dapat ditafsirkan sebagai sindiran ke alamat Kuria, dewan pemerintahan Vatikan yang sudah bertahan menghadapi beberapa kali penggantian Paus. Lembaga yang disebut sebagai gerontocracy atau pemerintahan orang tua-tua oleh novelis Katolik Morris West itu hanya mengalami perubahan sedikit kalau ada yang meninggal. Di masa Paulus ke-6, dewan itu mulai kemasukan unsur non-Italia -- walaupun sebagian yang diangkat itu tergolong mereka yang sangat patuh pada garis konservatif Kuria. Misalnya Kardinal Gantin dari Benin (d/h Dahomey) dan Kardinal Franjo Seper dari Yugoslavia, yang pernah melarang Hans Kueng menyebarkan ajarannya yang kontroversial bahwa Paus "bisa sesat." Dalam keputusannya yang keluar Senin 28 Agustus lalu, para penjaga benteng tradisi Katolik itu diangkat kembali seluruhnya oleh Johannes Paulus I. Termasuk Sekneg Vatikan, Kardinal Jean Villot dari Perancis, yang sejak Paulus ke-6 praktis menjadi 'orang No. 2' di Vatikan. Keputusan ini dikhawatirkan akan menambah ketidakpuasan Gereja Katolik Amerika Latin. Di benua yang dihuni separuh dari umat Katolik sedunia, para waligereja sudah 10 tahun lamanya mencoba menempuh haluan baru yang lebih "kerakyatan". Dasar pemikirannya banyak bertitik-tolak dari 'theologi pembebasan' dari para pemikir Katolik "kiri" seperti Ivan Illich dan Uskup Helder Camara. Inkwisisi Orang-orang Kuria sendiri tak terlalu berkenan dengan gerakan pembaharuan itu. Pastor Ivan Illich yang menetap di Mexico, maupun Dom Helder Camara yang berkedudukan di Brazil Timur-Laut, telah terkena larangan berbicara. Ivan Illich malah pernah mau diinterogasi oleh Kongregasi Doktrin Iman, suatu badan baru yang dibentuk oleh Paulus ke-6 setelah Mahkamah Inkwisisi (Pengusutan) yang lama dibubarkan. Dari daftar pertanyaan yang dibocorkan oleh Illich kepada pers di Roma tampak jelas kecurigaan sementara pejabat Kuria bahwa pastor kelahiran Wina Austria) itu berideologi Marxis-Leninis. Sesungguhnya, Illich maupun Camara belum tentu Komunis. Namun simpati mereka kepada almarhum Camillo Torres, itu 'pastor merah' yang ditembak oleh tentara Colombia karena membantu para gerilyawan, membuat sesepuh-sesepuh Kuria agak mengernyitkan kening mereka. Uskup Helder Camara malah terangterangan mengecam eksploitasi ekonomi AS di Amerika Latin, sambil menghimbau pemerintah-pemerintah Amerika Latin untuk mengakhiri pengucilan terhadap Kuba. Dan bertolak dari berbagai keputusan Konsili Vatikan II serta seabad ajaran sosial para paus, Illich dan Camara tegas-tegas mendesak perlunya land-reform, pembentukan Mahkamah Perburuhan, serta pendidikan politik bagi rakyat jelata. Tapi awal tahun ini Kardinal Gantin .lari Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian menolak restunya bagi pendirian pusat studi keadilan sosial oleh Konferensi Uskup Amerika Latin (CELAM). Sikap Kuria ini, seperti biasanya, didukung oleh Dubes Vatikan di Washington, Jean Jadot. Akibatnya Gereja Katolik AS jadi ragu-ragu membantu membiayai pusat studi CELAM seperti diberitakan National Catlolie Reporter, 24 Maret lalu. Boleh jadi, diplomasi Vatikan terhadap negara-negara kaya seperti AS - yang tak terlalu populer di Amerika Latin -- mau-tak-mau terpaksa agak lunak, sebab di situlah salah satu sumber keuangan Vatikan yang terus-menerus defisit. Namun apapun sebabnya bisakah Johannes Paulus I ini merangkum pelbagai pendapat umat dan para imamnya, sambil memberi harapan baru bagi kebeibasan berfikir?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus