Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, WASHINGTON/KABU - Perwakilan Taliban, kelompok radikal yang berkuasa di Afghanistan, dan pejabat Amerika Serikat mengadakan pembicaraan selama dua hari di Qatar. Pada Senin, 31 Juli 2023 atau setelah pertemuan itu dilakukan, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengungkap ada beberapa topik pembahasan dalam dialog.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menjelaskan Pejabat Amerika Serikat memberitahu Taliban kalau Washington terbuka untuk pembicaraan teknis tentang stabilitas ekonomi dan diskusi tentang memerangi perdagangan narkoba
Perwakilan Amerika Serikat dalam pertemuan itu mengulangi lagi soal kekhawatiran tentang memburuknya HAM di Afghanistan dan minta kelompok radikal itu agar membatalkan aturan yang melarang perempuan di bangku sekolah menengah menempuh pendidikan dan bekerja. Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, tanpa menyebutkan secara detail, juga menyebut dalam pertemuan itu dibahas pula warga negara Amerika Serikat yang ditahan oleh Taliban..
Tidak ada negara yang secara resmi mengakui Taliban sejak gerakan militan tersebut kembali berkuasa di Afghanistan pada 2021. Saat itu, pasukan asing pimpinan Amerika Serikat mundur dalam kekacauan setelah konflik 20 tahun.
Pejabat Taliban membawa isu pencabutan larangan perjalanan dan pembatasan lain pada para pemimpinnya saat bertemu dengan perwakilan Amerika Serikat. Pemerintah Taliban juga ingin pengembalian aset bank sentral Afghanistan yang disimpan di luar negeri.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menggaungkan catatan positif Afghansitan tentang peningkatan data keuangan, termasuk inflasi yang lebih rendah, dan pengurangan penanaman opium opium di bawah larangan 2022. Namun Amerikat Serikat tetap menyuarakan keterbukaan untuk melanjutkan dialog tentang kontra-narkotika. Amerika Serikat juga siap melakukan dialog teknis mengenai masalah stabilisasi ekonomi segera.
Sebagian besar pemimpin Taliban memerlukan izin PBB untuk bepergian ke luar negeri. Sementara sektor perbankan Afghanistan telah dilumpuhkan oleh sanksi sejak pengambilalihan oleh pemerintahan Taliban, yang menyebut diri sebagai Imarah Islam Afghanistan (IEA).
Juru bicara Kementerian Luar Negeri IEA Qahar Balkhi dalam pernyataan bahasa Inggris menegaskan kembali sangat penting untuk membangun kepercayaan bahwa larangan bepergian terhadap para pemimpin Taliban dicabut dan cadangan bank sentral dicairkan sehingga warga Afghanistan dapat membangun ekonomi yang tidak bergantung pada bantuan asing.
Sekitar US$7 miliar (Rp 105 triliun) dana bank sentral Afghanistan dibekukan di Federal Reserve Bank of New York setelah Taliban mengambil alih kekuasaan. Setengah dari dana itu sekarang ada di Dana Afghanistan yang berbasis di Swiss. Audit bank sentral Afghanistan yang didanai Amerika Serikat gagal memenangkan dukungan Washington untuk pengembalian aset dari dana perwalian.
REUTERS
Pilihan Editor: Kemlu Sebut Utusan Taliban Kunjungi Indonesia Secara Informal