Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NASIB diktator di mana-mana hampir selalu sama. Senin lalu, mayat tercincang Presiden Liberia, Samuel Doe, dipamerkan di sebuah klinik kecil di pinggir Monrovia, ibu kota Liberia. Sehari sebelumnya, Doe tertangkap sepasukan kecil pemberontak pimpinan Prince Johnson. Doe terjebak ke dalam perangkap Johnson ketika ia dikawal sekelompok tentaranya berkunjung ke markas besar pasukan perdamaian yang dikirim oleh Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS). Johnson mengumumkan ia tak akan mengeksekusi Doe. Ia akan menempuh jalan hukum, menghadapkan Presiden ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan ke mana larinya uang jutaan dolar bantuan Amerika. Memang, para saksi mata menyaksikannya ketika ia sedang menginterogasi Doe. Tapi esoknya, Doe sudah tak bernyawa, tak jelas karena lukanya, dieksekusi, atau karena disiksa. Maka, negeri yang didirikan para bekas budak Amerika pada 1847 itu, yang kini dihuni 2,3 juta penduduk, memiliki tiga kepala negara yang semuanya saja tanpa pengesahan. Pertama adalah kelompok pemberontak Charles Taylor. Dialah yang sebenarnya secara de facto menguasai Liberia sejak tahun silam. Taylor dengan sepuluh ribu pengikutnya menguasai 90% negeri yang hampir seluas Pulau Jawa ini. Tak lama setelah pengumuman Johnson, Taylor mengeluarkan pernyataan balasan yang menolak klaim Johnson sebagai pemimpin, sambil menyatakan pasukannya akan terus berjuang sampai semua pasukan asing -- maksudnya tentara perdamaian ACOWAS yang berjumlah 30 ribu orang -- angkat kaki dari Liberia. Kekuatan kedua tak lain dari kelompok Prince Johnson itu. Sebenarnya ketika memulai pemberontakan setahun yang silam Johnson dan Taylor bekerja sama untuk menjatuhkan pemerintahan Doe. Kemudian mereka pecah. Walau jumlahnya kecil, faksi Johnson yang memberikan pukulan terakhir pada Samuel Doe pemerintahan diktator yang mengalami 16 kali upaya kudeta. Ketiga, kelompok Brigadir Jenderal David Nimley, yang memimpin sekitar 230 sisa-sisa pengikut Doe. Nimley mencoba mencari dukungan, mengimbau pengiriman bahan keperluan sehari-hari untuk rakyat Liberia, yang telah menderita akibat perang saudara yang telah menelan 5.000 korban itu. Pada dasarnya yang berlangsung di Liberia tak lebih dari perang suku. Di sini tak kurang dari 16 suku berhimpun membentuk satu bangsa. Doe, si bekas sersan kepala, berkuasa setelah membantai Presiden William Tolbert yang keturunan Amerika Hitam itu pada 1980, berasal dari suku Krahn. Taylor keturunan campuran Liberia-Amerika. Johnson berasal dari suku Gio. Dari sisi ini, Liberia tampaknya akan terus mengalami perang suku. ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo