Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan di Myanmar yang dikelola militer telah melelang vila tempat mantan pemimpin dan ikon demokrasi Aung San Suu Kyi menghabiskan 15 tahun dalam tahanan rumah, dan menetapkan tawaran awal sebesar 315 miliar kyat ($90 juta), kata seorang sumber pada Kamis, 25 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suu Kyi, yang kembali ditahan sejak militer menggulingkan pemerintahannya pada tahun 2021, telah terlibat dalam perselisihan hukum selama puluhan tahun dengan saudara laki-lakinya mengenai kepemilikan vila tepi danau tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seseorang yang mengetahui proses persidangan mengatakan lelang yang diperintahkan pengadilan akan diadakan di rumah tersebut pada 20 Maret.
“Kalau ada pembeli, rumah itu akan dijual. Kita lihat saja ada pembelinya atau tidak,” tambah sumber yang enggan disebutkan namanya karena tidak berwenang berbicara kepada media. Pejabat pengadilan tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Peraih Nobel itu ditahan di kediaman bergaya kolonial yang kumuh di Danau Inya Yangon hingga tahun 2012, ketika ia pindah ke ibu kota Naypyitaw untuk menghadiri parlemen setelah dibebaskan.
Dia memberikan pidato yang penuh semangat kepada kerumunan pendukungnya di atas gerbang logam di gedung tersebut dan tempat itu menjadi tempat beberapa pertemuannya yang paling penting, termasuk dengan mantan presiden AS Barack Obama dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton.
Kakak laki-lakinya yang jarang dijumpai, berusia 78 tahun itu, Aung San Oo, pertama kali menggugat pada 2000 untuk mendapatkan bagian dari properti tersebut, yang didaftarkan atas nama ibu mereka, Khin Kyi.
Pengadilan memutuskan kedua bersaudara itu harus berbagi hasil penjualan rumah. Aung San Oo, tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Suu Kyi masih ditahan, meski keberadaannya tidak diketahui. Dia menghadapi hukuman 27 tahun penjara karena kejahatan mulai dari pengkhianatan dan penyuapan hingga pelanggaran undang-undang telekomunikasi, tuduhan yang dia bantah.
Para pemimpin dunia dan aktivis pro-demokrasi telah berulang kali menyerukan pembebasannya.
REUTERS