Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi penyelidikan independen yang dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB setelah perang Gaza 2021 menyimpulkan bahwa Israel "tidak berniat mengakhiri pendudukan" dan mengejar "kontrol penuh" atas apa yang disebutnya Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur, yang diambil oleh Israel dalam perang 1967.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demikian salah satu kesimpulan penyelidikan tentang konflik Israel Palestina yang diumumkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Selasa, 7 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan itu juga merekomendasikan Israel harus melakukan lebih dari sekadar mengakhiri pendudukan tanah Palestina yang akan menjadi sebuah negara.
"Mengakhiri pendudukan saja tidak akan cukup," kata laporan itu, mendesak tindakan tambahan untuk memastikan penikmatan hak asasi manusia yang setara.
Israel memboikot penyelidikan Dewan Hak Asasi Manusia PBB itu dan melarang penyelidiknya masuk ke wilayah yang diduduki.
"Ini adalah laporan yang bias dan sepihak yang dinodai dengan kebencian terhadap Negara Israel dan berdasarkan serangkaian panjang laporan sepihak dan bias sebelumnya," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel.
Mandat penyelidikan yang dipicu konflik 11 hari Mei 2021 di mana 250 warga Palestina di Gaza dan 13 orang di Israel tewas, mencakup dugaan pelanggaran hak asasi manusia sebelum dan sesudah perang dan berusaha untuk menyelidiki akar penyebab ketegangan.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menegaskan penolakan Washington terhadap penyelidikan tersebut dan mengatakan laporan itu tidak mengurangi kekhawatiran AS atas "pendekatan sepihak dan bias yang tidak memajukan prospek perdamaian."
Mengutip undang-undang Israel yang menolak naturalisasi bagi orang Palestina yang menikah dengan orang Israel, laporan menuduh negara itu memberikan "status sipil, hak, dan perlindungan hukum yang berbeda" untuk minoritas Arab.
Israel berdalih langkah-langkah tersebut menjaga keamanan nasional dan karakter Yahudi negara itu.
Israel menarik diri dari Gaza pada 2005 tetapi, dengan bantuan Mesir, menekan perbatasan daerah kantong yang sekarang diperintah oleh kelompok Islam Hamas. Otoritas Palestina memiliki pemerintahan sendiri yang terbatas di Tepi Barat, yang dipenuhi dengan pemukiman Israel.
Hamas, yang bersumpah untuk menghancurkan Israel, membuka perang Mei 2021 dengan serangan roket menyusul tindakan Israel mengusir keluarga Palestina di Yerusalem Timur, dan sebagai pembalasan atas serangan polisi Israel terhadap warga Palestina di dekat masjid al-Aqsa, situs tersuci ketiga Islam.
Pertempuran Gaza disertai dengan kekerasan jalanan yang jarang terjadi di Israel antara warga Yahudi dan Arab.
Hamas menyambut baik laporan itu dan mendesak penuntutan para pemimpin Israel atas apa yang dikatakannya sebagai kejahatan terhadap rakyat Palestina.
Otoritas Palestina juga memuji laporan itu dan menyerukan pertanggungjawaban "dengan cara yang mengakhiri impunitas Israel".
Laporan itu akan dibahas di Dewan Hak Asasi Manusia yang berbasis di Jenewa minggu depan. Namun lembaga ini tidak dapat membuat keputusan yang mengikat secara hukum.
Amerika Serikat keluar dari Dewan HAM PBB pada 2018 atas apa yang digambarkannya sebagai "bias kronis" terhadap Israel dan baru bergabung kembali sepenuhnya tahun ini.
Tidak seperti biasanya, komisi penyelidikan Dewan HAM PBB yang beranggotakan tiga orang dari Australia, India dan Afrika Selatan memiliki mandat terbuka. Seorang diplomat mengatakan bahwa mandatnya sudah menjadi masalah sensitif. "Orang-orang tidak menyukai gagasan tentang keabadian," katanya.
Reuters