Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOPENHAGEN - Setiap kali ayahnya memukulnya atau mengikat pergelangan tangan dan kakinya untuk menghukumnya karena di-anggap tidak taat, remaja putri Arab Saudi itu bermimpi untuk melarikan diri. Namun ada pertanyaan besar yang harus ia jawab, pertanyaan sama yang selalu menghentikannya: Bagaimana dia bisa keluar?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika Shahad al-Muhaimeed lari ke mana saja di dalam negeri, polisi Saudi akan mengirimnya pulang. Sementara itu, hukum Saudi melarangnya bepergian ke luar negeri tanpa izin ayahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, selama liburan keluarga di Turki ketika dia berusia 17 tahun, Shahad melihat peluang. Dia pun lari. Ketika keluarganya tidur, dia naik taksi melintasi perbatasan ke Georgia dan menyatakan dirinya sebagai pengungsi, meninggalkan Saudi untuk memulai kehidupan baru.
"Saya sekarang hidup seperti yang saya inginkan," kata perempuan yang kini telah berusia 19 tahun tersebut melalui telepon dari rumah barunya di Swedia. "Saya tinggal di tempat yang baik dan mendukung hak-hak perempuan."
Perhatian dunia tertuju pada nasib perempuan Saudi setelah seorang remaja lainnya, Rahaf al-Qunun, dihentikan di Thailand pekan lalu ketika mencoba bertolak ke Australia untuk mencari perlindungan.
Setelah kampanye masif di media sosial, Ko-misi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengumumkan Rahaf sebagai pengungsi pada Rabu lalu. Dia meninggalkan Thailand pada Jumat dan terbang ke Kanada, tempat para pejabat mengatakan dia memperoleh suaka. "Negara ketiga," demikian Rahaf menulis di akun Twitter-nya, merujuk pada tempat bermukimnya di Kanada. "Saya berhasil."
Fenomena perempuan yang mencoba melarikan diri dari Arab Saudi bukanlah hal baru. Pada awal 1970-an, dunia dikejutkan dengan laporan seorang putri Saudi yang tertangkap saat berusaha melarikan diri dari kerajaan bersama kekasihnya. Pasangan itu diadili karena perzinahan kemudian dieksekusi.
Meski demikian, jumlah perempuan muda yang mempertimbangkan dan mengambil risiko besar untuk melarikan diri dari Arab Saudi tampaknya meningkat sejak beberapa tahun lalu, demikian dikatakan kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Mereka frustrasi terhadap kendali sosial dan hukum di rumah, kemudi-an beralih ke media sosial untuk membantu merencanakan, terkadang mendokumentasikan, upaya mereka melarikan diri.
Di Arab Saudi, semua wanita diwajibkan memiliki wali pria, yang izinnya mereka perlukan untuk menikah, bepergian, dan menjalani beberapa prosedur medis. Wali sering kali ayah atau suami, tapi bisa juga saudara laki-laki atau bahkan seorang putra.
Laki-laki Saudi menggunakan situs pemerintah untuk mengatur perempuan dalam perwaliannya, memberikan atau menolak hak mereka untuk bepergian, bahkan mengatur pemberitahuan sehingga mereka menerima pesan teks ketika istri atau anak perempuan mereka naik pesawat.
"Lima belas tahun lalu tidak akan pernah terdengar upaya seperti ini. Sekarang mereka menemukan cara untuk pergi dengan media sosial," tutur Adam Coogle, yang memantau Arab Saudi untuk Human Rights Watch.
Meski publisitas me-mainkan peran kunci dalam kesuksesan pelarian sejumlah perempuan Saudi, termasuk Rahaf, perhatian global tidak menjamin keberhasilan mereka.
Pada 2017, Dina Ali Lasloom, memohon bantuan lewat video online yang ditonton secara luas setelah dihentikan saat transit di Filipina. Perempuan berusia 24 tahun itu ditahan di bandara sampai anggota keluarga tiba dan membawanya kembali ke Arab Saudi. Hingga kini kabar Dina tidak diketahui.
Cara melarikan diri yang dipilih para perempuan tersebut berbeda-beda, tapi ada sejumlah tip agar berhasil. Banyak yang melarikan diri dari Turki, tempat liburan yang populer bagi warga Saudi, untuk kemudian pergi ke Georgia, yang bisa dimasuki warga Saudi tanpa visa. Juga banyak yang mengincar Australia karena mereka bisa mengajukan permo-honan visa online, satu-satunya pilihan bagi wanita Saudi yang tidak bisa pergi ke kedutaan asing.
Meskipun kelompok-kelompok hak asasi manusia mengerti mengapa perempuan Saudi ingin melarikan diri dari situasi buruk, mereka khawatir hal itu dapat membuat mereka mendapat bahaya besar. "Ada segelintir yang berhasil, ada banyak yang gagal dan dikirim kembali. Hal ini menempatkan para perempuan dalam situasi yang sangat berbahaya," tutur Coogle.
THE NEW YORK TIMES | USA TODAY | CNN | SITA PLANASARI AQUADINI
Tangan Terbuka Kanada untuk Rahaf
Desakan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) agar negara-negara dunia membantu Rahaf al-Qunun, remaja putri Arab Saudi yang kabur dari orang tuanya karena ancaman penyiksaan, mendorong Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menawarkan suaka di Kanada.
"Kami akan selalu membela hak asasi manusia dan hak-hak perempuan di seluruh dunia," kata Trudeau.
Rahaf pun bertolak dari Thailand pada Jumat lalu, tempat terjadinya drama yang menarik perhatian du-nia setelah ia sempat nyaris dideportasi dan dikembalikan kepada orang tuanya yang berada di Kuwait.
Remaja berusia 18 tahun itu pun tersenyum lebar ketika keluar dari pintu kedatangan di bandara Toronto pada Sabtu lalu sambil mengenakan hoodie Kanada. Dengan Rahaf di sisinya, Menteri Luar Negeri Kanada, Chrystia Freeland, menyatakan, "Ini warga baru Kanada baru yang sangat berani."
Freeland mengatakan kepada media bahwa keputusan menerima permintaan suaka Rahaf adalah bagian dari "kebijakan Kanada untuk mendukung perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia."
"Sudah jelas bahwa penindasan terhadap wanita bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dalam sehari," kata dia. "Ketika kita bisa menyelamatkan seorang wanita, itu adalah hal yang baik dilakukan."
Awalnya Rahaf menuju Australia melalui Bangkok, tapi dia dikejar oleh pejabat Saudi yang mengambil paspornya. Sebelum bertolak ke Toronto, dia menjelaskan, "(Australia) terlalu lama. Itu sebabnya saya pergi ke Kanada."
THE SUN | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo