Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pengadilan AS Putuskan TikTok Harus Hadapi Tuntutan Hukum atas Kematian Anak 10 Tahun

Pengadilan banding AS terima gugatan terhadap TikTok oleh ibu dari seorang anak perempuan berusia 10 tahun yang meninggal akibat tantangan viral

28 Agustus 2024 | 20.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan banding Amerika Serikat menghidupkan kembali gugatan terhadap TikTok oleh ibu dari seorang anak perempuan berusia 10 tahun yang meninggal setelah ikut serta dalam “tantangan sampai pingsan” yang viral. Tantangan itu dilakukan pengguna platform media sosial tersebut dengan mencekik diri mereka sendiri hingga pingsan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meskipun undang-undang federal AS biasanya melindungi perusahaan internet dari tuntutan hukum atas konten yang diposting oleh pengguna, Pengadilan Banding Sirkuit AS ke-3 yang berbasis di Philadelphia pada Selasa memutuskan bahwa aturan itu tidak menghalangi ibu Nylah Anderson untuk mengajukan klaim bahwa algoritme TikTok merekomendasikan tantangan tersebut kepada putrinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hakim Wilayah AS Patty Shwartz, yang menulis untuk panel tiga hakim, mengatakan bahwa Pasal 230 Undang-Undang Kepatutan Komunikasi tahun 1996 hanya menglindungi informasi yang diberikan oleh pihak ketiga dan bukan rekomendasi yang dibuat TikTok sendiri melalui algoritma yang mendasari platformnya.

Hakim Shwartz mengakui bahwa putusan tersebut merupakan penyimpangan dari keputusan pengadilan sebelumnya, dimana menyatakan bahwa Pasal 230 melindungi platform online dari tanggung jawab karena gagal mencegah pengguna mengirimkan pesan berbahaya kepada orang lain.

Namun, dia mengatakan alasan tersebut tidak lagi berlaku setelah Mahkamah Agung AS mengeluarkan keputusan pada Juli tentang apakah undang-undang negara bagian dirancang untuk membatasi kekuatan platform media sosial untuk mengekang konten yang mereka anggap tidak pantas dan melanggar hak kebebasan berpendapat mereka.

Dalam kasus-kasus tersebut, Mahkamah Agung berpendapat bahwa algoritme platform mencerminkan “penilaian editorial” tentang “menyusun pidato pihak ketiga sesuai keinginannya.” Shwartz mengatakan berdasarkan logika tersebut, kurasi konten menggunakan algoritme adalah tindakan perusahaan itu sendiri, yang tidak dilindungi oleh Pasal 230.

“TikTok membuat pilihan mengenai konten yang direkomendasikan dan dipromosikan kepada pengguna tertentu, dan dengan melakukan hal tersebut, mereka terlibat dalam pidato pihak pertama,” tulisnya.

TikTok tidak menanggapi permintaan komentar.

Keputusan pada Selasa ini membatalkan keputusan hakim pengadilan rendah yang menolak kasus yang diajukan oleh Tawainna Anderson terhadap TikTok dan perusahaan induknya di Cina, ByteDance, berdasarkan Pasal 230.

Dia menggugat setelah putrinya Nylah meninggal pada 2021 karena mencoba tantangan hingga pingsan menggunakan tali dompet yang digantung di lemari ibunya.

"Big Tech baru saja kehilangan 'kartu bebas keluar penjara'," kata Jeffrey Goodman, pengacara ibu tersebut, dalam sebuah pernyataan.

Hakim Wilayah AS Paul Matey, dalam pendapat yang sebagian sejalan dengan keputusan Selasa, mengatakan TikTok dalam “mengejar keuntungan di atas semua nilai lainnya” mungkin memilih untuk menyajikan konten kepada anak-anak yang menekankan “selera paling rendah” dan “kebajikan paling rendah.”

“Tetapi mereka tidak dapat mengklaim kekebalan yang tidak diberikan oleh Kongres AS,” tulisnya.

REUTERS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus